Penghuni Pohon Tua
Rumah yang ditempati Madi dan isterinya Aulia, adalah sebuah rumah mungil dan sederhana. Berhadapan dengan rumah, di seberang jalan terdapat sebuah pohon tua yang dianggap keramat oleh penduduk di sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu juga ada beberapa batang pohon pisang yang berada di samping kiri rumah. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya juga masih cukup lebar, maklum saja rumah mereka masih terletak agak di pinggiran kota, jadi masih punya pekarangan yang cukup luas.
Madi membeli rumah itu dari salah satu kerabat dengan harga yang terbilang murah. Dia sendiri tidak mengerti kenapa kok banyak sekali orang yang tidak betah tinggal di sana. Memang, Madi pernah mendengar selentingan kalau pohon tua yang berada di seberang jalan itu banyak penghuninya. Mereka suka mengganggu pemilik rumah sebelumnya. Mungkin itu juga yang mengakibatkan penghuninya merasa tidak nyaman tinggal di sana. Kemudian menjual kembali rumah itu dengan harga murah.
Apalagi menurut khabar miring yang beredar, makhluk penunggu pohon itu memang sering sekali mengganggu orang-orang yang lewat di malam hari. Bahkan ada penduduk yang meninggal, akibat teror makhluk-makhluk itu.
Namun, bagi Madi, lokasi rumah itu benar-benar strategis. Kenapa? Karena jarak tempuhnya tidak terlalu jauh, juga masih bisa menanam beberapa aneka macam sayuran dan bunga. Itu adalah hobi yang sedari dulu ia lakukan. Aulia juga setuju saat Madi mengajaknya melihat rumah yang terkenal cukup angker itu. Mungkin juga karena harganya cukup murah. Pas dengan keuangan mereka sebagai pasangan baru.
Saat itu Aulia tersenyum bahagia, ketika Madi membawanya, menyusuri sejengkal demi jengkal bagian rumah itu.
“Kang, Adik suka ….” Aulia memandang Madi sambil menelisik ruangan demi ruangan. Meskipun sederhana, rumah itu memang terlihat sangat indah. Interiornya pun menarik hati, walau tidak mewah.
“Syukurlah, Dek, kalau suka. Jadi, gimana? Rumah ini kita beli saja?” Madi langsung bertanya. Takut sang isteri akan berubah pikiran. Aulia memang sering labil, karena baru saja mengandung anak mereka.
“Iya, Kang. Semoga, rumah ini berkah dan cocok buat kita, ya, Kang ….” Aulia tersenyum simpul. Tangannya terlihat masih sibuk membersihkan debu yang melekat di jendela. Meski sedikit berdebu, tapi kondisi rumah itu secara keseluruhan dalam keadaan bersih.
Kerabat Madi memang belum terlalu lama pindah, jadi kondisi rumah tetap dalam
keadaan rapi dan bersih.
“Ya, sudah. Besok kita ke rumah Kang Iyan, membayar uang pembelian rumah ini.”
Aulia mengangguk sembari, memeluk tubuh Madi. “Terima kasih, Kang,” bisiknya lembut. Membuat pipi Madi bersemu merah. Laki-laki berpenampilan apa adanya itu, memang masih malu-malu jika Aulia bersentuhan atau berdekatan dengannya. Mungkin itu juga karena dididkan keras ayah Madi, juga selama belajar di pondok pesantren.
Namun, kepindahan mereka ke rumah itu adalah awal dari teror yang dilakukan makhluk penghuni pohon tua itu. Hal yang sudah pernah mereka dengar, tapi karena percaya akan pertolongan Allah, maka mereka mengabaikannya.
Beberapa hari sebelum kepindahan mereka, Madi dan dan Aulia sudah diusik walau tidak kentara. Sepertinya makhluk-makhluk itu ada yang mengkoordinir. Entah siapa dan apa
maskudnya. Tidak ada seorang pun yang tahu. Yang jelas, siapapun penghuni di
rumah ini, pasti akan ditakut-takuti. Bagi yang tidak sanggup, akan segera pindah.
