DI ANTARA keramaian itu, Axel mencari-cari Diana. Hendak membicarakan tentang Gery dan obrolan mereka semalam, tentunya.
Bukannya ia tidak terpikir mengontak Diana terlebih dahulu melalui telepon. Dengan perjumpaan mereka yang tinggal besok, kemungkinan Gery sudah tiba di Bajo mempersulit komunikasi jarak jauhnya. Axel hanya takut---meski entah bagaimana---Gery lewat di sekitarnya dan mendengar pembicaraan ini. Ia hanya tidak mau kelepasan berkata.
Hari beranjak siang. Dee ditemukan baru saja selesai naik salah satu kapal pinisi di lepas Pantai Pink. Perempuan itu dengan anggun melangkah turun, agak kesal raut wajahnya mendapati Axel justru menunggu di bawah.
"Halo, Pahlawan Kesiangan." Dee tersenyum, meledeknya. "Ke mana aja kamu? Kemarin perasaan semangat banget ngajakin aku self healing, ikut tur ke Pantai Pink, Pulau Komodo ...."
Axel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sori."
"It's okay." Dee menyentuh lengannya, menariknya menjauh dari dermaga. "Jadi, apa yang bikin kamu tau-tau check out?"
Kali ini, Axel mencondongkan tubuhnya pada Diana. Berbisik, "Gery."
Dee terdiam, agak lama. Keceriaannya serasa lenyap. Axel tak rela memandang perubahan ekspresi itu. "Besok lo ulang tahun, kan? Bodoh, ya, gue ... bisa-bisanya lupa."
Nyatanya yang menjadi fokus Dee bukanlah kalimat pengalihan perhatian itu. "Kamu ... kasih tau aku ada di sini?"
Mendengar nada berucap Dee yang terkesan syok, Axel tak lantas membawanya menjauh dari keramaian. Ia berjaga-jaga. Mereka tidak boleh terlihat berdua, atau Gery akan curiga.
"Gery tau dari pegawai distronya di sini." Sebelum Dee sempat membalas, Axel memutuskan menyelesaikan keterangannya terlebih dahulu. "Gue gak cerita apa pun ke dia. I swear. Cuma ... dia tau gue di Bajo karena suara ombak petang kemarin. Gue ceritalah, i'm on vacation. That's it."
Dee mulai panik. Namun, Axel tak membiarkan wanita itu kehilangan kewarasannya. Sugesti positif terus ia berikan.
"Tenang, Dee, tenang. Kelihatannya dia gak bakal bersikap macam-macam di hadapan orang yang gak tau dia seperti apa."
"Yah, tapi dia bakal tau kalau kamu tau soal itu, Axel! I told you everything!"
"Karena gue yang minta. Jadi gak papa. Gak ada masalah. I can keep the secrets."
"Emangnya ekspresi kamu bisa?"
Axel membisu untuk sesaat. Ia kehilangan fokus saat melihat ketakutan itu. Dee mengusap wajahnya, berkacak pinggang. "Dia minta kamu cari tau di mana aku menginap, iya?"
"Iya." Axel segera menambahkan. "Gue belum kasih tau dia. Dia minta kepastian siang ini."
Menjawabnya, Dee hanya menggeleng lemah. Kedua sorot itu lantas menatap Axel dengan penuh harap. "Please?"
"Oke." Ia dengan segera menyanggupi. "Tapi emangnya nggak akan ada yang curiga kalau di hari ulang tahun lo, kalian malah gak merayakannya barengan?"
Diana terdiam. Meskipun sangsi dengan apa yang dipikirkan wanita ini, Axel tahu Dee dapat berpikir melingkar. Yang dipertaruhkan dalam rumah tangganya bukan hanya Dee dan Gery, tetapi juga perasaan bahagia kedua orang tuanya.
"Gery udah mengiyakan gue bakal ada di surprise party lo besok. Kalau ada apa-apa, gue bisa bantu."
"Kapan dia datang kemari?"
"Sore ini."
"Gak langsung ke hotel, kan?"
Dengan tegas, Axel menggeleng. "Engga, tenang aja."
"Set up api unggun aja buat besok malam biar aku gak dibiarkan berdua sama Gery...."
Setelah mengatakan permintaan itu, Dee berlalu darinya. Bergabung bersama rombongan tur hari ini menuju destinasi selanjutnya.
Axel masih berdiri di pinggir pantai, memandang kepergian Dee dengan mengamati. Sorot matanya meragu, haruskah ia memberitahu Gery? Kenapa tak ia abaikan saja pria itu agar Dee dan dia bisa kembali seperti dulu?
Ponselnya bergetar, memotong pikiran piciknya. Sebuah panggilan masuk. Pucuk dicinta ulam tiba.
"Halo, Ger?"
"..."
"Ya, gue udah dapat info. Hotel Santika, kamar 211."
"..."
"Siap, siap. My pleasure."
Begitu panggilan diputus, Axel beranjak ke rencana berikutnya. Merencanakan acara api unggun dengan Theo dan Beny. Kebetulan mereka tak terlihat di rombongan tur hari ini. Mengurusi guest lain sepertinya.
...***...
Apa yang lebih aneh dari seseorang yang mengetahui acara kejutan ulang tahunnya?
