Try To Relax

Doni seperti orang kikuk. Ia tidak tahu bagaimana caranya agar hati istrinya terlihat seperti kemarin lagi. Sedikit banyak, ia mengakui kesalahannya. Tetapi ia tidak tahu bagaimana menunjukkan sikap rasa bersalahnya pada Nina.

"Yuk, aku antar." kata Doni.

Jujur saja, Nina terkejut dengan apa yang Doni katakan. Ia hampir tidak mempercayai pendengarannya. Jelas sekali dari nada Doni bahwa tidak ada penyesalan sedikitpun.

"Kamu sudah telat kan? Berangkat saja dulu. Aku bisa naik ojek." Nina mencoba menolak tawaran Doni untuk berangkat kerja bareng.

"Kita kan satu arah. Jadi nggak usah naik ojek. Ayo naik." Doni sedikit memaksa Nina agar tetap naik ke motor dan berangkat bersamanya. Hati Nina mencelos.

Seperti inikah caramu memperlakukan aku setelah kamu berbuat salah, Doni? Salahmu bukanlah hal sepele. Tapi kamu menganggap semua itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, batin Nina. Hatinya kembali terluka.

Sepanjang perjalanan Doni mencoba mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol Nina. Tapi tanggapan Nina datar. Antusiasme Nina terhadap Doni semakin memudar. Belum sembuh hatinya, sudah ditambah luka baru oleh Doni. Haruskah aku menjalani kehidupan sebagai seorang istri seperti ini? batin Nina.

Ia kehilangan sosok Doni yang perhatian dan romantis. Apalagi di kehamilannya sekarang, Nina ingin sekali dimanja dan diperhatikan. Tapi semua itu hanyalah impian wanita yang beruntung dengan lelaki yang setia dan tidak mampu berkhianat ketika istrinya sedang dalam keadaan hamil.

*****

Sesampainya di kantor, Nina langsung menekan tombol lift. Ia menunggu sebentar sampai pintu lift terbuka.

"Kamu sudah mendingan?" tanya Fabio yang tiba-tiba muncul disebelah Nina, membuat Nina sedikit terkejut.

"Sudah kok. Sudah mendingan." jawab Nina.

"Semoga nggak kenapa-kenapa lagi ya hari ini." kata Fabio yang kemudian menunjuk pintu lift yang sudah terbuka. Entah bagaimana ia harus menjawab Fabio. Nina hanya diam dan ikut masuk ke dalam lift.

"Ini sarapan. Siapa tahu kamu belum sempat sarapan." kata Fabio menyodorkan sebungkus plastik berisi susu dan juga roti.

"Nggak usah, Fabio. Terima kasih." kata Nina menolak.

"Jangan pikirin kamu. Tapi pikirin anak kamu." ucap Fabio. Nina tidak menolaknya lagi. Ia menerima bungkusan itu dan mengulas senyum di wajahnya.

"Makasih, ya." ucap Nina. Fabio tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi. Kemudian ia keluar di lantai yang berbeda dengan Nina.

Nina merasa sedikit pusing karena harus memikirkan Doni dan juga pekerjaannya. Tapi bagaimanapun ia harus menyingkirkan egonya memikirkan Doni yang membuat hatinya terasa sesak. Ia berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Sementara itu Doni seperti kehilangan cahayanya. Nina yang selama ini menyambutnya dengan hangat, kini tidak lagi. Wajahnya berubah gelap. Dan sama sekali tidak ada senyum menghiasi wajahnya.

"Kamu baik-baik aja, Doni? Kok murung gitu?" tanya Meri ketika berjalan melewati mejanya.

Doni langsung bersikap seolah-olah tidak ada apapun.

"Aku nggak apa-apa kok." jawab Doni.

"Apa istrimu hari ini nggak bawain bekal lagi? Atau malah kamu belum sarapan?" tanya Meri menebak-nebak.

"Jangan sok tahu."

"Kalau gitu nanti kita makan siang bareng aja yuk. Aku udah nemuin tempat yang enak buat makan lho." kata Meri dengan antusias.

"Kamu makanlah dengan teman-temanmu. Ngapain ajak aku?" jawab Doni.

