Testpack

Nina melihat testpack yang sudah ia lakukan sejak subuh tadi. Ia melihat berulang-ulang tidak percaya. Ulasan senyum di wajahnya menggambarkan dengan jelas bahwa ia positif hamil. Garis dua yang ia lihat, membuat hatinya semakin berbunga. Matanya bersinar terang dan ia menutup mulutnya. Ia tidak bisa mengontrol dirinya dengan kebahagiaan ini.

Dielus perutnya. Entah mengapa semangatnya kembali membara. Mungkin karena ia tahu akan ada seorang malaikat kecil yang akan mengisi hari-harinya mulai saat ini.

Dilihatnya Doni masih tertidur. Ia akan membangunkannya lima belas menit lagi. Semenjak Doni berkata begitu kemarin, entah kenapa, hatinya merasa pedih. Belum merasa baikan hingga saat ini. Ia merasa gelisah dengan hari-hari pernikahan berikutnya. Bisakah Doni menyayangi calon jabang bayi dari dalam perutnya dan tidak merespon wanita-wanita itu lagi?

Keraguan menyelimuti hati Nina. Hingga akhirnya lima belas menit berlalu dan Nina masih tetap diam dengan kehamilannya. Ia membangunkan Doni seperti biasa, menyuruhnya mandi dan sarapan.

*****

"Jadi kamu positif?" tanya Karina dengan wajah yang sumringah. Mereka bertemu di downtown, tempat diluar ruangan dengan angin sepoi-sepoi yang sejuk.

"Iya, aku merasa hatiku berbeda. Aku merasa bahagia dan aku akan berhati-hati mulai saat ini." jawab Nina dengan senyum mengembang diwajahnya.

"Lalu, bagaimana Doni? Apa dia sudah tahu?" tanya Karina.

"Entahlah. Semenjak perkataannya yang kudengar sejak kemarin, selalu saja menyakiti hatiku. Aku jadi malas memberitahunya." jawab Nina mengalihkan pandangannya.

"Kalau kamu malas memberitahunya, kamu kirim pesan saja. Yang penting kamu memberitahu. Dan kamu masih berusaha menghargai dia." saran Karina menyodorkan ponsel Nina agar segera memberi kabar pada Doni.

Nina menghela napas panjang.

"Baiklah. Aku akan kirim pesan. Semoga saja dia mengharapkan keturunan juga." jawab Nina.

"Huss!"

*****

Doni masih berkutat dengan pekerjaannya di kantor. Sesekali ia juga meregangkan tubuhnya karena merasa lelah. Ponselnya berbunyi, ada pesan masuk. Diceknya ponsel miliknya dan ada pesan dari Nina.

Aku sudah testpack hari ini. Dan hasilnya positif :)

Doni tersenyum membaca pesan teks dari Nina. Hatinya merasakan kebahagiaan. Akhirnya Nina hamil. Ia sangat bahagia mendapat pesan dari Nina.

Alhamdulillah. Jangan capek-capek ya. Istirahat.

Balas Doni mengirimkan pesan itu. Ia segera meletakkan ponselnya dan semangat untuk bekerja kembali terisi seperti daya baterai.

Tek.

Meri kembali meletakkan kotak makanan di meja kerja Doni. Doni menatap Meri yang tersenyum dengan sangat cantik.

"Apa ini?" tanya Doni.

"Makan siang. Kamu pasti nggak bawa bekal lagi kan?" tanya Meri dengan wajah yang tersenyum cantik pada Doni.

Doni menghela napas dan menyandarkan badannya di kursi kerjanya.

"Sampai kapan kamu mau membawakan aku makanan seperti ini?" tanya Doni.

"Sampai kamu mau menerima aku." jawab Meri terdengar santai.

"Aku nggak bisa, Meri. Nina hamil dan aku bahagia mendengar kabar bahwa dia hamil." jawab Doni.

"Aku juga bisa hamil." kata Meri terdengar sengit di telinga Doni.

"Hentikan, Meri. Usahamu ini sia-sia." jawab Doni.

"Doni. Kamu pikir aku tidak tahu siapa kamu? Kamu itu dari keluarga broken home. Satu kasih sayang dari seorang wanita lain akan membuat kamu merasa diatas awan meskipun kamu sudah punya istri. Kamu merasa ada seseorang yang bisa memperhatikan kamu selain Nina. Aku pastikan, kalau Nina tidak hamil, sebentar lagi kamu jatuh ke pelukanku. Tapi, baiklah. Kali ini aku akan kembali memahami, Nina sedang hamil. Kamu sedang bahagia. Tapi ketika Nina sudah hamil besar dan sibuk dengan perubahan yang ada ditubuhnya, aku pastikan jiwa kamu yang haus akan kasih sayang akan kembali muncul." kata Meri menatap Doni dengan dalam.

