10 | Leftlovers

AXEL tahu Dewi meliriknya heran ketika tiba di kantor pagi ini. Belum banyak yang datang. Seperti biasa, kantor pukul setengah 8 pagi adalah milik pegawai yang masa kerjanya di bawah lima tahun. Baru ia, Dewi, Heri, Bambang, Eti, Lina, dan Ferdian yang datang. Di luar terdengar sayup suara Pak Andi yang mengobrol dengan seseorang. Baru datang.

Dewi menghampiri kubusnya. "Eh, bukannya lo cuti, ya?"

"Gak jadi," jawab Axel acuh tak acuh, "mau nge-proofread layout 'Running Away'."

"Tapi kan tetep aja pengurangan hari kerja mah udah diproses HRD?"

Kali ini, Axel mengangkat wajah. Seringai lebar terulas ketika ia menatap Dewi seolah ucapan itu omong kosong. "Tenang, Dew. Udah diproses ulang sama Mbak Puji. Denda 100-200 mah it's okay lah."

Akhirnya, Dewi mengangguk mengerti. Masih dengan jaket yang melekat di tubuhnya---karena ia baru tiba juga dan langsung ke meja Axel---Dewi duduk di kursi Berto. Pertanyaan Dewi selanjutnya sudah diduga Axel.

Terus ngapain---

"... cuti kalau di-cancel?"

"Urusan di Bandung udah beres." Lagi, nada acuh tak acuh diperdengarkannya.

Namun, sebelum sempat Dewi menyahut lagi, seseorang sudah lewat di dekat mereka. Langsung melangkah masuk ke ruang redaksi. Mengenakan stelan santai---jeans dan hoodie, membawa tas punggung dan goodie bag. Axel dan Dewi sama-sama melirik ke arah sana.

Dari tempat mereka sekarang, dari tempat Axel, yang terlihat dari ruangan bertirai putih jarang-jarang itu adalah Andah yang langsung memulai harinya di hadapan laptop. Ia menyalakan AC ruangannya dulu dan melepas hoodie sebelum mulai zoomeeting dengan seseorang. Ternyata ada kemeja biru yang rapi di balik jaketnya.

"Gila, pagi-pagi udah meeting aja." Dewi tak habis pikir. "Apa, ya, kira-kira? Kerja sama baru?"

Axel menoleh, tertarik dengan dugaan itu. Dari pekerjaan sampingannya sebagai editor juga, banyak penerbit yang mulai menaken kontrak dengan platform baca-tulis online. Seingatnya, setahunya, kalau memang yang di dalam itu adalah pertemuan virtual untuk kontrak kerja sama, Drupadi Books akan jadi penerbit mayor pertama yang bekerja sama dengan platform literasi digital.

"Berharap aja." Axel mendoakan hal yang sama--tapi di saat yang bersamaan, ia terpikir sesuatu. "Tapi, don't you think itu terlalu serakah? Kita bisa aja nerbitin naskah yang pembacanya udah jutaan. Gak usah bangun kerja sama."

Dewi terkekeh, tak sangka Axel akan menanggapi gumamannya dengan serius. "Betul juga. Tapi siapa tau? Seandainya itu yang terjadi di dalam, lo mau ingetin hal yang sama ke Mbak Andah?"

Axel mengangkat bahu, tapi di saat yang sama ekspresinya mengiyakan pertanyaan Dewi. "Senior yang baik kan yang kasih kesempatan ke adik-adiknya."

"Ouch."

Mereka berdua tertawa, inside jokes itu berhasil menghibur mereka di hari yang mendung ini.

Pak Andi masuk ke ruangan editor. Seperti biasa, dia membawa dagangannya plus sarapan pagi untuk seisi departemen publishing. Axel dan Dewi mendekati meja besar di belakang mereka. Pak Andi menggelar dagangannya. Lontong, gorengan, dan satu tupperware berisi sambal kacang. Jajanan pasar pun ia keluarkan, mengisi salah satu laci di rak arsip. Itulah warung sederhana Pak Andi di kantor ini.