"Biar seru, Doni. Ngapain kamu makan sendiri terus." kata Meri masih berusaha membujuk Doni.

"Aku bisa makan bareng yang lain. Aku mau kerja. Kamu pergi dulu bisa kan?" Doni sudah mulai jengah dengan ucapan Meri. Kemudian Meri berlalu dari meja kerja Doni. Seperti tidak terjadi apa-apa. Meri sudah biasa mengalami penolakan dari Doni.

*****

"Kar.." sapa Nina di telpon. Ia merasa tidak sanggup lagi menanggung beban dihatinya sendiri.

"Are you okay, Nina?" tanya Karina yang mendengar suara lesu dari Nina.

"Iya, nggak apa-apa kok." jawab Nina menahan pilu dihatinya.

"Kamu dimana sekarang? Aku di deket daerah rumahmu, habis meeting." jawab Karina.

"Aku masih di kantor. Belum pulang."

"Aku kesana. Tunggu aku ya."

Nina duduk di bangku lobby menunggu Karina datang. Hatinya berkecamuk dan gelisah. Apakah ini benar? Apakah benar ia harus menceritakannya pada Karina?

"Nina. Kamu kenapa?" tanya Karina begitu melihat Nina yang murung. Nina menengadahkan kepalanya dan melihat Karina yang baru datang.

"Kamu nggak apa-apa kan? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Karina memastikan kondisi Nina.

Tidak diduga. Nina memeluk Karina dan air matanya mengalir.

"Doni bertemu wanita lain dan mereka check in di hotel, Kar.." kata Nina getir.

Karina terkejut dengan apa yang Nina katakan.

"Apa?" Karina merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Iya. Aku mau melepas beban dihatiku aja, Kar. Aku nggak ada maksud apa-apa. Aku capek nanggung beban sendirian." kata Nina. Karina tidak tahan melihat air mata yang keluar dari mata Nina. Air mata kesedihan yang Nina keluarkam adalah air mata perih yang selama ini ia pendam. Karina tahu betul akan hal itu.

"Aku nggak bisa berkata banyak, Nina. Aku nggak bisa ikut campur dalam urusan kamu. Aku cuma minta kamu lebih dekatkan diri kamu sama Tuhan. Karena kalau Doni lagi nggak bisa jadi tempat kamu bersandar, masih ada Tuhan yang mau dengar keluh kesah kamu." kata Karina mengelus rambut Nina.

"Iya, Karina. Aku cuma mau berbagi cerita aja. Aku mau nangis sebentar. Tapi aku terlalu berat nanggung beban ini sendiri." sahut Nina.

Karina mengangguk mengerti dengan apa yang Nina katakan.

"Kita makan yuk. Kamu pasti belum makan. Kasihan janin kamu, kalau kamu tertekan." Karina menuntun Nina untuk bangun dari duduknya dan mengajaknya ke tempat makan terdekat disana.

Tapi, Nina sedang hamil. Beberapa tempat makan disana tidak menggugah seleranya. Ia merasa sedikit mual melihatnya.

Akhirnya Nina masuk ke mobil Karina dan menuju tempat makan yang diinginkan Nina.

"Thank you, ya, Kar. Udah nemenin aku. Aku nggak tahu harus gimana mengatasi beban dihatiku kalau aku nggak telpon kamu." kata Nina di salah satu tempat makan nasi goreng. Nina sudah lama ingin makan nasi goreng.

"Anytime, Nina. Tapi kamu tahu kan aku pasti nggak bisa bantu banyak. Aku cuma bisa jadi pendengarmu aja. Aku nggak bisa kasih saran apa-apa. Karena kalian sudah berumah tangga." kata Karina.

"Iya, nggak apa-apa kok, Kar. Kamu udah bisa dengar aku cerita, aku juga udah bersyukur." jawab Nina mengulas senyum di wajahnya.

"Aku antar kamu pulang ya. Semoga habis ini kamu bisa cepat baikan lagi sama Doni." kata Karina menggandeng tangan Nina. Karina mengantarnya sampai depan rumah Nina.

Terpopuler

Comments

Riyuu Way

Riyuu Way

Ceklist Favorit ini mah

2020-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!