Restless

Restless

Awal Pernikahan

Nina menatap kain putih di ruang jenazah. Hatinya merasa ragu, apakah ia harus menghampirinya atau tidak. Apakah ia harus menangis atau hanya menitikkan air mata saja? Yang jelas hatinya merasa bergetar saat pertama kali ia melihat kain putih menutupi jenazah itu. Seseorang yang selama ini telah hidup bersamanya selama beberapa tahun.

Perlahan, ia mendekati jenazah itu. Doni Suherman. Ya. Doni adalah mantan suami Nina. Nina mendapat telpon bahwa Doni mengalami kecelakaan di tengah jalan pagi ini. Nina sebenarnya tidak percaya dengan kematian Doni yang dirasa begitu tiba - tiba seperti ini. Tapi, ia juga tidak heran jika suatu hari nanti, hal ini terjadi pada Doni, mantan suaminya.

Akhirnya, Nina membuka kain putih yang menutupi wajah Doni. Melihat betapa rusaknya wajah Doni hingga luka yang ada di kepala. Menurut polisi, Doni sempat mengalami kebocoran di kepalanya.

Hati Nina terasa sesak. Ia ingin sekali menangis. Tapi entah mengapa, air matanya tidak bisa keluar sama sekali. Kerongkongannya juga tercekat dan pada akhirnya ia tetap tidak bisa mengeluarkan air matanya. Seulas senyum tipis muncul di wajah Nina. Melihat keadaan Doni saat ini, ia merasa beban berat yang telah mengisi jiwanya selama ini, terangkat sudah. Nina menghela napas lega. Dan keluar dari ruang jenazah.

"Bagaimana, Bu? Benar itu adalah Pak Doni yang Ibu kenal?" tanya seorang petugas polisi yang menunggunya di luar ruang jenazah.

Nina menghapus sedikit air mata yang telah tertahan di pelupuk matanya sejak tadi.

"Iya, Pak. Benar. Saya mengenalnya. Dia adalah mantan suami saya. Saya ingin tahu bagaimana dia bisa meninggal. Jika memang harus ada autopsi, lakukan saja." kata Nina.

"Ibu yakin? Lalu, kami harus mendapat persetujuan dari keluarganya terlebih dahulu."

"Iya, Pak. Bagaimana juga, keluarga harus tahu apa penyebab mantan suami saya meninggal." jawab Nina terdengar ringan.

"Baik, Bu. Akan saya ajukan segera permintaannya."

Nina mengangguk dan menunduk lemas. Ia berjalan perlahan. Memikirkan bagaimana sekarang? Apakah ia harus merasakan kesedihan? Sedangkan sudah terlalu banyak yang Doni lakukan hingga membuatnya sakit hati. Paling tidak, ia harus mengabari Sinta. Istri sah Doni sekarang. Ia mengeluarkan ponselnya. Dan menelpon keluarga Doni yang berada di luar kota. Ia mengabarkan bahwa Doni sudah tiada.

*****

Tahun - tahun sebelum Doni meninggal...

Nina merasa terganggu dengan ponsel Doni yang terus berbunyi. Pesan teks masuk dengan kata - kata mesra. Nina menatap layar ponsel Doni dengan geram.

"Mau apa dia telpon kamu sampai kirim SMS begini?" tanya Nina dengan kesal. Alih-alih menenangkan Nina, Doni menjawabnya dengan santai.

"Biarin aja. Nanti juga berhenti." jawab Doni sambil melihat beberapa kertas pekerjaannya.

"Aku pikir, setelah kita menikah, kamu bisa sedikit berubah dengan kebiasaanmu ini. Tapi sekarang, apa bedanya kamu? Kamu sama saja kayak dulu. Selalu tebar pesona, merasa sok ganteng sampe laki - laki yang udah menikah masih terus dihubungi seperti ini." Nina merasa kecewa dengan Doni yang tidak bisa menghargai dirinya sebagai istri.

Tidak sedikitpun ia merasa bahwa Nina, kini adalah istrinya yang berharga. Bahkan telpon dari wanita lain, diabaikan begitu saja yang membuat hati Nina kesal. Doni tidak menjawab. Ia hanya mendegar ucapan Nina. Nina melempar ponsel Doni ke atas kasur. Ia keluar dari kamarnya.

Nina menghabiskan malam itu dengan tidak berbicara. Maupun Doni. Nina tetap tidur satu ranjang dengan Doni tapi ia memunggungi wajah Doni. Ia tidak pernah habis pikir, di awal pernikahan mereka sudah begitu menyakitkan. Bagaimana dengan nanti? Harus bagaimana ia menghadapi Doni yang diluar jangkauannya ini?