Kalau ditanya apa penerbit ini punya kantin, ya mereka punya. Namun, tampaknya setiap hari kantin itu hanya dipenuhi oleh pegawai percetakan, HRD, dan para kaum non mageran. Editor dan layouter, apalagi kalau sedang dikejar deadline, mana sempat mereka ke kantin yang letaknya di lantai dasar---sementara lantai mereka justru di lantai empat? Jadi, Pak Andi meminta izin pada Andah untuk membuka warung saja di sini. Lumayan, jajanan ini bisa jadi pengganjal perut.

Eti dan Ferdian, editor kumcer dan antologi puisi itu mendekati meja yang sama, tinggalah orang-orang di ruang layouter yang belum disapa dagangan Pak Andi.

"Hoi! Sarapan dulu, ayo!" Pak Andi memanggil Heri, Bambang si descov, dan Lina yang layouter juga. Satu persatu berdatangan ke meja besar itu. Meja bundar di tengah ruangan editor tempat mereka mengobrol.

Axel mengambil dua bakwan dan satu lontong, kemudian ia membaluri makanan itu dengan sambal kacang, dimakan saja pakai tangan. Sementara itu Dewi mengambil dua lontong, langsung duduk di kursi Berto kembali setelah membayar jajanannya. Yang lainnya beragam. Ada yang membeli bakwan satu saja, tapi mengambil nabati 5 batang. Ada yang langsung menyerbu popcorn 1000-an, dan apa pula yang langsung menyeduh kopi renceng bawaan Pak Andi.

Orang yang melakukan hal terakhir itu adalah Andah. Pak Andi mendongak, tersenyum pada ibu bosnya. "Pagi, Ibu."

"Pagi, Pak Andi." Andah menggunting bungkus kopi itu, langsung menuangnya ke gelas miliknya. Melirik dagangan lontong Pak Andi, ia terkekeh, takjub. "Udah habis aja tuh, Pak. Laris manis pagi-pagi."

"Iya, Bu." Pak Andi tersenyum lebar.

Ferdian menyahut, "Atau kurang, Pak, maksud ibu. Jadi pada kehabisan terus."

Seisi meja tertawa, Andah pun demikian saat meletakan sejumlah uang seharga kopi satu sachet ke laci itu. "Makanya, kamu ke rumah saya pagi-pagi, bantuin istri masak!"

Eti menyela, "Tapi emang mending gini sih, Pak. Daripada bikin banyak gak habis?"

Serentak Pak Andi menunjukan tampang setujunya. "Itu dia."

"Axel," Andah memanggilnya tiba-tiba, "ke ruangan saya sekarang."

Segera, Axel menyelesaikan makannya dan mencuci tangan di kamar mandi ruang editor. Andah tidak menungguinya, ia masuk duluan. Tatapan-tatapan penasaranlah yang menyatroninya hingga masuk ke ruangan Andah.

Pintu ruangan Andah kembali ditutup setelah Axel masuk.

"Kenapa, Mbak?"

"ISBN 'Running Away' sudah saya buat," kata Andah serius. Dalam hati, Axel nyaris tak percaya. Ini bahkan belum masuk jam kerja.

"....sudah dioper ke layouter juga. Saya minta ke Bani hari ini jadi jam 9. Kamu nanti tolong kontrol aja semua prosesnya, tata letak dan kovernya jangan sampai punya makna yang kocar-kacir dari isi ceritanya. Bahaya."

"Baik, Mbak." Axel mengangguk menyanggupi. Andah menyerahkan selembar kertas padanya.

"Itu checklist proofread-nya." Ia memperjelas maksud dan isi kertas itu. "Sambil menunggu, event 'Drupadi Writing Challenge' kan baru selesai kemarin. Nanti kamu bareng Eti dan Ferdi tolong seleksi naskahnya, ya. Ada 567 yang tersaring sistem."

567 ... Axel meneguk saliva. Itu naskah yang banyak. "Ada dari penulis famous, gak, Mbak?"