Setelah memberitahu lokasi hotel Dee, Axel sendiri tidak mendapatkan instruksi apa pun lagi. Gery hanya memintanya untuk ikut hadir di sana, di kejutan ulang tahun yang akan digelar di ballroom hotel itu, pada tengah malam nanti. Dia diminta hadir sebagai tamu. Staf Gery yang akan membawa Dee dari kamarnya ke ballroom.
Mendengar rentetan rencana kejutan itu, Axel hanya bisa menahan dengkusannya agar tak jelas keluar. Baginya rencana Gery terdengar tak masuk akal. Siapa pula yang berminat menghadiri pesta ulang tahun tengah malam di ballroom hotel? Mungkinkah Gery merencanakan sesuatu yang ... gila?
Dan, waktu terus berlalu. Sekarang Axel sudah berpakaian rapi, berdiri bersama Gery dan beberapa staf hotel. Dalam ballroom sudah dihias dekorasi ulang tahun, ala-ala pesta tengah malam. Formal, sedikit misterius, tetapi anggun.
Tetap saja, bagi Axel, inilah salah satu bukti kecil kalau Gery memang tak senormal dulu.
Ruangan berpintu kaca ganda ini dibuka. Dee muncul dari sana dengan mata tertutup, dituntun oleh seorang perempuan yang sepertinya staf kepercayaan Gery.
Penutup mata dibuka. Diana mengerjap melihat ruangan yang ia pijaki. Wajahnya bingung, takjub. Tatapan pertama tertuju pada Gery.
Axel melirik orang yang sama. Tatap mata itu memperlihatkan tumpukan permintaan maaf dan penyesalan.
Lagu ulang tahun dinyanyikan secara akustik oleh trio yang disewa Gery. Sementara itu, kedua sejoli di tengah ruangan di antarkan untuk mendekat satu sama lain. Ketika mereka berhadapan, Gery berlutut.
"Happiest birthday for you, Dee." Pria itu mengambil tangan kanan Diana, menciumnya dengan lembut. "Maafin aku. I was so stupid.... I'm sorry. I'm really sorry, Dee."
Setelah kalimat itu berakhir, yang terbayang pada ingatan Axel ialah 'melted like a goddamn chocolate ice cream.'
Ia tahu kelanjutannya. Dee akan mengangguk, memeluk Gery, mengingkari ucapannya sendiri. Axel menghela napas.
"Kamu maafkan aku?"
Belum ada suara dari Dee. Namun, tipis aja, ia melihat kedua bahu itu bergetar. Raut wajah tegar Diana memudar, berganti takut sedikit saja. Axel iba melihatnya.
Dan, Dee mengangguk. "Ya... apology accepted."
Gery berdiri, lalu memeluknya. Dalam pelukan itu, isakan Diana semakin menjadi. Entah isakan bahagia atau takut, Axel enggan memikirkannya lebih jauh.
Dari kejauhan, kemudian pesta kecil-kecilan itu dimulai. Gery membimbing Dee make a wish, memotong kue, membuka kado, hingga sesi intimasi yang diisi dengan dansa. Satu yang Axel dapat pastikan pada pesta tengah malam ini: Gery berusaha bersikap normal.
Musik berakhir untuk sesi dansa Gery dengan Dee---tidak ada yang mencurigakan sejauh ini. Kemudian, Gery membawa Diana kepada ....
Dirinya. Axel dan Dee bersitatap.
"Dansa?"
"Gue ragu ini pesta ulang tahun."
Gery tertawa. "Ulang tahun yang ke-28, tepat 4 tahun juga Dee mengabdikan hidupnya dalam peran istri. Wajar dirayakan mirip dengan anniversary."
"Kayaknya lo doang yang kepikiran begini." Axel terkekeh, merasakan firasat baik dalam ramah tamah mereka hari ini setelah sekian tahun tak bersua.
Gery tertawa. "Bisa jadi." Kemudian, tangan kanan Diana diulurkan kepadanya. "So, dance?"
Axel berdiri, menyambut tangan itu dengan penuh rasa hormat. Ia menoleh pada Gery, "Thank you."
"Silakan."
Dan, mereka pun menuju ke tengah ballroom.
Kalimat pertama di antara mereka justru, "Dia ngancem aku."
Axel menghela napas. "Ngancem gimana?"
"Jangan berani-berani kabur lagi."
"Lo bakal balik ke Jakarta?"
"Memangnya apa lagi yang bisa aku lakuin, Sel?"
"Pagi nanti?"
"I don't know...."
Axel menahan mimik risinya untuk mencuat. "Jangan bilang i don't know, please. Buat semuanya jelas."
"Dia nggak kasih tau."
"Dan lo nggak boleh mengusulkan?"
Diana menggeleng. "Jadi, kurasa ini pertemuan terakhir kita."
Bayangan akan Diana yang menjadi gila atau bahkan bunuh diri mendadak menghantuinya. Axel gusar, tak rela perkataan itu jadi kenyataan; enggan merelakan bayangannya terwujud. Ia membatu di sela dansa, sementara Diana tetap melempar senyum saat seisi pesta kecil itu menatapnya bahagia.
Senyum palsu. Batin Axel menukas geram pada gestur "istri sah Gery Bramastya" yang ditunjukan Diana. Betapa hidup cinta pertamanya ini berubah penuh kepalsuan semenjak menikahi Gery....
"Dee," panggilnya kemudian. "Runaway with me?"
.
.
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
lady El
semangat,, saya suka,,,
2021-03-21
1