Dulu, ada pernah satu keluarga, berusaha bertahan. Memang mereka tidak pernah meninggalkan salat , tapi karena awam dengan masalah ini, mengakibatkan musibah demi musibah pun mulai menimpa. Beruntung Allah masih melindungi, jadi tidak sampai menimbulkan kematian. Akhirnya atas saran seseorang, rumah itu pun dijual kembali, dan sekarang sampai di tangan Madi.
Sebenarnya, Kang Iyan, salah satu kerabat jauh Madi, sudah melarang membeli rumah itu. Namun, Madi bersikeras, karena disamping harganya murah, juga letaknya tidak terlalu jauh dari pasar tempat mereka berjualan.
Bisa saja mereka tinggal di rumah orang tua Madi, tapi letaknya cukup jauh dari pasar. Takut Aulia kecapaian dan mengganggu kandungannya. Madi jadi nekat membeli rumah itu. Toh, dia juga memiliki sedikit bekal selama belajar di pesantren dulu. Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan.
Madi juga memiliki indera keenam yang merupakan warisan turun temurun. Bahkan ketika ia masih bocah, pernah dibawa terbang seorang kuntilanak di atas rumah. Namun, Madi bukannya takut, malah tertawa senang, seperti mendapat teman dan mainan baru. Semenjak itulah, Madi tidak pernah takut, jika melihat penampakan makhluk-makhluk tak kasat mata.
Apalagi sejak mengenyam pendidikan di pesantren. Indera keenamnya semakin terasah. Tidak jarang ia dibawa kyai, pimpinan pondok pesantren, di mana ia belajar, meruqyah orang-orang yang terkena gangguan makhluk-makhluk dari alam gaib . Itu juga menjadi salah satu alasan, kenapa, Madi tidak merasa takut, ketika membeli
rumah itu. Bahkan meyakinkan Kang Iyan, agar tidak perlu risau.
Seminggu setelah kepindahan Madi dan Aulia ke rumah itu, baru makhluk-makhluk penunggu pohon tua itu mulai beraksi. Seperti malam ini, saat orang-orang mulai terlelap karena keletihan beraktifitas atau bekerja sedari pagi. Sepasang suami isteri yang baru menikah tiga bulan yang lalu itu terlihat tertidur pulas dalam bilik sederhana. Senyum kebahagiaan terlukis di bibir pasangan suami isteri itu. Maklum saja, hubungan mereka saat ini masih wangi-wanginya sebagai penganten baru.
Namun, tidak jauh dari rumah mereka, tampak beberapa sosok tak kasat mata memperhatikan keberadaan mereka. Ada sosok perempuan berwajah cantik tapi bertaring. Selain itu ada juga sosok perempuan lain berwajah rata, anak kecil berkepala botak, laki-laki bertubuh besar dan
berbadan gelap, serta sepasang kakek dan nenek tua yang berwajah menyeramkan.
Semua seperti ingin memangsa mereka hidup-hidup. Terlihat beberapa tetesan
seperti air liur di sudut bibir mereka. Benar-benar mengerikan.
Mereka mendiami sebuah pohon tua yang sudah berusia puluhan tahun. Pohon berukuran raksasa yang sudah lama tumbuh di sana, tanpa bisa ditebang oleh siapa pun. Bahkan akhir-akhir ini pohon besar itu menjadi tempat banyak orang untuk mencari ilham agar memenangkan perjudian atau tempat untuk meminta sesuatu yang berhubungan dengan alam gaib.
Di seberang pohon tua itu tumbuh banyak sekali pohon pisang yang banyak dihuni pocong. Namun, beruntungnya makhluk halus ini hanya menempati tempat itu saja, tanpa mengusik seseorang yang lewat atau penduduk di sekitar itu.
Bagi seseorang memiliki yang penglihatan mata batin, tentu tidak akan merasa takut lagi melihat keberadaan mereka, tapi tidak dengan orang awam. Apalagi yang sudah memiliki sugesti, pasti akan sangat ketakutan ketika tiba-tiba bertemu dengan makhluk-makhluk penghuni dimensi lain tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Joko Alber
tes47ur
2024-06-11
1
Joko Alber
tes
2024-06-11
1
Lina Suwanti
mampir kak,, senang baca cerita genre horor tp suka ngeri sendiri apalagi klo ada visualnya
2024-01-26
0