"Kalo penulis famous dari mayor juga, enggak. Mereka kebanyakan indie, tapi emang track record-nya bagus. Prosedur seleksinya kayak biasa. Kalau pusing baca dari komputer, print aja dulu."

Axel mengangguk sekali, mengiyakan perintah langsung itu. Namun, baru saja ia hendak pamit, Andah kembali menghentikan niatannya dengan ....

"Gimana kemarin Bandung? Saya lihat di story, kamu reunian?"

Axel tersenyum sungkan, teringat kebersamaannya dengan Diana di balik foto yang dilihat Andah itu. "Iya, sama temen kuliah."

"Dua-duanya?"

"H-hm." Axel mengangguk polos.

"Semoga cukup terobati kangennya sehari kemarin, ya."

Axel terkekeh, mengangguk lagi. Namun, tiba-tiba saja ia merasa tak sopan ketika tidak melakukan ramah tamah yang sama pada Andah.

"How's your weekend anyway, Mbak?"

"Good," Andah melirik Axel dalam senyumannya, "lebih baik."

"Syukurlah."

"Oh ya," Andah teringat sesuatu, "lusa kan peluncuran bukunya Hastari. Kamu kan editor naskahnya? Minat jadi host nggak? Tempatnya di Gramedia Matraman."

Mendengarnya, Axel mengulum senyum. Ia senang. Kembali, tugasnya untuk seminggu ini bertambah lagi. Bertambah pula alasannya untuk benar-benar melupakan dan merelakan Dee setelah pertemuan mereka kemarin.

Pertemuan mendadak mereka dengan Gery di Tegalegalah yang membuat Axel pulang lebih awal.

Usai menyatakan penolakannya terhadap bujukan Axel, dan keyakinannya terhadap usaha mempertahankan rumah tangganya bersama Gery, Diana ditelepon Gery. Ia jujur, sedang lari pagi bersama Axel. Gery menyuruh mereka menunggu di sana.

Awalnya, Axel meragu pertemuan mereka akan berjalan tanpa keributan. Terakhir kali Gery mengacak-acak rumahnya, ingat?

Gery sungguhan datang ke sana, setengah jam kemudian ia tiba di Tegalega. Kalimat pertama yang ia ucapkan ketika melihat Axel ialah, "Maaf, ya, soal kemarin, Sel."

Melihat Gery yang langsung merangkul Diana dan sebaliknya, Axel mulai mengamati raut wajah mereka. Lamat-lamat. Jangan sampai satu jengkal keanehan terlewat. Diam-diam Axel berencana menarik Dee dengan cepat jika Gery bersikap mencurigakan.

"I was ... pfft...." Gery seolah menertawakan kebodohannya sendiri. "Bodoh. Gue bodoh banget memang kemarin, terpancing emosi sampai segitunya."

"Sisi mana yang lagi bicara sama gue sekarang?"

Axel tak peduli bila Diana memandangnya aneh. Menurutnya pertanyaan semacam itu memang harus ditanyakan ketika Gery baik-baik saja.

Menjawabnya, Gery mencibir pertanyaan itu. Sorot matanya seperti Gery delapan tahun lalu, yang ia kenal di bangku kuliah. Gery yang Axel setujui untuk bersanding dengan Diana. "Yang baik. Sisi yang sama dengan yang melamar Diana di depan lo."

"Ini bukan mau memanipulasi perasaan gue, kan?" tanya Axel penuh curiga.

"Kalau yang itu, iya. Waktu itu emang gue mau bikin lo cemburu. Tapi kalau yang ini, murni permintaan maaf."

Axel menoleh pada Diana, masih ragu akan sikap baik dan normal itu. "Boleh ... gue make sure?"

"Silakan." Gery yang menjawab.

"Do you love her?"

"Axel!" Pertanyaan yang kelewat personal itu membuat Diana memelototinya. "Nanyanya aneh, deh."

"It's okay." Gery menepuk lengan Dee, lantas menoleh pada Axel kembali. "Ya, i do. Kenapa? So do you, right?"

Mengabaikan pertanyaan terakhir itu, Axel lanjut mencecar Gery, "Jadi kenapa lo sakitin dia?"

