Setelah tersadar dari terkejutannya, Kenzo segera pergi menyusul Kanaya. Lelaki itu berlari, terburu-buru saat melihat punggung Kanaya yang mulai menghilang dari balik dinding sekolah. Matanya berniat layaknya baru menatap daging segar, dengan cepat Kenzo segera menghampiri Kanaya yang sedang duduk di taman belakang sekolah.
Perlahan, Kenzo mengernyitkan dahi. Ia merasa aneh dengan tempat ini. Tempat ini sangat indah, tapi kenapa tidak ada seorang pun yang datang kemari? Hanya ada satu orang di sana, hanya Kanaya yang sedang berbaring sambil membaca buku. Kenzo melihat itu, melihat kaki jenjang milik Kanaya tengah tergantung di pinggir kursi. Tanpa pikir panjang, Kenzo menyingkirkan kaki Kanaya lalu duduk di sampingnya.
Kanaya tersentak kaget saat ada yang menarik kakinya hingga menyentuh tanah. Lalu ia bangun dan duduk dengan menyilangkan kaki. Kanaya diam, memilih sibuk membaca dan mendengarkan musik dari earphonenya.
Kenzo kesal tentu saja. Dengan sengaja Kenzo menarik earphone Kanaya hingga kepalanya sedikit tertarik. Tanpa diduga Kenzo memakai earphone itu dan mendengarkan lagu. Dia tak menghiraukan tatapan tajam milik Kanaya yang saat ini menghujam dirinya.
"Kembalikan!" desis Kanaya. Namun Kenzo hanya menatapnya sekilas dan tersenyum setelahnya. Mendapat respon itu, Kanaya berang. "Kembalikan atau---"
"Aku tidak mau. Lagumu asik juga, pantas saja kamu selalu mendengarkan musik dari benda ini," ujar Kenzo berkomentar.
"Kembalikan!" kembali Kanaya mendesis.
Kenzo menatapnya santai lalu tertawa ringan. "Kembalikan-kembalikan, seperti tidak ada perintah yang lain saja. Aku hanya meminjamnya sebentar, tidak mungkin juga aku akan mencurinya." Kanaya tak tinggal diam, dia pun mulai mencoba mengambil paksa earphone miliknya. Namun, Kenzo selalu mengelak. Tak sengaja Kanaya menyentuh leher Kenzo, lalu gadis itu terdiam.
Kanaya menatap Kenzo dalam diam. Kenapa kemampuannya tidak bekerja? Apakah kemampuannya sudah hilang? Seharusnya jika kulitnya menyentuh anggota tubuh seseorang pasti ia dapat melihat masa depan orang itu. Tapi kenapa semua itu tidak berlaku untuk Kenzo?
"Kenapa melihatku seperti itu? Apa kamu mulai menyadari kalau aku ini tampan?" tanya Kenzo percaya diri.
"Tidak. Sekarang kembalikan milikku!" titah Kanaya. Kenzo tersenyum lalu melepas earphone itu dari telinganya. Kemudian, Kenzo memakaikan earphone itu ke telinga Kanaya. "Begini lebih baik."
"Aku merasa kalau kamu selalu sendirian. Apakah kamu tidak merasa bosan?" tanya Kenzo penasaran. Lalu helaan napas terdengar dari bibirnya. Dia menatap gadis di sampingnya dengan senyuman tipis. "Bukannya aku sok tahu, tapi aku merasa kamu tipe orang yang sedikit acuh tak acuh kepada lingkungan sekitar. Aku merasa kamu mencoba menghindar dari semua orang. Kenapa?"
"Aku tidak menghindar." Hanya itu yang bisa Kanaya katakan, selebihnya ia akan menyembunyikannya rapat-rapat. Kanaya tidak merasa perlu memberitahukan semuanya pada Kenzo yang hanyalah orang asing. "Untuk apa kamu bertanya demikian?"
"Tidak. Aku juga merasa banyak anak-anak di kelas yang tidak menganggap dirimu ada. Aku hanya penasaran sebenarnya kamu ini manusia atau hantu," kata Kenzo jujur.
"Manusia." Kenzo mendengus mendengar jawaban sesingkat itu dari gadis di sampingnya. Baru kali ini ada seorang wanita yang menolak pesonanya. Padahal di luaran sana, banyak wanita yang memujanya. Entah itu karena ketampanan ataupun kekayaan keluarganya.
"Aku tak yakin," dengus Kenzo.
"Terserah." Setelah itu Kanaya bangkit dan pergi dari sana. Kenzo mengikutinya dan berdiri di sampingnya saat berhasil menyamakan langkahnya dengan Kanaya.
Selama perjalanan, Kenzo selalu mengajak Kanaya berbicara namun tak ada respon sama sekali. Kenzo tak menyerah, lelaki itu masih terus berbicara. Walau baru masuk ke sekolah selama satu hari, namun sifat Kenzo yang ramah sudah tersebar luas. Semua orang yang bertemu dengannya, pasti mendapatkan senyuman dari lelaki itu tanpa terkecuali.
