Di saat malam telah benar-benar mencapai puncaknya, sekitar pukul dua dini hari lolongan anjing mulai terdengar memecahkan kesunyian. Membuat bulu roma siapa saja akan tegak saat mendengarnya. Tanpa disadari oleh pasangan itu, makhluk-makhluk itu bergerak perlahan menuju rumah mereka. Terbang, melayang di antara rimbun pohon yang masih banya di sana.
Madi, suami Aulia, memang bukan orang sembarangan. Dia seperti sudah merasa ada yang tidak beres, dan mulai merasakan keberadaan makhluk-makhkuk tersebut. Perlahan, laki-laki berusia dua puluh tahunan, berwajah tirus, bermata cokelat dan berkulit sedikit helap itu, berjalan menuju kamar mandi. Mengambil wudhu, niatnya. Sebelum melangkah, dia seperti membuat pembatas gaib, mencegah masuknya makhluk-makhluk astral yang ingin mengganggu Aulia, ketika ditinggalkan.
Benar saja, belum lama Madi meninggalkan kamar, sekumpulan makhluk itu telah berkerumun di dekat tempat tidur. Wajah mereka terlihat sangat sangar, seperti haus darah, ingin segera menerkam mangsa yang sudah ada di depan mata.
Perempuan cantik bertaring itu seperti tidak sabaran dan berusaha mendahului yang lain. Namun, tatapan kemarahan segera mencuat di wajah cantiknya, sesaat, setelah menyentuh garis gaib itu. Panas, desisnya, menahan murka. Aulia, masih tampak tertidur pulas. Tidak merasakan ancaman yang berada di hadapannya.
Sepasang kakek dan nenek berwajah menyeramkan itu terkekeh melihat kegusaran perempuan cantik bertaring itu. Diikuti makhluk lainnya. Membuat wajah makhluk itu tak lagi cantik sekarang, berubah menjadi seram sekali. Taringnya pun semakin panjang, dan rambut kusutnya juga tampak kian memanjang disertai bunyi tawa panjang.
Wangi melati, kian kuat memenuhi kamar tidur, bercampur dengan bau anyir darah, membuat siapa yang tidak terbiasa, akan mual, dan muntah.
Madi yang berada di kamar mandi, sedang mengambil wudhu, segera menyelesaikan pekerjaannya. Tidak bisa lagi menunda terlalu lama, karena makhluk-makhluk itu bergerak semakin aktif dan khawatir. akhirnya bisa merusak garis gaib penangkal yang tadi telah dibuatnya.
Benar saja, semua makhluk itu, bergerak semakin liar, sewaktu Madi tiba di pintu kamar. Garis gaib itu memang bisa menangkal serangan semua makhluk itu, tapi tidak bisa bertahan lama, karena serangan semua makhluk itu sangat ganas, Dan Madi, memang hanya membuat garis itu tipis, karena merasa tidak akan terlalu lama meninggalkan Aulia sendiri.
"Menjauhlah kalian di sari sini!" perintah Madi, mengakibatkan kemarahan semua makhluk itu semakin menjadi. Terlebih pemilik tubuh tinggi besar dan berbadan gelap itu. Hawa dingin, dan bau busuk sangat terasa di penciuman Madi. Dengan mata berwarna merah, bagaikan darah, makhluk itu menatap Madi, seolah ingin menelannya bulat-bulat.
"Jangan sombong Anak Manusia!" Sebuah seruan seperti terdengar dari perempuan bertaring panjang itu. Menggelegar, seperti ingin memekakkan pendengaran Madi
"Ini, bukan tempat kalian. Sebaiknya segera menyingkir, jangan mengusik ketenteraman kami, Manusia!" Kembali terdengar bentakan Madi. Kali ini lebih nyaring.
"He ... he ... he ...." Terdengar tawa mereka begitu panjang dan mengerikan. Siapa pun manusia yang mendengarnya bisa segera pingsan.
Menyadari perlawanan makhluk-makhluk halus itu, Madi lalu mempersiapkan diri. Merapal dan membaca doa dan ayat, yang bisa mengusir keberadaan makhkuk-makhluk tak diundang itu. Seketika semua makhluk itu seperti tersengat aliran listrik berjuta-juta watt. Rasa panas semakin menjalar, menuju makhluk-makhkuk itu, membuat mereka cepat menjauh dari batas garis gaib itu.
