Hari demi hari berlalu. Kehamilan Nina semakin membesar. Dan Doni juga semakin sibuk dengan pekerjaannya. Akhir-akhir ini musim hujan. Hari semakin sore. Dan hujan lebatpun belum juga reda. Nina sudah pulang sejak tadi dalam kondisi basah. Tapi, Doni belum juga pulang.
Nina mencoba menghubungi Doni. Tetapi tidak diangkat. Nina menghalau rasa khawatirnya. Ia mencoba membuatkan beberapa camilan pisang goreng. Agar nanti kalau Doni pulang, ia bisa memakan beberapa camilan. Nina menggoreng pisang satu persatu. Tapi hujan belum reda juga.
Nina mencoba menelpon Doni lagi. Tapi masih tidak ada jawaban. Sudah jam sepuluh malam. Pisang goreng yang tadinya panas, kini menjadi dingin. Hati Nina menjadi tidak karuan. Ia memandangi hujan yang tidak kunjung berhenti melalui jendela dari kontrakan kecilnya.
Kemana Doni? Apa dia baik-baik saja?
Nina masih tetap menunggu Doni. Sambil merebahkan dirinya di kasur. Dilihatnya lagi ponsel Nina. Tidak ada telpon balik ataupun pesan singkat dari Doni. Ada apa ini Doni sebenarnya? Kenapa ia tidak memberi kabar satupun pada Nina dengan kondisi hujan seperti ini?
Waktu semakin berlalu. Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Nina sudah mulai lelah dan mengantuk. Akhirnya ia memejamkan matanya dan mulai melelapkan dirinya.
Paginya, Doni masih belum pulang. Nina sudah tidak tahu bagaimana harus tahu kabar Doni lagi. Ia kemudian mengambil handuk dan bersiap untuk mandi. Ia harus merapikan dirinya sebelum berangkat bekerja.
Setelah Nina sudah siap berangkat kerja, Doni tiba-tiba pulang dan sampai di kontrakkan.
"Lho, kamu baru pulang?" tanya Nina.
"Iya. Semalaman aku lembur di kantor." jawab Doni sekenanya.
"Aku telpon kamu kemarin semalaman. Kenapa kamu nggak angkat sama sekali?" tanya Nina yang ternyata masih sedikit khawatir. Berbeda dengan Nina. Doni memilih tidak peduli dengan kekhawatiran Nina.
"Iya, aku sibuk kan. Aku ngelembur. Kamu mau berangkat ya? Aku anterin ya. Tapi aku ke kamar mandi dulu sebentar." Doni langsung masuk dan menuju kamar mandi. Ia meletakkan handphone dan juga dompet di atas meja buffet.
Nina tidak percaya begitu saja dengan perkataan Doni. Ia langsung mengecek handphone Doni dan melihat isi pesannya. Ada beberapa nomor yang tidak dikenal mengucapkan terima kasih sudah diantar pagi ini.
Nina segera mencatat nomor ponsel itu dan meletakkan kembali handphone Doni.
Nina merasa hatinya tidak karuan. Benarkah Doni lembur di kantor? Tapi kenapa ada pesan dari nomor tidak di kenal seperti itu? Tangan Nina gemetar. Ia menahan amarah. Mengapa Doni berbohong seperti ini? Mengapa Doni bersikap seperti ini pada Nina?
"Sudah siap? Yuk berangkat." kata Doni.
"Terus gimana kamu kerja hari ini?" tanya Nina sudah mulai membara melihat Doni.
"Ya aku tetap kerja. Tapi nanti datang siang." jawab Doni terdengar santai dan seperti biasa. Doni benar-benar mengira bahwa Nina tidak tahu apapun.
Doni menyalakan mesin motornya dan Nina naik di belakangnya. Hati Nina pun semakin bergetar. Ia merasa marah Doni membohonginya seperti ini.