Banyak tatapan yang menghujam Kanaya. Tatapan itu membuat Kanaya sedikit kurang nyaman. Kanaya sudah tahu alasannya, tidak lain adalah lelaki di sampingnya. Tatapan tajam dan sinis tertuju untuknya, membuat Kanaya ingin mengubur tubuhnya ke dalam tanah. Namun Kanaya terus berusaha mempertahankan ekspresi datarnya di hadapan semua orang, ia tak ingin pamornya hancur hanya karena tatapan sinis dari semua orang, terutama kaum wanita.
Kanaya duduk di kursinya, lalu ia mulai membaca buku novel. Di sampingnya Kenzo menghela napas. Sudah lama sekali ia berbicara, namun tetap saja tak ada respon. Kenzo tidak menyangka jika Kanaya sejenis dengan patung. Tanpa ekspresi, tak ada suara, bahkan bayangannya pun terasa bisu dan lenyap.
"Kamu punya rahasia?" tanya Kenzo tiba-tiba. Kanaya diam, namun ia berhenti membaca. "Kamu percaya anugerah Tuhan?"
Kanaya menutup bukunya. Ini adalah kelima puluh lelaki itu berbicara. Namun kali ini pertanyaan Kenzo tersirat makna yang entah apa itu. Kanaya menghembuskan napasnya lalu menatap langit-langit kelas. "Percaya," katanya lirih.
Kenzo tersenyum. Kenapa baru sekarang Kanaya memberinya respon? Tanya Kenzo dalam hati. Ada rasa kesal bercampur senang di dalam sana, namun yang paling dominan adalah perasaan senang. "Aku sebenarnya tidak percaya, tapi setelah apa yang aku alami sedari dulu, aku percaya."
Kanaya mengernyitkan dahi. "Punya keistimewaan?"
"Punya," jawab Kenzo sembari tersenyum miring. Mendengar jawaban itu sukses membuat Kanaya melihat lelaki itu dengan tatapan sedikit tertarik.
"Apa?" tanyanya penasaran.
Kenzo lagi-lagi tersenyum miring. Lalu ia bersandar pada kursi. "Anugerahku karena aku terlahir tampan. Kamu lihat banyak anak perempuan yang menyukaiku. Ya, tapi kamu pengecualian."
Kanaya memalingkan wajah. Merasa dongkol karena sempat penasaran. Kini ia menyesal. Kenzo hanya tersenyum, entah senyuman yang ke berapa, tapi ia tak menyesalinya. "Dan aku tahu apa rahasiamu," lanjutnya berbicara.
Tubuh Kanaya menegang. Batinnya memberontak, tak mempercayai ucapan Kenzo. Tidak mungkin lelaki yang baru mengenalnya sehari itu bisa mengetahui rahasia yang ia sembunyikan rapat-rapat, bahkan teman sekolahnya pun tidak ada yang tahu sama sekali. "Sejak kapan?" tanya Kanaya tercekat.
"Sejak aku baru mengenalmu. Saat aku mengajakmu berbicara," jujurnya.
"Apa kamu mau menyebarkannya?" tanya Kanaya takut-takut.
Kenzo tertawa renyah. "Aku bukan tipe orang yang seperti itu. Aku tidak akan menyebarkan aibmu. Tapi kamu harus mau menjadi temanku. Setuju?"
Kanaya terdiam. Ia tak pernah memiliki teman. Bahkan tidak ada yang menawarinya berteman. Dan sekarang Kenzo melakukan itu untuknya. "Tapi---"
"Menjadi temanku tidak seburuk yang kamu kira. Aku janji padamu." Kenzo mengatakan dengan mantap.
"Baiklah. Tapi jangan menyebarkannya," ujar Kanaya dengan berat hati.
"Baik, lagi pula siapa juga yang menyebarkan aib temanku sendiri." Kenzo tersenyum. Namun hatinya sedikit gundah. "Aku hanya menyangkan gadis secantik dirimu bisa memiliki sikap menyimpang seperti itu."
Alis Kanaya terangkat. Perilaku menyimpang? Apa lelaki ini bercanda?
"Maksudmu apa?" tanya Kanaya tidak mengerti.
"Kamu lesbi, kan? Kamu penyuka sesama jenis. Aku sangat menyayangkan hal itu, Kay. Jujur saja aku tidak tahu kamu bisa memiliki sikap menyimpang itu. Mungkin itulah yang membuat kamu menjauh dan dijauhi oleh orang-orang," terang panjang lebar Kenzo.
Apa? Kanaya tertegun dengan jawaban itu. Kenzo menganggapnya penyuka sesama jenis?
"Aku---"
"Aku akan membantumu untuk sembuh dan hidup normal kembali. Aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku. Aku janji," ujar Kenzo lebih tekad.
Gila, batin Kanaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments