NovelToon NovelToon

Penghuni Pohon Tua

Masuk Rumah Baru

 

Rumah yang ditempati Madi dan isterinya Aulia, adalah sebuah rumah mungil dan sederhana. Berhadapan dengan rumah, di seberang jalan terdapat sebuah pohon tua yang dianggap keramat oleh penduduk di sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu juga ada beberapa batang pohon pisang yang berada di samping kiri rumah. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya juga masih  cukup lebar, maklum saja rumah mereka masih terletak agak di pinggiran kota, jadi masih punya pekarangan yang cukup luas.

Madi membeli rumah itu dari salah satu kerabat dengan harga yang terbilang murah. Dia sendiri tidak mengerti kenapa kok banyak sekali orang yang tidak betah tinggal di sana. Memang, Madi pernah mendengar selentingan kalau pohon tua yang berada di seberang jalan itu banyak penghuninya. Mereka suka mengganggu pemilik rumah sebelumnya. Mungkin itu juga yang mengakibatkan penghuninya merasa tidak nyaman tinggal di sana. Kemudian menjual kembali rumah itu dengan harga murah.

Apalagi menurut khabar miring yang beredar, makhluk penunggu pohon itu memang sering sekali mengganggu orang-orang yang lewat di malam hari. Bahkan ada penduduk yang meninggal, akibat teror makhluk-makhluk itu.

Namun, bagi Madi, lokasi rumah itu benar-benar strategis. Kenapa? Karena jarak tempuhnya tidak terlalu jauh, juga masih bisa menanam beberapa aneka macam sayuran dan bunga. Itu adalah hobi yang sedari dulu ia lakukan. Aulia juga setuju saat Madi mengajaknya melihat rumah yang terkenal cukup angker itu. Mungkin juga karena harganya cukup murah. Pas dengan keuangan mereka sebagai pasangan baru.

Saat itu Aulia tersenyum bahagia, ketika Madi membawanya, menyusuri sejengkal demi jengkal bagian rumah itu.

“Kang, Adik suka ….” Aulia memandang Madi sambil menelisik ruangan demi ruangan. Meskipun sederhana, rumah itu memang terlihat sangat indah. Interiornya pun menarik hati, walau tidak mewah.

“Syukurlah, Dek, kalau suka. Jadi, gimana? Rumah ini kita beli saja?” Madi langsung bertanya. Takut sang isteri akan berubah pikiran. Aulia memang sering labil, karena baru saja mengandung anak mereka.

“Iya, Kang. Semoga, rumah ini berkah dan cocok buat kita, ya, Kang ….” Aulia tersenyum simpul. Tangannya terlihat masih sibuk membersihkan debu yang melekat di jendela. Meski sedikit berdebu, tapi kondisi rumah itu secara keseluruhan dalam keadaan bersih.

Kerabat Madi memang belum terlalu lama pindah, jadi kondisi rumah tetap dalam

keadaan rapi dan bersih.

“Ya, sudah. Besok kita ke rumah Kang Iyan, membayar uang pembelian rumah ini.”

Aulia mengangguk sembari, memeluk tubuh Madi. “Terima kasih, Kang,” bisiknya lembut. Membuat pipi Madi bersemu merah. Laki-laki berpenampilan apa adanya itu, memang masih malu-malu jika Aulia bersentuhan atau berdekatan dengannya. Mungkin itu juga karena dididkan keras ayah Madi, juga selama belajar di pondok pesantren.

Namun, kepindahan mereka ke rumah itu adalah awal dari teror yang dilakukan makhluk penghuni pohon tua itu.  Hal yang sudah pernah mereka dengar, tapi karena percaya akan pertolongan Allah, maka mereka mengabaikannya.

Beberapa hari sebelum kepindahan mereka, Madi dan dan Aulia sudah diusik walau tidak kentara. Sepertinya makhluk-makhluk itu ada yang mengkoordinir. Entah siapa dan apa

maskudnya. Tidak ada seorang pun yang tahu. Yang jelas, siapapun penghuni di

rumah ini, pasti akan ditakut-takuti. Bagi yang tidak sanggup, akan segera pindah.

