Lewat tengah malam, saat Aulia tertidur pulas. Madi bangun dan kembali membuat pagar gaib di sekitar tempat tidur. Berjaga-jaga kalau ada ada teror yang ditujukan bagi dirinya oleh makhluk-makhluk haus darah itu. Kemudian seperti biasanya, ia berjalan menuju kamar mandi, memercik seluruh tubuh dengan air dingin, sebagai isyarat mensucikan diri sebelum menghadap-Nya, Allah Penguasa Seluruh Mayapada.
Sampai selesai mengambil air wudhu, serangan makhluk tersebut hanya terdengar dari luar saja. Mereka tidak berani masuk, karena ada pagar gaib yang telah dibuat Madi, untuk melindungi diri dari makhluk-makhluk itu. Semoga saja bisa bertahan hingga pagi hari sebab sepertinya semua makhluk itu sangat ganas, dan tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkan.
Benar saja, saat Madi baru saja mengangkat tangan, hendak takbir rakaat pertama. Suara ribut mulai terdengar dari seluruh penjuru rumah. Ternyata semua makhluk itu masih berusaha dengan segala cara untuk menerobos masuk.
Sementara, Madi masih tenang menjalankan salat tahajud. Rakaat demi rakaat hingga witir. Dia tidak terganggu sedikit pun dengan ulah makhluk-makhkuk astral itu. Sementara Aulia masih tertidur pulas. Madi memang sengaja tidak membangunkan isterinya, mengingat kondisi Aulia yang masih labil.
Madi masih terus berzikir, memohon pertolongan Allah. Saat berzikir, kembali ia menangkap bayangan seorang laki-laki yang memimpin makhluk penunggu pohon itu. Sosok yang tidak dikenalnya. Entah apa yang menyebabkan laki-laki itu begitu nekat menggerakkan makhluk gaib seperti kuntilanak, genderuwo dan penghuni yang lain.
Baru saja menyelesaikan zikir, tiba-tiba kuntilanak menyerupai seorang perempuan cantik bertarik panjang itu sudah berada di hadapannya. Aulia masih tetap tertidur pulas, tidak menyadari apa yang telah terjadi.
Sebuah seringai terlihat di bibir kuntilanak itu. Madi hanya memandang sekilas, kemudian melanjutkan kembali membaca doa dan ayat-ayat potongan surah Al-Baqarah, yang bisa mengusir makhluk-makhkuk gaib seperti kuntilanak itu.
Kuntilanak tersebut pun mulai kepanasan, tidak nyaman dengan serangan Madi. Lalu tertawa keras, melengking membelah malam. Sementara pengikutnya seperti sepasang kakek dan nenek yang berwajah seram itu, juga berupaya membantu menerobos pagar gaib di luar rumah. Namun, karena pagar gaib yang telah dibuat Madi cukup kuat, jadi hanya kuntilanak itu saja yang bisa masuk.
''Sebaiknya, kalian pergi saja. Jangan mengusik Manusia!'' Madi membuka komunikasi, menyuruh mereka pergi.
Tawa kuntilanak itu bertambah keras, saat mendengar pengusiran Madi.
''Seharusnya, kalian yang harus meninggalkan tempat ini. Kalau tidak, jangan salahkan kami kalau nyawa salah satu dari kalian akan hilang!''
Madi tidak merasa gentar sedikit pun menerima gertakan kuntilanak itu. Dia malah semakin memperkeras bacaan ayat-ayat dan doa-doa dalam Al-Quran.
Merasa mulai terganggu, kuntilanak itu pun menyerang Madi dengan berbagai cara. Sambil melayang, dia berusaha mempengaruhi pikiran Madi agar tergoda dan tidak melawan.
''Sebaiknya, enyah dari hadapanku sekarang!'' Nada suara Madi mulai meninggi. Kuntilanak itu tampak mulai menggeser. Tidak tahan mendengar zikir yang terus dikumandangkan Madi.
''Stop ... stop ... stop ...!'' jerit kuntilanak itu berkali-kali.
''Pergilah, dan katakan pada tuanmu, untuk tidak membuat onar lagi. Sudah cukup banyak penduduk di sini yang terganggu dengan ulah kalian!'' Madi mengepalkan tangan, seperti membuat gerakan memukul.
Sontak, kuntilanak itu menghindar, bergeser sedikit ke belakang.
''Untuk kali ini, kau menang, Anak manusia. Tunggu saja, kami pasti akan kembali. Tugas kami belum selesai. Apalagi, banyak dari kalian yang masih sering memberikan sesajen. Membuat kami semakin bertambah kuat.'' Kembali lengkingan tawanya terdengar. Benar-benar menyulut kemarahan Madi. Kali ini ia segera memukul kuntilanak itu dengan kuat, membuatnya terpental kembali keluar rumah.