Gery dan Diana berpandangan. Kemudian, "Pesan makanan sana." Gery menunjuk kedai ketupat sayur tak jauh dari mereka. "Biar aku yakinkan Axel dulu."

"Oke." Diana akhirnya mengangguk, menuju ke kedai itu duluan.

Sekarang tinggalah dirinya dan Gery. Axel bersikap menunggu.

"Kenapa?" Gery memulai jawabannya. "Dee pernah cerita I was a victim, kan?"

"Ya."

"Gue terlahir sebagai anak yang kurang beruntung. Kecil sakit-sakitan, keluarga broken home, korban pelecehan pula.... Coba pikir ... siapa yang nggak terguncang jiwanya melalui semua itu?"

Duduk di sisinya, Gery melempar pandang pada Dee yang tengah memesan ketupat sayur untuk mereka bertiga. Tatapannya sama seperti sorot mata penuh kasih di Sumba kemarin. Axel sedikit terenyuh melihatnya.

"Dan tiba-tiba gue dapatkan perempuan itu, rasanya itulah nikmat terbesar yang dikasih Tuhan dalam hidup gue."

Axel jadi penasaran akan satu hal. "Gimana rasanya tau Dee dihamili orang lain karena ulah lo?"

Gery berdecak, getir. "At first, yang gue ingat adalah fun-nya malam itu. Tapi kemudian, pas kabar itu tiba dan gue sadar how i am---gak bisa ... menghamili, gue kalap. I lost my self, literaly. Marah berhari-hari ke Dee. Menyakiti dia. Ketika sadar, i regret it. Sangat."

"Bisa separah itu?" Axel bergumam tak menyangka. "Jadi bener-bener kayak menjadi orang lain? Begitu?"

"Iya." Gery mengangguk.

"Dan Dee menawarkan terapi, lagi, gimana kalo hal unexpected terjadi?"

"Dan pelakunya mereka...."

"Ya. Gimana?"

Kembali, pandangan Gery tertuju pada Diana. Senyumnya tipis saja mengembang di bibir tak berkumis itu.

"Then Dee akan bunuh gue dengan tangannya sendiri. Kami sudah sepakat." Kemudian, di sela kekagetan Axel, Gery menoleh padanya, "Apa yang lebih membahagiakan dari mati di tangan orang yang lo cintai?"

Kini, memikirkannya, Axel hanya terdiam. Namun ia tak membiarkan dirinya larut dalam rangkaian kejadian pengandaian kalau itu sampai terjadi.

Balik kanan ke mejanya, ia langsung menginstruksikan perintah Andah pada Ferdian dan Eti.

.

.

BERSAMBUNG .....

Episodes
1 PROLOG | TLMS
2 1 | New Dawn
3 2 | Ga(e)mbli(u)ng
4 3 | Location Unknown
5 4 | The Meeting
6 5 | Victim
7 6 | Hell on Earth
8 7 | Something in Between
9 8 | City of Light
10 9 | Home
11 10 | Leftlovers
12 11 | Leave Out All The Rest
13 12 | Reasons
14 13 | Protection? Custody!
15 14 | Night Changes
16 15 | Fix You
17 16 | Come Over
18 17 | Look Closely
19 18 | Mr. Sun
20 19 | Promises
21 20 | Alone
22 21 | Battle Day
23 22 | Thank You Notes
24 23 | Deep Talk
25 24 | Underwater
26 25 | Broken Vow
27 26 | Sides
28 27 | Precious
29 28 | Joy of Life
30 29 | Remember When
31 30 | Jar of Hearts
32 31 | Long Distance
33 32 | For The Last Time
34 33 | Hall of Fame
35 34 | CEO Daily Life
36 35 | Lost Stars
37 36 | Beautiful Side of Pain
38 37 | Good Girl Syndrom
39 38 | Fresh Start
40 39 | Acceptance
41 40 | Chaos Walking
42 41 | Missing
43 42 | Brothers
44 43 | Unlock The Key
45 44 | Cage
46 45 | Worst Night
47 46 | In The Meantime
48 47 | Liar
49 48 | Truth or Dare
50 49 | Dawn Together
51 50 | Visitors
52 51 | Mindless Mind
53 52 | Realizing
54 53 | Unrealistic Plan
55 54 | Day Of Honesty
56 55 : New Sight
57 56 : Unpredictable First Night
58 57 : In The Rain
59 58 : Fair Play
60 59 : Not Fair
61 60 : At My Worst
62 61 : Philophobia
63 62 : Wishlist
64 63 : Stupid Confession
65 64 : Unbreakable Decision
66 65 | Hopes
67 66 | Havana
68 67 | Boundaries
69 68 | Sorrow
70 69 | Be Open
71 70 | Not The Right Time
72 71 | The Court
73 72 | After Hours
74 73 | Family Meeting
75 74 | Lovely Conversation
76 75 | Plan
77 76 | Evindent Evindence
78 77 | The Truth
79 78 | Far
80 79 | Your Perfect
81 80 | Making New Memories (?)
82 81 | Tight
83 82 | Saviour
84 83 | Be Here
85 84 | Home Without You
86 85 | Memories
87 EPILOG | TLMS
88 EXTRA. 1 | Griefing
89 EXTRA. 2 | From Bajo With Love
90 EXTRA. 3 | Graduation Caps
Episodes

