Empat

Kenzo mengikuti Kanaya dari belakang. Tentunya dengan sembunyi-sembunyi. Jika saja Kanaya tahu ia sedang menguntit, maka berakhirlah cerita kehidupannya. Kanaya memiliki aura yang bisa membunuh jalan pikiran seseorang, melumpuhkan keberanian, juga bisa membuat seseorang tak bersuara. Sorot matanya yang tajam dan mengintimidasi membuat bulu kuduk Kenzo sedikit berdiri. Jujur baru pertama kali ia menemukan sosok gadis yang begitu membuatnya tertarik seperti sekarang ini. Bagaimanapun juga Kanaya adalah orang yang mengajarkannya bagaimana rasanya diabaikan, tak dipedulikan, juga ditolak mentah-mentah.

Kenzo bersembunyi dibalik semak-semak yang cukup rimbun. Di sana Kanaya sedang memakan roti dengan earphone di telinganya. Kenzo dapat melihat punggung Kanaya dengan bebas. Herannya, kenapa Kanaya selalu pergi ke taman belakang sekolah yang sangat sepi? Apa gadis itu tidak merasa takut? Di taman ini banyak pepohonan juga tanaman hias yang tak terawat. Banyak sampah dedaunan yang berjatuhan di rumput yang nampak gersang. Memangnya petugas kebersihan di sekolah ini tidak ada yang mampu mengurus taman? Padahal jika dilihat-lihat sekolah ini adalah sekolah yang paling diminati oleh kalangan borjuis dan keturunan bangsawan.

Kenzo memperhatikan Kanaya dan tidak mengedipkan matanya. Kanaya membuka ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Kenzo pemasaran namun tak berani menghampiri. Kenzo masih ingat bagaimana ekspresi Kanaya saat marah dan kesal. Rupanya gadis itu tidak main-main ketika marah. Seakan Kanaya adalah seekor banteng yang marah karena dipancing dengan kain berwarna merah. Menyeramkan.

Terlalu asik dengan acara mengintipnya, Kenzo harus merasakan terjatuh di semak-semak karena tersandung kakinya sendiri. Adegan tersebut menghasilkan bunyi yang cukup keras sehingga membuat Kanaya menoleh. Kenzo mengutuk kecerobohannya yang kambuh di waktu yang tidak tepat. Bagaimana bisa ia mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Kanaya yang notabenenya adalah gadis yang ia suka? Mau tak mau Kenzo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mengusir kecanggungannya. Lalu dengan perlahan ia berjalan menuju Kanaya dan duduk di sampingnya.

Kenzo melirik Kanaya dari samping. Tampaknya Kanaya tidak merasa terganggu dengan semua yang sudah teradi tadi. Ada rasa lega dan kesal dalam hatinya. Apakah Kanaya benar-benar gadis yang dingin sehingga tidak menanyakan keadaannya setelah terjatuh di semak-semak seperti tadi? Kenzo tidak habis pikir dengan jalan pikir Kanaya yang selalu acuh tak acuh kepada lingkungan sekitarnya. Kanaya seolah membatasi diri dengan orang-orang sekitarnya dan mengurung diri dalam kesendirian. Tidak pernah satu kali pun ia memergoki Kanaya berbicara dengan orang lain selain dirinya, entah itu perempuan ataupun laki-laki. Sekarang Kenzo menjadi ragu dengan status Kanaya. Apakah dengan mengira Kanaya seorang lesbian adalah hal yang benar?

"Kamu tidak menanyakan keadaanku setelah terjatuh?" tanya Kenzo berusaha mencairkan suasana yang hening antara keduanya. Tak ada jawaban dan itu membuat Kenzo merasa harus berjuang lebih keras lagi agar Kanaya mau mengeluarkan suara. "Rasanya sangat sakit dan tanganku lecet. Apa tidak ada kata yang menggambarkan diriku?"

Kenzo masih mewanti-wanti jawaban Kanaya. Namun gadis itu seakan mengunci rapat bibirnya dan tak membiarkannya terbuka. "Apa tidak ada?" tanyanya tidak menyerah.

"Ceroboh," kata Kanaya datar. Meski hanya satu kata dengan nada sedatar tembok, namun itu sudah cukup membuat Kenzo melebarkan senyumnya. Inilah yang Kenzo tunggu-tunggu, di mana Kanaya mau berbicara padanya. Tapi setelah dipikir-pikir, apakah interaksi antara keduanya akan selamanya seperti ini? Jika memang demikian, maka itu akan sangat melelahkan bagi Kenzo. Ia harus berjuang keras agar Kanaya mau berbicara dengannya tanpa ada pancingan terlebih dulu atau Kanaya lah yang memulai obrolan lebih dulu. Walau ia tahu opsi yang kedua sangatlah mustahil.

"Kenapa ada di sini? Bukankah tempat ini sangat sepi. Kamu tidak takut?" tanya Kenzo penasaran. Ia menatap wajah ayu milik Kanaya dengan seksama. Jantungnya sudah berdisko sedari tadi, itulah yang membuat Kenzo menjadi kesal dengan dirinya sendiri. "Seharusnya kamu itu berkumpul dengan para gadis di kelas, kantin, atau ke mana seperti yang dilakukan oleh para gadis seusiamu. Memangnya tidak capek jika harus menyendiri dan membuat penghalang seperti ini?"

"Tidak." Kanaya menjawab dengan lugas.

"Ya, itu terserah padamu. Tapi jika orang lain melihat, apa kamu tidak merasa aneh sendiri? Dengan kamu menyendiri seperti ini, orang lain akan menganggapmu sombong. Apa kamu mau seperti itu?" tanya Kenzo.

"Itu terserah mereka," jawab Kanaya singkat.