Setelah berhasil melempar kuntilanak itu, Madi terus mempertebal pagar gaib untuk membendung masuknya kembali kuntilanak dan pengikut-pengikutnya.
Alhamdulillah ..., desis Madi penuh syukur. Keringat tampak membanjiri seluruh wajahnya. Pertarungan dengan kuntilanak tadi, tampaknya cukup menguras tenaga. Apalagi ditambah dengan usaha mempertebal garis pengaman di luar rumah tadi.
Madi lantas melipat sajadah dan menaruhnya di atas rak bersama peci yang tadi dikenakan. Dia bernaksud kembali beristirahat, sampai waktu subuh tiba.
''Kang, subuh!'' Panggilan Aulia menghilangkan kantuk Madi. Rupanya dia ketiduran.
''Terima kasih, Dek, udah bangunin, Akang. Kalo nggak, bisa kebablasan,'' sahut Madi, tersenyum tulus.
Aulia juga tersenyum, membalas senyuman Madi. Kemudian melangkah terlebih dahulu ke ruang tengah, menunggu Madi selesai mengambil wudhu. Seperti hari-hari sebelumnya, mereka juga akan melaksanakan salat berjamaah, subuh ini.
''Kang, malam tadi, Adek mimpi, seram sekali.'' Ucapan Aulia sedikit menggugah konsentrasi Madi menyetir, dalam perjalanan ke pasar.
''Ada seorang perempuan, cantik sekali, ngikutin Adek terus. Cuman, dia hanya berjalan di belakang Adek, tanpa bicara apa-apa.''
Madi tidak banyak bunyi. Sibuk mencernati mimpi Aulia tadi. Apa mungkin kuntilanak itu menyusup ke dalam mimpi Aulia dan mengganggu alam bawah sadarnya? Entahlah, mudah-mudahan saja, Aulia tetap kuat, sehingga tidak akan mudah dipengaruhi makhluk-makhluk halus tersebut.
''Kang ....'' Panggilan Aulia menyadarkan Madi dari lamunan. Berkali-kali diliriknya Aulia, memperhatikan kalau isterinya itu dalam keadaan baik-baik saja. Tidak terpengaruh oleh sesuatu.
Ketika mereka tiba di pasar. Kembali Madi merasakan seperti ada seseorang yang mengawasi tindak-tanduk mereka. Sambil mempersilahkan beberapa orang untuk memindahkan dan mengangkut sayuran ke kios, Madi lantas memejamkan mata. Mengarahkan mata batinnya mencari tahu siapa yang telah mengawasi mereka.
Ternyata seorang laki-laki berumur sekitar tiga puluh lima tahunan, berpakaian serba hitam, menggunakan ikat kepala.
Sorot matanya sangat tajam, seakan ingin menguliti Madi hidup-hidup. Siapa gerangan laki-laki itu? Dan mengapa mengawasi mereka terus? Apa ada hubungannya dengan para penghuni pohon tua itu? Ah, Madi hanya bisa menduga-duga saja, lalu menarik napas panjang.
Bentuk wajah itu, seperti tidak asing. Apa mereka berdua pernah bertemu sebelumnya? Entahlah, mungkin saja, Madi sendiri juga bingung.
Sebelum ingin menyelidiki lebih jauh, bayangan laki-laki itu sudah menghilang, bersamaan dengan sentuhan Aulia di lengannya.
"Kang, ada apa? Kenapa, dari tadi sikap Akang agak aneh?"
Bukannya menjawab, Madi hanya malah
tersenyum, menggandeng tangan Aulia masuk ke dalam pasar. Pasti sayuran yang dibawa akang-akang tadi sudah tiba di kios, menunggu kedatangan mereka. Meminta pembayaran upah mereka. Maklum saja, akang-akang itu, kuli panggul pasar, yang menggantungkan hidupnya pada pedagang-pedagang di pasar ini.
Sesungguhnya, Madi masih ingin mengobrol lebih lama dengan Aulia, tapi, melihat pelanggan, ada yang audah mulai menunggu, Madi membatalkannya. Toh, nanti mereka bisa juga bercakap-cakap kalau pembeli sudah mulai sepi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Rosananda
Ceritanya bagus 👍 kak
2022-02-04
0
Diana Sujito
suami ahli agama..seneng istri ny..
2021-09-13
2
s@gItaR!u$
biasanya baca gendre romance ...sekarang mau nyoba horor ..tpi aku ikutan merinding bacanya ..sambil baca sambil lirik kiri kanan ..
tpi ceritanya bagus aku suka 😊
2021-05-28
0