Dulu, ada pernah satu keluarga, berusaha bertahan. Memang mereka tidak pernah meninggalkan salat , tapi karena awam dengan masalah ini, mengakibatkan musibah demi musibah pun mulai menimpa. Beruntung Allah masih melindungi, jadi tidak sampai menimbulkan kematian. Akhirnya atas saran seseorang, rumah itu pun dijual kembali, dan sekarang sampai di tangan Madi.

Sebenarnya, Kang Iyan, salah satu kerabat jauh Madi, sudah melarang membeli rumah itu. Namun, Madi bersikeras, karena disamping harganya murah, juga letaknya tidak terlalu jauh dari pasar tempat mereka berjualan.

Bisa saja mereka tinggal di rumah orang tua Madi, tapi letaknya cukup jauh dari pasar. Takut Aulia kecapaian  dan mengganggu kandungannya. Madi jadi nekat membeli rumah itu. Toh, dia juga memiliki sedikit bekal selama belajar di pesantren dulu. Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan.

Madi juga memiliki indera keenam yang merupakan warisan turun temurun. Bahkan ketika ia masih bocah, pernah dibawa terbang seorang kuntilanak di atas rumah. Namun, Madi bukannya takut, malah tertawa senang, seperti mendapat teman dan mainan baru. Semenjak itulah, Madi tidak pernah takut, jika melihat penampakan makhluk-makhluk tak kasat mata.

Apalagi sejak mengenyam pendidikan di pesantren. Indera keenamnya semakin terasah. Tidak jarang ia dibawa kyai, pimpinan pondok pesantren, di mana ia belajar, meruqyah orang-orang yang terkena gangguan makhluk-makhluk dari alam gaib . Itu juga menjadi salah satu alasan, kenapa, Madi tidak merasa takut, ketika membeli

rumah itu. Bahkan meyakinkan Kang Iyan, agar tidak perlu risau.

Seminggu setelah kepindahan Madi dan Aulia ke rumah itu, baru makhluk-makhluk penunggu pohon tua itu mulai beraksi. Seperti malam ini, saat orang-orang mulai terlelap karena keletihan beraktifitas atau bekerja sedari pagi. Sepasang suami isteri yang baru menikah tiga bulan yang lalu itu terlihat tertidur pulas dalam bilik sederhana. Senyum kebahagiaan terlukis di bibir pasangan suami isteri itu.  Maklum saja, hubungan mereka saat ini masih  wangi-wanginya sebagai penganten baru.

Namun, tidak jauh dari rumah mereka, tampak beberapa sosok tak kasat mata memperhatikan keberadaan mereka. Ada sosok perempuan berwajah cantik tapi bertaring.  Selain itu ada juga sosok perempuan lain berwajah rata, anak kecil berkepala botak, laki-laki bertubuh besar dan

berbadan gelap, serta sepasang kakek dan nenek tua yang berwajah menyeramkan.

Semua seperti ingin memangsa mereka hidup-hidup. Terlihat beberapa tetesan

seperti air liur di sudut bibir mereka. Benar-benar mengerikan.

Mereka mendiami sebuah pohon tua yang sudah berusia puluhan tahun. Pohon berukuran raksasa yang sudah lama tumbuh di sana, tanpa bisa ditebang oleh siapa pun. Bahkan akhir-akhir ini pohon besar itu menjadi tempat  banyak orang untuk mencari ilham agar memenangkan perjudian atau tempat untuk meminta sesuatu yang berhubungan dengan alam gaib.

Di seberang pohon tua itu tumbuh banyak sekali pohon pisang yang banyak dihuni pocong. Namun, beruntungnya makhluk halus ini hanya menempati tempat itu saja, tanpa mengusik seseorang yang lewat atau penduduk di sekitar itu.

Bagi seseorang memiliki yang penglihatan mata batin, tentu tidak akan merasa takut lagi melihat keberadaan mereka, tapi tidak dengan orang awam. Apalagi yang sudah memiliki sugesti, pasti akan sangat ketakutan ketika tiba-tiba bertemu dengan makhluk-makhluk penghuni dimensi lain tersebut.

Perkenalan Dengan Penghuni Pohon Tua

Di saat malam telah benar-benar mencapai puncaknya, sekitar pukul dua dini hari lolongan anjing mulai terdengar memecahkan kesunyian. Membuat bulu roma siapa saja akan tegak saat mendengarnya. Tanpa disadari oleh pasangan itu, makhluk-makhluk itu bergerak perlahan menuju rumah mereka. Terbang, melayang di antara rimbun pohon yang masih banya di sana.