*****
Nina tidak bisa berkonsentrasi untuk bekerja. Walaupun ia berusaha untuk mengalihkan pikirannya dari sikap Doni tadi pagi. Akhirnya, ia meminta izin keluar sebentar dan menelpon nomor telpon yang ia dapat dari handphone Doni.
"Halo?" jawab seseorang di seberang telpon sana. Yang ternyata adalah seorang wanita.
"Ya, halo. Boleh tahu ini siapa?" tanya Nina langsung. Tetapi suara di sebrang telpon merasa sedikit aneh.
"Lho, kan kamu yang telpon. Kok tanya saya siapa?"
"Tadi pagi kamu diantar sama Doni? Kemana?" tanya Nina sudah merasa geram.
"Oh, Doni. Iya tadi dia antar aku ke rumah. Memang kenapa?"
DEG! Nina merasa amarahnya tidak bisa ia tahan lagi. Airmatanya terjatuh. Tetapi ia masih bisa mengontrol suaranya.
"Ceritakan sama saya apa yang kamu lakukan sama Doni."
"Memang kamu siapa kalau saya boleh tahu?" tanya wanita di sebrang telpon masih belum mau menceritakannya.
"Saya? Saya istrinya."
Wanita di sebrang telpon itu langsung menyuarakan permintaan maafnya pada Nina.
"Oh, maaf, Mbak. Maaf. Saya nggak tahu kalau Doni punya istri." kata wanita itu.
"Apa?" Nina tidak memercayai pendengarannya.
"Iya. Semalam saya lagi berteduh di minimarket. Ada dia juga. Terus dia bilang kalau mau antar saya pulang. Tapi temenin dia makan dulu. Yaudah, akhirnya kita makan, Mbak. Terus karena hujan belum berhenti dan rumah dia masih jauh, katanya, dia minta temani saya dan kita check in di hotel." cerita wanita itu membuat Nina shock mendengarnya.
"Kalian ngapain?"
"Ya, Mbak. Kita berhubungan badan. Ngapain lagi laki-laki dan wanita didalam hotel." jawab wanita itu memelankan suaranya.
"Kamu nggak malu?" tanya Nina dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Saya dikasih uang, Mbak. Saat itu saya cerita saya butuh uang buat bayar semesteran saya." jawabnya.
"Siapa nama kamu?" Nina menahan sesak didadanya. Ia tidak sanggup berkata-kata lagi.
"Saya Dian, Mbak. Sumpah saya nggak tahu kalau dia sudah punya istri. Dia bilang masih singel." jawab wanita bernama Dian itu.
"Kamu tahu perasaan saya sekarang?" tanya Nina menghapus air matanya yang jatuh ke pipinya.
"Iya, Mbak. Saya minta maaf. Saya benar-benar nggak tahu...." ucapan Dian terpotong begitu Nina membuka suaranya kembali.
"Kamu tahu atau tidak, dia itu lelaki yang baru kamu kenal. Bagaimana bisa kamu mau diajak check in ke hotel?" Nina terdengar kecewa dengan apa yang Dian katakan.
"Mbak. Bagaimana saya bisa menolak kalau saya dirayu-rayu dan saya dijanjikan sejumlah uang? Dia juga mengaku singel. Jadi saya pikir nggak ada masalah. Kalau saya tahu begini, saya mana mau, Mbak."
Nina tidak bisa berkata-kata lebih banyak. Bukan. Bukan salah Dian seutuhnya. Ada yang salah dari Doni kalau begini caranya.
"Baik. Jangan ganggu suami saya lagi."
"Enggak, Mbak. Mbak tenang aja. Saya hapus nomor dia dari hape saya." jawab Dian. Nina kemudian mematikan sambungan telponnya.
Kakinya merasa lemas dan gemetar. Ia hampir saja terjatuh. Tapi seseorang dengan cepat menangkapnya. Fabio.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Fabio memegangi lengan Nina agar tidak terjatuh. Fabio melihat perut Nina yang semakin lama semakin membesar.
"Hati-hati. Kamu sedang hamil."