"Lalu bagaimana dengan kehidupan sosialmu? Apa kamu merasa hebat sendiri karena tidak pernah membutuhkan bantuan orang lain? Kamu harus sadar betul kalau kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain." Kenzo masih tidak menyerah. Ia ingin membuka mata Kanaya agar bisa melihat dunia luar yang lebih berwarna. Agar kehidupan gadis itu tidak monoton. "Kamu mungkin bisa bertahan dengan kesendirianmu sekarang. Tapi nanti kamu tidak akan tahu sampai kapan ini akan bertahan. Suatu saat nanti kamu akan membutuhkan bantuan orang lain untuk maju dan bangkit dari keterpurukan. Dan setiap manusia pasti akan membutuhkan cinta di dalam hidupnya, tak terkecuali kamu yang akan merasakan indahnya jatuh cinta kelak nanti. Walau bukan sekarang, tapi nanti siapa yang tahu?"

Jatuh cinta? Tolong jangan ajarkan kata itu padanya. Ia sangat membenci kata cinta. Selama ini ia hidup sebatang kara tanpa cinta, dan mendapatkannya pun ia tidak bisa.

"Tahu apa kamu tentang hidupku?" tanya Kanaya setelah beberapa menit terdiam karena sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Aku memang tidak tahu apa-apa tentang kehidupanmu. Aku hanya ingin kamu berubah, aku ingin kamu menjadi ekstrovert yang selalu aktif kemanapun kamu berada. Ingat, manusia itu butuh sosialisasi untuk melanjutkan hidupnya." Hembusan napasnya terdengar. "Menjadi introvert memangnya sangat menyenangkan?"

Ya, sangat menyenangkan bagi orang-orang sepertinya. Selama ini mereka tidak tahu apa yang ia alami, apa yang ia dengar, dan apa yang ia lakukan. Apa gunanya menjadi aktif bersama orang lain tapi tidak ada ketulusan di dalamnya?

"Ya. Itu sangat menyenangkan." Lagi, jawaban pendek itu yang membuat Kenzo kesal. "Jangan mengajariku hal apapun yang kamu tidak tahu. Seharusnya urusi saja hidupmu, jangan ikuti kemanapun aku pergi. Kita orang asing, jadi bersikap sewajarnya. Aku mengatakan ini bukan berarti aku orang yang keras kepala, tapi aku hanya mengingatkan bahwa apa yang kamu lakukan telah melewati batas. Seharusnya sebagai orang asing kamu tidak perlu ikut campur apapun tentang apapun. Jauhi aku, jangan pernah mengikuti aku lagi. Dan satu hal, aku sama sekali tidak membutuhkan teman sepertimu."

Kenzo terpaku. Itu adalah jawaban paling panjang yang Kanaya ucapkan. Namun bukan itu poinnya, melainkan Kanaya menyuruhnya menjauh. Menyuruhnya tak saling kenal layaknya orang asing. Namun apakah ia bisa melakukannya? Tidak, Kenzo tidak akan pernah melakukan apa yang Kanaya inginkan. "Jangan bersikap seperti itu, Kay. Itu terlalu egois."

"Aku tidak egois. Tapi aku melakukan ini untuk kebaikanmu. Seharusnya kamu sadar tentang hal itu," ujar Kanaya datar.

Kenzo berdecih. Demi kebaikan apa yang menyuruhnya untuk bersikap seperti itu. Apa Kanaya sudah tidak waras karena terlalu menyendiri seperti ini?

"Kamu jangan mengada-ada, Kay. Tidak ada kebaikan dalam setiap kata-katamu. Aku ingin dekat dan tahu semua tentangmu, apa itu salah? Kamu menyendiri, tidak punya teman, tidak punya tempat curhat. Kay, aku ingin kamu jadikan orang itu, orang yang membuat kamu tertawa, merona, tidak kesepian, tempat cerita, dan tempat sandaran ketika kamu sedang bersedih. Apa itu salah juga?!" sentak Kenzo.

Kanaya bergeming. Apa yang dikatakan oleh Kenzo adalah keinginan terbesarnya. Ia ingin memiliki teman, tempat curhat, bahu sandaran, dan orang yang selalu ada di sisinya. Tapi selama ini ia selalu mengurung diri dalam kesendirian, di mana hanya ada dirinya dalam suatu dunia. Semua orang menganggapnya aneh karena memiliki warna bola mata yang berbeda, selain itu mereka semua juga menganggapnya seperti orang tak waras yang selalu memakai earphone kemanapun ia pergi. Kanaya tidak ingin mendapat julukan itu, tapi keadaanlah yang mengharuskannya. Dan sekarang sosok Kenzo yang baru mengenalnya mengetahui keinginan terbesarnya? Lelaki itu juga menawarkan sebuah kebahagiaan terpendam yang selalu ia anggap angan?

"Aku tidak bisa. Didekatku kamu akan dijauhi oleh semua orang. Didekatku kamu akan dianggap orang aneh sepertiku. Dan didekatku kamu akan dianggap manusia tak waras yang mau berteman dengan diriku. Kamu akan malu nantinya. Disaat aku sudah merasa nyaman dengan pertemanan ini, kamu pergi meninggalkan aku karena rasa malu yang kami miliki. Aku tidak ingin merasakannya." Kanaya berujar susah payah.

Kenzo bergeming. Jadi selama ini itukah persepsi yang ada di pikiran Kanaya untuknya?

"Kamu bicara apa? Untuk apa aku merasakan malu jika berteman denganmu? Hindari pemikiran sempit seperti itu. Banyak orang yang berbeda dengan pemikiran sempitmu itu," ujar Kenzo melembutkan suaranya. "Jadi bagaimana tawaranku, apa kamu mau menerimanya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!