Madi, suami Aulia, memang bukan orang sembarangan. Dia seperti sudah merasa ada yang tidak beres, dan mulai merasakan keberadaan makhluk-makhkuk tersebut. Perlahan, laki-laki berusia dua puluh tahunan, berwajah tirus, bermata cokelat dan berkulit sedikit helap itu, berjalan menuju kamar mandi. Mengambil wudhu, niatnya. Sebelum melangkah, dia seperti membuat pembatas gaib, mencegah masuknya makhluk-makhluk astral yang ingin mengganggu Aulia, ketika ditinggalkan.

Benar saja, belum lama Madi meninggalkan kamar, sekumpulan makhluk itu telah berkerumun di dekat tempat tidur. Wajah mereka terlihat sangat sangar, seperti haus darah, ingin segera menerkam mangsa yang sudah ada di depan mata.

Perempuan cantik bertaring itu seperti tidak sabaran dan berusaha mendahului yang lain. Namun, tatapan kemarahan segera mencuat di wajah cantiknya, sesaat, setelah menyentuh garis gaib itu. Panas, desisnya, menahan murka. Aulia, masih tampak tertidur pulas. Tidak merasakan ancaman yang berada di hadapannya.

Sepasang kakek dan nenek berwajah menyeramkan itu terkekeh melihat kegusaran perempuan cantik bertaring itu. Diikuti makhluk lainnya. Membuat wajah makhluk itu tak lagi cantik sekarang, berubah menjadi seram sekali. Taringnya pun semakin panjang, dan rambut kusutnya juga tampak kian memanjang disertai bunyi tawa panjang.

Wangi melati, kian kuat memenuhi kamar tidur, bercampur dengan bau anyir darah, membuat siapa yang tidak terbiasa, akan mual, dan muntah.

Madi yang berada di kamar mandi, sedang mengambil wudhu, segera menyelesaikan pekerjaannya. Tidak bisa lagi menunda terlalu lama, karena makhluk-makhluk itu bergerak semakin aktif dan khawatir. akhirnya bisa merusak garis gaib penangkal yang tadi telah dibuatnya.

Benar saja, semua makhluk itu, bergerak semakin liar, sewaktu Madi tiba di pintu kamar. Garis gaib itu memang bisa menangkal serangan semua makhluk itu, tapi tidak bisa bertahan lama, karena serangan semua makhluk itu sangat ganas, Dan Madi, memang hanya membuat garis itu tipis, karena merasa tidak akan terlalu lama meninggalkan Aulia sendiri.

"Menjauhlah kalian di sari sini!" perintah Madi, mengakibatkan kemarahan semua makhluk itu semakin menjadi. Terlebih pemilik tubuh tinggi besar dan berbadan gelap itu. Hawa dingin, dan bau busuk sangat terasa di penciuman Madi. Dengan mata berwarna merah, bagaikan darah, makhluk itu menatap Madi, seolah ingin menelannya bulat-bulat.

"Jangan sombong Anak Manusia!" Sebuah seruan seperti terdengar dari perempuan bertaring panjang itu. Menggelegar, seperti ingin memekakkan pendengaran Madi

"Ini, bukan tempat kalian. Sebaiknya segera menyingkir, jangan mengusik ketenteraman kami, Manusia!" Kembali terdengar bentakan Madi. Kali ini lebih nyaring.

"He ... he ... he ...." Terdengar tawa mereka begitu panjang dan mengerikan. Siapa pun manusia yang mendengarnya bisa segera pingsan.

Menyadari perlawanan makhluk-makhluk halus itu, Madi lalu mempersiapkan diri. Merapal dan membaca doa dan ayat, yang bisa mengusir keberadaan makhkuk-makhluk tak diundang itu. Seketika semua makhluk itu seperti tersengat aliran listrik berjuta-juta watt. Rasa panas semakin menjalar, menuju makhluk-makhkuk itu, membuat mereka cepat menjauh dari batas garis gaib itu.