Updated 90 Episodes

1
PROLOG | TLMS
2
1 | New Dawn
3
2 | Ga(e)mbli(u)ng
4
3 | Location Unknown
5
4 | The Meeting
6
5 | Victim
7
6 | Hell on Earth
8
7 | Something in Between
9
8 | City of Light
10
9 | Home
11
10 | Leftlovers
12
11 | Leave Out All The Rest
13
12 | Reasons
14
13 | Protection? Custody!
15
14 | Night Changes
16
15 | Fix You
17
16 | Come Over
18
17 | Look Closely
19
18 | Mr. Sun
20
19 | Promises
21
20 | Alone
22
21 | Battle Day
23
22 | Thank You Notes
24
23 | Deep Talk
25
24 | Underwater
26
25 | Broken Vow
27
26 | Sides
28
27 | Precious
29
28 | Joy of Life
30
29 | Remember When
31
30 | Jar of Hearts
32
31 | Long Distance
33
32 | For The Last Time
34
33 | Hall of Fame
35
34 | CEO Daily Life
36
35 | Lost Stars
37
36 | Beautiful Side of Pain
38
37 | Good Girl Syndrom
39
38 | Fresh Start
40
39 | Acceptance
41
40 | Chaos Walking
42
41 | Missing
43
42 | Brothers
44
43 | Unlock The Key
45
44 | Cage
46
45 | Worst Night
47
46 | In The Meantime
48
47 | Liar
49
48 | Truth or Dare
50
49 | Dawn Together
51
50 | Visitors
52
51 | Mindless Mind
53
52 | Realizing
54
53 | Unrealistic Plan
55
54 | Day Of Honesty
56
55 : New Sight
57
56 : Unpredictable First Night
58
57 : In The Rain
59
58 : Fair Play
60
59 : Not Fair
61
60 : At My Worst
62
61 : Philophobia
63
62 : Wishlist
64
63 : Stupid Confession
65
64 : Unbreakable Decision
66
65 | Hopes
67
66 | Havana
68
67 | Boundaries
69
68 | Sorrow
70
69 | Be Open
71
70 | Not The Right Time
72
71 | The Court
73
72 | After Hours
74
73 | Family Meeting
75
74 | Lovely Conversation
76
75 | Plan
77
76 | Evindent Evindence
78
77 | The Truth
79
78 | Far
80
79 | Your Perfect
81
80 | Making New Memories (?)
82
81 | Tight
83
82 | Saviour
84
83 | Be Here
85
84 | Home Without You
86
85 | Memories
87
EPILOG | TLMS
88
EXTRA. 1 | Griefing
89
EXTRA. 2 | From Bajo With Love
90
EXTRA. 3 | Graduation Caps

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!