*****

Sudah sebulan Nina resign dari pekerjaannya. Semenjak mengurus pernikahannya dengan Doni, ia terlalu banyak absen dan mendapat surat peringatan dari kantornya. Kini, ia hanya duduk diam di kontrakannya sambil mengganti chanel televisi.

Dulu, Nina berpikir kalau menunggu suami pulang dari bekerja adalah hal yang menarik dan menyenangkan. Tapi, lagi-lagi, semua itu hanya ada dalam imajinasi Nina saja.

Doni mematikan mesin motornya yang ia parkir di depan pintu kontrakannya. Ia membuka pintu dan melihat Nina menyambutnya. Ia menghela napas beratnya dan memberikan tas pada Nina.

"Ada makanan apa?" tanya Doni membuka kancing kemejanya.

"Aku buatkan sayur sop dan ayam goreng. Mau makan sekarang?" tanya Nina menaruh tas Doni di atas meja.

"Siapkan saja. Aku mau mandi dulu." jawab Doni mengambil handuk dan memasuki kamar mandi.

Nina hanya tersenyum getir melihat Doni yang tidak nelihat wajahnya sama sekali. Ia hanya menuruti kata Doni untuk menyiapkan makanannya. Baru terhitung sebulan menikah. Apakah Doni sudah merasa jenuh dengan pernikahannya?

Nina memang belum hamil juga. Tapi apakah karena itu Doni bersikap tidak perduli padanya?

Esoknya, Nina melepas penat dengan bertemu teman - temannya. Ia merasa semenjak menikah, Doni tidak lagi menampilkan kesan bahwa dirinya pribadi yang menyenangkan dan asik untuk diajak berbicara. Doni cenderung menutup dirinya. Apa karena wanita kemarin?

Nina menggelengkan kepalanya dan menghapus pikiran buruk itu.

Setelah bertemu dengan teman-temannya, kepala Nina terasa pusing. Badannya juga lelah. Ia ingin sekali istirahat dan merebahkan tubuhnya.

Doni baru saja selesai mandi dan mengeringkan badannya.

"Kamu kenapa?" tanya Doni melihat Nina yang tidak bersemangat.

"Aku pusing. Aku juga capek banget." jawab Nina.

"Masuk angin?" Doni merasa sedikit khawatir dengan Nina.

"Enggak tahu."

"Yaudah. Istirahat saja." jawab Doni yang kemudian kembali membuka laptopnya untuk melanjutkan pekerjaannya. Nina hanya tiduran dan sesekali mengoleskan minyak di keningnya. Memijit sedikit dan memejamkan matanya.

Paginya, Nina merasa perutnya mual. Ia memuntahkan cairan di kamar mandi. Bukan makanan ataupun asam lambungnya yang sedang naik. Tapi hanya berupa air yang ia muntahkan. Setelah muntah di kamar mandi, ia merasa lega, tetapi badannya masih terasa lelah dan kepalanya juga pusing.

Nina mencoba mengecek tanggalan haidnya. Ia belum haid juga selama sebulan lebih ini. Ia menelpon salah satu sahabat yang selama ini selalu ia percaya untuk menceritakan segala sesuatunya.

"Kar, kenapa ya kok aku selalu merasa pusing dan mual. Sudah beberapa hari ini. Dan tadi pagi aku muntah."

"Kamu masuk angin mungkin. Udah minum obat?" tanya Karina yang menyahut dari seberang telpon.

"Aku udah minum tolak angin dan pakai minyak kayu putih juga. Tapi masih mual aja gitu." jawab Nina.

"Kamu hamil, mungkin. Coba cek. Kapan terakhir kali kamu haid." kata Karina membuat Nina teringat kalau sudah sebulan ini ia tidak mendapat haid.

"Sudah sebulan lebih dua minggu aku nggak dapat haid, lho, Kar." jawab Nina.

"Kamu beli testpack, Na. Kamu cek besok subuh-subuh dari air mani kamu yang pertama. Jangan lupa ya. Sekarang kamu istirahat dulu aja. Gausah capek-capek."

Nina mengiyakan perkataan Karina. Setelah menutup telponnya, ia merebahkan tubuhnya dan memang benar. Ia merasa amat lelah, jadi ia ingin sekali memejamkan matanya yang mengantuk.

*****

Salah satu staff di kantor Doni, menaruh kotak makan di meja Doni. Doni melihat siapa yang memberikan kotak makan itu.