Doni hanya mendengarkan ucapan Meri. Tidak sepenuhnya salah. Meri benarnya. Doni berasal dari keluarga broken home, dimana orangtuanya selalu mengutamakan kakaknya dibanding dirinya. Tapi Doni tidak ingin termakan dengan ucapan Meri yang bisa saja membuat pikirannya terganggu.

"Terima kasih atas perhatian kamu, Meri." jawab Doni dengan senyum. Meri tidak berkata apa-apa lagi. Ia segera meninggalkan meja kerja Doni. Tanpa ada pikiran apapun, Doni melanjutkan pekerjaannya lagi.

****

Nina mendengar suara motor Doni yang baru saja sampai di depan pintu kontrakannya. Baru saja nasi matang. Dan tumben-tumbennya Doni menyuruhnya agar tidak masak hari ini. Apakah karena tahu Nina hamil?

Nina mencoba menghapus perasaan sakitnya dengan perkataan Doni. Ia melihat Doni membawa sesuatu di tangan kirinya.

"Yuk, kita langsung makan." kata Doni memberikan bungkusan itu pada Nina.

"Tumben kamu jajan. Biasanya nggak mau." kata Nina memindahkan sate ayam yang ada di kertas ke atas piring.

"Ya, nggak apa-apa, lagi mau aja. Lagipula itu kan sate yang dulu biasa kita makan." jawab Doni.

Deg.

Ternyata Nina masih ingat dengan makanan favorit mereka saat pacaran dulu. Mungkin memang benar, bahwa perkataan Doni kemarin hanyalah sementara. Nina mencoba memaafkannya walau tidak ada satupun perkataan maaf dan menyesal dari Doni. Nina berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi.

Nina menyiapkan nasi dan makan sate bareng suaminya, Doni. Nina berharap kebahagiaan kecil ini, tidak pernah sirna.

"Bagaimana Meri?" Nina mencoba membuka pembicaraan, sekaligus ingin tahu apakah dia masih berhubungan dengan Meri atau tidak.

"Nggak gimana-gimana." jawab Doni masih fokus dengan makanannya.

"Nggak gimana-gimana apa maksudnya?" Nina masih belum jelas dengan jawaban Doni.

"Ya dia kerja kayak biasa. Aku juga kerja. Begitu aja." jawab Doni terdengar santai.

"Kalian nggak makan bareng? Atau saling tanya pekerjaan?" Nina berusaha menstabilkan emosinya. Ia tidak ingin terdengar cemburu dimata Doni.

"Ya, tanya. Tapi kan cuma sebatas pekerjaan."

"Terus, gimana yang dia suka telpon-telpon dan kirim pesan itu?" Nina masih ingin mendapat penjelasan dari Doni.

"Aku nggak ada apa-apa kok sama dia. Lagipula sekarang mana? Dia nggak telpon lagi kan?" tanya Doni.

Nina diam saja. Karena memang benar sudah tidak ada telpon dari Meri lagi. Nina menganggap kalau Doni sudah memperingatinya agar tidak menganggunya lagi.

"Yaudah kalau begitu." jawab Nina. Ia melahap kembali sate yang dibelikan Doni. Ia mencoba berpikir positif dan tidak berburuk sangka pada Doni.

"Besok-besok bawa makanan lagi dong." kata Nina mengalihkan pembicaraan.

"Iya, boleh. Tapi jangan sering-sering ya. Sesekali nggak apa-apa." sahut Doni.

"Oke deh." Nina tersenyum melihat sikap Donu hari ini. Tidak membuatnya jengkel dan hatinya merasa bahagia. Nina berharap, kedepannya, Doni bisa seperti ini terus agar pernikahannya bahagia.

Sebenarnya, Doni tidak sepenuhnya buruk dimata Nina. Hanya saja beberapa sifat Doni yang terkadang membuat mental Nina sedikit merasa down. Setelah menikah, Doni langsung mengajak Nina keluar dari rumah orangtua Nina. Sebenarnya sedikit jengkel, karena perjanjiannya tiga hari setelah menikah, baru mereka akan pindah ke kontrakkannya. Tapi, baru semalam saja, Doni sudah minta keluar dari rumah orang tua Nina.