Anehnya, Aulia masih saja tertidur pulas. Tidak terpengaruh sedikit pun dengan kegaduhan yang terjadi dalam kamar. Madi semakin banyak membaca doa-doa yang pernah dipelajari sewaktu di pesantren dulu. Ya, Madi, sudah pernah sebelumnya menghadapi makhluk-makhluk seperti ini, Hanya saja, sekali ini, yang dihadapinya lebih kuat dan banyak.

"Baiklah, Anak Manusia, sekali ini, kau bisa mengalahkan kami. Tunggu saja, kami akan kembali!" Setelah mengucapkan kalimat tersebut, mereka segera menghambur keluar,

Menghilang menuju pohon besar yang menjadi rumah mereka selama ini.

"Alhamdulillah ...." Madi mengucap syukur sembari menangkupkan tangan ke wajahnya yang masih terlihat tenang. Air mukanya tetap datar, tidak menampakkan kecemasan berlebih. Lalu, ia menghampiri Aulia, memperbaiki letak selimut isterinya, kemudian berjalin di sisi yang lain, tempat laki-laki itu biasa salat. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Madi kembali salat tahajud, meminta pertolongan Allah, Pemilik Seluruh Kehidupan.

Lebih bersyukurnya, sampai subuh tidak ada lagi serangan makhluk-makhluk haus darah itu. Aulia juga terlihat biasa-biasa saja. Namun, seperti ada yang aneh pada perempuan muda itu pagi ini. Kelelahan terlihat begitu menderanya. Entah apa yang membuat Aulia seperti itu.

"Kang, hari ini Adek istirahat di rumah saja ya? Tidak ikut Akang ke pasar. Nggak tau kenapa, hari ini kok capek sekali."

Madi memandang sekilas wajah Aulia, sebelum melanjutkan pekerjaanya, membungkus sayur-sayuran untuk dibawa ke pasar. Meski, tidak berucap apa-apa, tapi laki-laki itu merapal sesuatu dalam hati. Mungkin ia bisa merasakan hawa negatif yang menempel di tubuh Aulia.

"Nanti, bisa istirahat di kios, Dek. Lagi pula, Akang kerepotan kalau tidak ada yang membantu. Alhamdulillah, akhir-akhir ini semakin banyak pelanggan yang berbelanja di kios kita."

Madi seperti tidak ingin memberikan kesempatan pada makhluk-makhluk yang mencoba menyerang dengan cara halus, berusaha memasuki raga dan pikiran Aulia.

Menyerah, Aulia pun tidak lagi mendesak Madi, malah kini turut membantu menyiapkan jualan yang akan mereka bawa ke pasar. Benar, kata suaminya, toh di kios nanti, dia bisa beristirahat. Madi pun mempercepat pekerjaannya, sebentar lagi azan subuh berkumandang. Sebelum berangkat ke pasar, mereka berdua selalu salat berjamaah dulu. Itu kebiasaan yang selalu rutin mereka lakukan semenjak menikah, apalagi setelah Aulia mengandung sebulan yang lalu.

Setelah salat subuh, biasanya mereka baru mempersiapkan segala sesuatunya, menaikkan aneka sayuran ke atas mobil bak terbuka. Kemudian, dengan perlahan mengendarai mobil tersebut menuju pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka.

Ketika Madi nembuka kios pagi ini, seorang pedagang di sebelahnya bertanya, " Di, apa nggak takut , tinggal dekat pohon tua itu? Kata orang, tempat itu angker lho! Apalagi, di kebun pisang tak jauh dari rumahmu, orang-orang sering melihat pocong melayang di antara daun-daun pisang."

Madi tersenyum, kemudian menjawab, "Nggak, Kang. Memang rada seram sih, tapi, Allhamdulillah, sampai sejauh ini aman-aman saja. Dengan berlindung hanya pada Allah, semua gangguan itu bisa dilawan."

Pedagang yang mengajak Madi berbincang-bincang itu, mengangguk-angguk. Memang, banyak warga merasa heran dengan keberanian Madi, mendiami rumah dekat pohon tua itu. Karena sudah banyak penghuni sebelum mereka tidak betah. Paling lama bertahan hanya satu bulan saja.

Gangguan Penghuni Pohon Tua

Setelah diam beberapa saat, pedagang itu pun melanjutkan ucapannya, mengingatkan Madi."Sebaiknya, kalian juga lebih berhati-hati, Di. Apalagi sekarang isterimu sedang hamil."