Nina tidak menjawab perkataan Fabio. Ia menghapus airmatanya dan menegapkan kembali tubuhnya.
"Terima kasih. Saya nggak apa-apa."
Fabio sedikit gelisah melihat sikap Nina. Apalagi air mata yang ada di pipinya. Ia tidak benar-benar yakin kalau Nina memang tidak apa-apa. Sebelumnya, Nina tidak pernah bersikap seperti ini. Apalagi menangis.
Nina terluka. Suaminya melakukan pengkhianatan seperti ini. Bagaimana Nina akan menghadapinya? Ia merasa lemas dan tidak punya tenaga untuk melihat Doni. Ia ingin menenggelamkan dirinya dan berteriak untuk melepas beban dihatinya.
Doni, kenapa kamu begitu jahat padaku?
Nina merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Ia tidak bisa berpikir apapun lagi. Ia lemas. Tubuhnya gemetar. Ia mengalami blackout. Dan ia jatuh pingsan.
*****
Doni menunggu kepulangan Nina. Tapi Nina tidak kunjung pulang. Doni sudah merasa sedikit gelisah. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu kepulangan Nina. Apakah Nina lembur? Kenapa ia tidak memberi kabar apapun padanya?
Tidak lama kemudian, Nina pulang dalam keadaan lemas. Ia terlihat sedikit pucat dan tidak bertenaga.
"Kamu baru pulang, Nina?" tanya Doni merasa khawatir. Tapi Nina tidak menjawab. Ia melepas sepatunya dan meletakkannya di depan pintu.
"Nina, kenapa kamu nggak kasih kabar ke aku kalau kamu pulang telat? Kamu lembur?" tanya Doni tidak seperti biasanya. Nina menghadapkan dirinya ke Doni. Dan menatap matanya dengan tajam.
"Kamu khawatir sama aku?" tanya Nina dengan ekspresi datar yang tidak senang diperhatikan seperti itu oleh Doni.
"Kenapa Nina? Ada yang salah?" Doni masih tidak mengerti dengan ekspresi wajah Nina yang seperti ini.
"Kenapa malam ini kamu pulang, Doni? Kenapa kamu tidak bertemu Dian dan check in di hotel lagi? Rumahmu jauh dari kantor, kan? Terlalu capek pulang ke rumah bukan?" Nina langsung menembak Doni dengan pertanyaan yang sudah jelas tidak bisa Doni jawab.
Wajah Doni terlihat kaku. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Nina tahu kejadian malam itu pada saat hujan lebat.
"Dian bukan siapa-siapa aku." Doni masih ingin memberikan alasan pada Nina.
"Kalau bukan siapa-siapa, kenapa kamu antar dia pulang sampai rumahnya? Kamu suka?" Nina menantang Doni lebih dalam. Sudah lelah ia melihat Doni yang merasa tidak bersalah dengan keadaan seperti ini.
Doni memeluk Nina. Ia ingin permohonan maaf dari Nina. Tapi Doni tidak mengatakannya. Nina merasa kesal dengan apa yang Doni lakukan. Sentuhannya tidak membuatnya merasa istimewa lagi. Ia merasa Doni sudah tidak ada dihatinya lagi.
"Aku khilaf. Aku nggak tahu kalau akan terjadi seperti ini."
Nina merasa hatinya ingin meledak. Tahu apa Doni masalah seperti ini? Nina sedang hamil. Dan apapun yang Nina pikirkan bisa memengaruhi kehamilannya. Tidakkah Doni sedikit gila untuk mengatakan khilaf seperti ini?
"Aku capek. Mau istirahat dan tidur." kata Nina melepas tangan Doni. Tidak ada pertanyaan Nina tentang apa yang akan Doni makan. Doni tidak berkata banyak. Ia bersiap dengan kemarahan Nina malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Hesti Sulistianingrum
kebetulan disamping ad batu nih.. boleh ga buat nimpuk si Doni?? 🙄
2021-03-21
0