*Sebelum menikah...

Selalu ada perdebatan antara orang tua dan anak mengenai calon pasangannya. Apalagi, Doni termasuk anak rantau dari luar kota yang jarang sekali ditemui Nina. Belum tentu sebulan sekali mereka bisa bertemu.

"Kenapa kamu harus sama dia?" tanya Mama terdengar kecewa.

"Dia baik, Ma. Dia juga dewasa."

"Kamu tahu darimana dia baik? Ketemu seminggu sekali juga engga." Mama masih berusaha membuka pikiran Nina agar bisa menerima apa yang Mama ucapkan.

"Memang kenapa, Ma? Mama nggak suka sama Doni?" tanya Nina mulai sedikit kesal dengan apa yang Mama bicarakan. Iya. Pada saat itu, Nina dibutakan cinta oleh Doni. Ia ingin sekali menikah dengan Doni karena tidak ingin lagi berpisah dengan jarak antar kota.

Doni akan melamarnya dan Mama semakin kacau. Pikirannya semakin takut, putri kecilnya akan menikah dengan orang yang jauh yang tidak terlalu dikenalnya. Hati Mama sedih. Sakit. Dan entah apa yang harus diucapkan lagi. Nina tidak mau menerima nasehat dari Mama. Ia sudah terlalu cinta dengan Donu yang ia pikir bisa membuatnya bahagia. Tapi ternyata, Nina memang benar-benar buta. Rasa sakit hatinya dulu meninggalkan pacarnya, tidak ingin terulang. Ia berusaha mempertahankannya apapun yang terjadi.

Tapi sayang. Nina benar-benar malang. Ia belum tahu seperti apa kejamnya dunia ketika ia pijaki. Usianya baru diawal dua puluhan ketika ia memutuskan menerima lamaran Doni. Itu berarti, Nina sudah harus siap membuang masa mudanya dengan hanya hidup bersama seorang lelaki.

Merelakan mimpi dan harapannya menjadi anak kuliah hingga mengenakan topi toga disaat wisuda. Mama menyayangkan, mengapa Nina berani mengambil resiki seperti ini. Pikiran Mama berkecamuk. Ia merasa menyesal karena dulu menentang habis-habisan hubungannya dengan Rico.

Seharusnya, Mama setujui saja hubungannya dengan Rico. Paling tidak, Rico sudah sangat tulus. Baik. Dan Mama bisa setiap hari melihat Rico bolak-balik ke rumahnya. Sedangkan Doni? Siapa Doni ini? Bagaimana keluarganya? Bagaimana kesehariannya? Mama tidak tahu. Mama hanya bisa menangis menyesali putrinya yang dibutakan cinta oleh lelaki entah darimana berasal.

Nina mengambil tasnya dan berpamitan pada Mama.

"Kamu mau kemana?" tanya Mama.

"Mau jemput Doni, Ma." jawab Nina santai.

"Jemput dimana?" Mama sudah mulai khawatir lagi.

"Ke stasiun. Doni hari ini mau datang ke Jakarta."

"Apa dia nggak bisa naik angkutan umum? Bis? Kenapa kamu harus jemput dia?"

"Dia kan dari luar kota. Nggak tahu jalan Jakarta." Nina berusaha memberikan penjelasan agar Mama bisa mengerti.

"Dia laki-laki. Kalau dia cinta sama kamu, dia bisa kok, tanya kesana kesini. Dan datang demi cintanya. Masa iya kamu jemput dia? Harga diri kamu sebagai perempuan dimana?"

Akhirnya Nina mengalah. Ia tidak jadi menjemput Doni. Doni merasa kesal Nina tidak bisa menjemputnya. Nina memberikan beberapa alasan karena tidak bisa menjemput Doni.

Ya. Sejak awal Mama sudah tidak setuju. Nina sudah tahu. Tapi Nina akan terus berusaha meyakinkan bahwa pilihannya tepat. Tidaklah salah. Tapi, Nina lupa satu hal. Ibu tetaplah Ibu. Bagaimanapun anaknya, kondisinya, sikapnya, Ibu akan tetap menyayangi Nina walau sudah menyakiti hatinya*.

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

hmmm...

2022-02-05

0

Hesti Sulistianingrum

Hesti Sulistianingrum

hei Meri... udah ga ada stok laki-laki lg apa di dunia ini???? 😒

2021-03-21

0

🌸Momy Kece🌸

🌸Momy Kece🌸

mampir lagi dah

2020-06-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!