Madi membalas dengan anggukan. Memang betul apa yang diucapkan pedagang tadi Tidak ada salahnya terus berhati-hati meningkatkan kewaspadaan, sambil meningkatkan ibadah.

Madi lalu melempar sebuah senyuman, mengucapkan terima kasih. Sementara Aulia masih menyibukkan diri, melayani beberapa pelanggan yang sudah biasa membeli sayuran di kios mereka. Sepintas, tidak ada yang aneh dengan penampilan mereka Namun, indera keenam Madi tidak bisa dibohongi, Salah satu di antara pelanggan tadi sepertinya berasal dari alam gaib.

Perlahan, Madi bergerak menuju pelanggan yang dicurigai itu, sementara pelanggan yang lain sudah selesai berbelanja. Ser ... harum bunga melati seketika menerpa penciumannya. Wangi yang sangat tajam, melebihi parfum yang dijual di toko-toko. Berbeda dengan pelanggan-pelanggan yang lain.

"Mbak, orang baru ya, di sini?" selidik Madi.

Perempuan berwajah cantik itu mengangguk seraya tersenyum. Senyumnya seperti sebuah seringai dalam pandangan Madi. Seketika, Madi, tercekat, di antara barisan gigi rapi perempuan itu tersembul taring Mungkin, bagi orang lain, itu tidak akan terlihat, tapi, bagi orang seperti Madi, jelas terlihat.

"Sebaiknya, Mbak segera pergi dari sini, sebelum saya bertindak!" Suara Madi terdengar sedikit meninggi. Aulia hanya memandang heran. Dia sudah mengetahui kalau suaminya bersikap seperti ini pasti ada yang tidak beres. Aulia pun segera memegang erat Madi, agar terhindar dari jangkauan perempuan itu.

Perempuan itu memandang Madi dengan tajam. Tampak kurang senang dengan teguran Madi barusan. Aneh sekali, entah apa yang membuatnya harus menyamar. Apa ingin mengganggu mereka saja, atau ada maksud tersembunyi.

Madi, segera merapal beberapa doa, agar makhluk yang menyamar sebagai perempuan muda segera pergi, tidak membuat keributan.

Perempuan muda itu, tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Membuat Madi, mengusirnya sekali lagi.

"Mbak, sebelum amarah saya memuncak. sebaiknya pergi saja!!"

Usai Madi mengucapkan kalimat itu perempuan itu segera berlalu sambil menekuk wajah. Ada kemarahan tersampir melalui tatapannya. Sangat mengerikan. Aulia sampai berlindung di balik badan Madi. Takut, memandang sorot matanya.

"Dek, lain kali lebih berhati-hati menerima pelanggan baru. Lebih baik berjaga-jaga, apalagi banyak makhluk tak kasat mata di sekitar tempat tinggal kita, banyak yang tidak bersahabat."

Aulia masih terlihat ketakutan. Wajah putihnya terlihat semakin memucat. Tidak menduga, ternyata di sini, mereka mengalami hal-hal gaib seperti ini. Beruntung Madi selalu melindungi dan mengajarkan berbagai doa untuk pertahanan diri.

"Kang, kenapa makhluk itu nekat mendatangi Adek?"

Madi terdiam sejenak. Menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Mencari kalimat yang pas untuk bisa menjelaskan secara gamblang tanpa membuat Aulia ketakutan.

"Adek kan lagi berbadan dua, nah, baumu, wangi sekali bagi mereka, jadi itulah mengapa, mereka sangat gencar menggodamu."

Sejenak Madi terdiam, mencoba menelisik wajah Aulia yang berubah semakin memucat.

"Jadi, gimana, Kang? Adik,jadi takut, nih!" seru Aulia benar-benar dilanda ketakutan.

"Mulai sekarang, salat sama mengaji jangan ditinggal lagi. Sebelum tidur, juga jangan lupa baca doa dan istifghar!" Madi berusaha meredam ketakutan Aulia dengan memberikan beberapa saran sebagai solusi.

Aulia mengangguk, pertanda mengerti anjuran Madi tersebut. Bagaimana pun ia tidak mau menjadi korban makhluk-makhluk astral itu. Madi pun memberikan sebuah senyuman, penguat hati Aulia. Semoga saja, mereka bisa mendapat jalan keluar agar segera

bisa keluar dari gangguan makhluk-makhluk teraebut.