"Kamu nggak bawa bekal lagi, kan? Nih, aku bawakan bekal." kata seorang wanita yang sebenarnya sudah tidak asing bagi Doni.

"Kamu lagi." kata Doni melanjutkan pekerjaannya.

"Kenapa sih kamu tiap aku telpon nggak mau angkat? Ya terpaksa deh aku pura-pura anter makanan dan sekalian lihat kamu. Kalo nggak begitu, mana bisa lihat kamu." sahut wanita itu.

"Aku kan sudah bilang, itu istriku ngomel-ngomel kalau lihat kamu telpon." jawab Doni.

"Ya, kenapa harus marah? Lagipula setahuku kamu menikah sama dia karena kamu sudah pacaran lama sama dia. Belum tentu cinta itu masih ada dihati kamu." wanita itu masih berusaha agara Doni masih bisa melihat dirinya yang selalu ada untuknya.

"Cukup, Meri. Dia istriku. Tidak perlu bicara macam-macam." Doni memutus ucapan Meri yang dirasa sudah sangat mengganggunya.

"Oke. Oke. Anggap aja hari ini aku masih berusaha untuk dapatin hati kamu. Tapi suatu hari nanti, aku bisa dapatin hati kamu. Lihat saja." Meri berlalu dari hadapan Doni. Dan meninggalkan kotak makanan diatas mejanya.

Doni menghela napas pendek. Wanita itu, Meri, sangat rajin membawakan kotak makanan walaupun sudah berkali-kali ia tolak, bahka Doni tidak memakannya sama sekali. Tapi wanita itu tetap gigih membawakannya. Dalam hati kecil Doni, ia berharap suatu hari nanti Nina akan membawakan kotak bekal setiap harinya.

Saat sampai di kontrakkan, Doni melihat Nina lagi-lagi hanya merebahkan diri di atas kasurnya. Sebenarnya, Doni merasa jengkel karena sudah beberapa hari ini, Nina hanya tiduran saja diatas kasur.

"Kamu sakit lagi?" tanya Doni terdengar tidak hangat di telinga Nina.

"Iya." Nina hanya menjawab pendek pertanyaan Doni.

"Masih belum sembuh?"

Nina membalikkan badannya dan menatap Doni yang terasa asing bagi dirinya.

"Aku sudah telat haid. Besok aku mau minum pelancar haid." kata Nina kesal.

Namun, beda lagi reaksi Doni. Ia sedikit terkejut dengan apa yang baru saja Nina katakan.

"Jangan. Kalau kamu hamil, gimana?" tanya Doni.

"Ya nggak gimana-gimana. Kalau hamil ya hamil aja." jawab Nina sama cueknya dengan Doni tadi.

"Lho, kok ngomongnya begitu?"

"Emang kamu senang kalau aku hamil?" tanya Nina ingin tahu reaksi Doni yang selama ini sama sekali tidak mempedulikan keadaan dirinya.

"Lho, kok begitu? Kalau kamu nggak hamil, ya aku akan ninggalin kamu!" jawab Doni ketus.

Nina terdiam. Reaksi macam apa yang baru saja Doni katakan? Apakah seperti ini reaksi seorang suami ketika tahu istrinya akan segera hamil?

Imajinasi Nina tentang Doni yang bahagia dan akan memeluk dirinya saat tahu bahwa ia hamil pupus sudah. Jangankan reaksi semacam itu. Bahkan, kalau Nina tidak hamil, Doni akan meninggalkannya. Lelaki macam apa yang bisa punya pikiran seperti itu?

Nina semakin kesal. Dan membiarkan Doni membersihkan dirinya sendiri. Nina menenggelamkan wajahnya diantar bantal dan menitikkan air mata yang langsung membasahi bantal kecilnya. Sakit sekali hati Nina mendengar ucapan suaminya seperti itu. Ingin rasanya ia segera pulang ke rumah Ibunya dan memeluknya.

Baru kali ini, ia merasa menyesal dalam memilih jalan hidupnya. Jalan hidupnya yang ia pilih tidak selalu berakhir bahagia bagi dirinya.

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

baru baca, mulai asik nih.

2022-02-05

0

Hesti Sulistianingrum

Hesti Sulistianingrum

mungkin nina terlalu banyak baca novel, jdi dia berharap doni akan Memeluknya sambil bilang.. " apakah km hamil sayang? besok kita cek kedokter ya? "😅

2021-03-21

0

Kadua Hames

Kadua Hames

💪💪

2021-01-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!