Magrib, sudah berada di ambang, tanpa diketahui penyebabnya aliran listrik di rumah Madi dan Aulia, malam ini tiba-tiba padam, padahal bukan giliran. Madi mendekati Aulia, mengajaknya duduk di ruang tengah. Di sana telah digelar dua buah sajadah. Tanpa menunggu, Aulia segera mengenakan mukena dan berdiri di belakang Madi, lalu melaksanakan salat berjamah bersama Madi.

Selama salat magrib, beberapa gangguan mulai diperlihatkan makhluk-makhluk itu. Meskipun tidak bisa masuk, karena Madi telah membuat pagar gaib, mereka berusaha meneror melalui kegaduhan. yang bisa mengusik kekhusyukan salat mereka.

Bukannya takut, malah Madi semakin memperkeras bacaan salatnya. Itu cukup ampuh, untuk menghentikan aksi brutal mereka. Sampai salat magrib berakhir, syukurnya gangguan makhluk-makhluk itu berhenti.

Aulia mencium punggung tangan Madi, usai melaksanakan salat. Madi mengelus kepala sang isteri. Dia tetap berdiam di atas sajadah, sementarap Aulia melepas mukena, melipatnya dan bergeser ke sebelah Madi. Walau berusaha tidak memperlihatkan rasa cemas, tapi, Madi tahu, kalau iaterinya sangat khawatir dengan suasana seperti ini.

Belum lagi Madi menyelesaikan wirid, tiba-tiba pintu depan seperti dilempar sesuatu. Bunyinya nyaring sekali, mengakibatkan Aulia menjerit. Madi semakin mengencangkan bacaan wiirdnya, beradu dengan suara berisik berasal dari luar rumah. Benar-benar mencekam. Padahal ini belum menjelang tengah malam, tapi semua makhluk itu telah berulah.

Belum lagi kegaduhan di depan pintu berakhir, sebuah lemparan benda besar juga menghantam atap rumah. Suaranya nyaring sekali. Wajah Aulia semakin pias sementara Madi masih bisa bersikap tenang. Bacaan wiridnya pun masih terus dilantunkan, bahkan kali ini volumenya bertambah kencang. Membuat makhluk-makhluk itu bettambah marah.

Beruntun lampu padam tidak terlalu lama. Menjelang salat Isya, listrik sudah kembala menyala. Membuat pasangan suami isteri itu bisa bernapas lega. Setidaknya bisa meredam gangguan makhkuk-makhluk yang semakin merajalela itu. Murotal juga kembali diputar melalui speaker yang dipasang di sudut ruangan.

Madi benar-benar tidak ingin memberi celah pada penghuni pohon tua itu bisa masuk. Kalau perlu mereka bisa diusir agar tidak mengganggu ketenangan mereka dan penduduk sekitar. Namun, Madi sendiri heran, apa yang membuat semua makhluk itu seperti haus darah. Bukankah mereka tidak sedikit pun mengusik keberadaan mereka? Apa memang ada orang tang sengaja memperalat meteka untuk tujuan tertentu? Entahlah! Madi tampak termenung. Berpikir keras.

"Kang, ada apa? Kok, kayak ada yang dipikirkan?" Pertanyaan Aulia menyadarkan Madi.`

"Entahlah, Dek. Akang bingung saja. Kenapa, makhluk-makhluk itu seperti tidak menyukai kita, bahkan tidak segan-segan ingin mengambil nyawa Adek."

Aulia tampak bingung mendengar penuturan Madi barusan. Dia memang awam dalam hal ini. Sehari-hari hanya bisa mengaji dan salat. Tidak mengerti dengan makhluk dimensi lain yang memang ada dan hidup berdampingan dengan manusia.

"Adek, takut, Kang!" seri Aulia, tertahan.

Madi tersenyum, membesarkan hati Aulia, memberinya kekuatan. Suara murotal yang terdengar dari pojok ruangan juga ikut memberi kekuatan.

Meski membingungkan, Aulia sangat yakin. kalau Allah akan selalu membantu mereka menghadapi gangguan makhluk itu. Madi juga tidak akan membiarkan Aulia celaka, karena perbuatan makhluk-makhluk penggoda itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!