Anehnya, Aulia masih saja tertidur pulas. Tidak terpengaruh sedikit pun dengan kegaduhan yang terjadi dalam kamar. Madi semakin banyak membaca doa-doa yang pernah dipelajari sewaktu di pesantren dulu. Ya, Madi, sudah pernah sebelumnya menghadapi makhluk-makhluk seperti ini, Hanya saja, sekali ini, yang dihadapinya lebih kuat dan banyak.
"Baiklah, Anak Manusia, sekali ini, kau bisa mengalahkan kami. Tunggu saja, kami akan kembali!" Setelah mengucapkan kalimat tersebut, mereka segera menghambur keluar,
Menghilang menuju pohon besar yang menjadi rumah mereka selama ini.
"Alhamdulillah ...." Madi mengucap syukur sembari menangkupkan tangan ke wajahnya yang masih terlihat tenang. Air mukanya tetap datar, tidak menampakkan kecemasan berlebih. Lalu, ia menghampiri Aulia, memperbaiki letak selimut isterinya, kemudian berjalin di sisi yang lain, tempat laki-laki itu biasa salat. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Madi kembali salat tahajud, meminta pertolongan Allah, Pemilik Seluruh Kehidupan.
Lebih bersyukurnya, sampai subuh tidak ada lagi serangan makhluk-makhluk haus darah itu. Aulia juga terlihat biasa-biasa saja. Namun, seperti ada yang aneh pada perempuan muda itu pagi ini. Kelelahan terlihat begitu menderanya. Entah apa yang membuat Aulia seperti itu.
"Kang, hari ini Adek istirahat di rumah saja ya? Tidak ikut Akang ke pasar. Nggak tau kenapa, hari ini kok capek sekali."
Madi memandang sekilas wajah Aulia, sebelum melanjutkan pekerjaanya, membungkus sayur-sayuran untuk dibawa ke pasar. Meski, tidak berucap apa-apa, tapi laki-laki itu merapal sesuatu dalam hati. Mungkin ia bisa merasakan hawa negatif yang menempel di tubuh Aulia.
"Nanti, bisa istirahat di kios, Dek. Lagi pula, Akang kerepotan kalau tidak ada yang membantu. Alhamdulillah, akhir-akhir ini semakin banyak pelanggan yang berbelanja di kios kita."
Madi seperti tidak ingin memberikan kesempatan pada makhluk-makhluk yang mencoba menyerang dengan cara halus, berusaha memasuki raga dan pikiran Aulia.
Menyerah, Aulia pun tidak lagi mendesak Madi, malah kini turut membantu menyiapkan jualan yang akan mereka bawa ke pasar. Benar, kata suaminya, toh di kios nanti, dia bisa beristirahat. Madi pun mempercepat pekerjaannya, sebentar lagi azan subuh berkumandang. Sebelum berangkat ke pasar, mereka berdua selalu salat berjamaah dulu. Itu kebiasaan yang selalu rutin mereka lakukan semenjak menikah, apalagi setelah Aulia mengandung sebulan yang lalu.
Setelah salat subuh, biasanya mereka baru mempersiapkan segala sesuatunya, menaikkan aneka sayuran ke atas mobil bak terbuka. Kemudian, dengan perlahan mengendarai mobil tersebut menuju pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
Ketika Madi nembuka kios pagi ini, seorang pedagang di sebelahnya bertanya, " Di, apa nggak takut , tinggal dekat pohon tua itu? Kata orang, tempat itu angker lho! Apalagi, di kebun pisang tak jauh dari rumahmu, orang-orang sering melihat pocong melayang di antara daun-daun pisang."
Madi tersenyum, kemudian menjawab, "Nggak, Kang. Memang rada seram sih, tapi, Allhamdulillah, sampai sejauh ini aman-aman saja. Dengan berlindung hanya pada Allah, semua gangguan itu bisa dilawan."
Pedagang yang mengajak Madi berbincang-bincang itu, mengangguk-angguk. Memang, banyak warga merasa heran dengan keberanian Madi, mendiami rumah dekat pohon tua itu. Karena sudah banyak penghuni sebelum mereka tidak betah. Paling lama bertahan hanya satu bulan saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Tika
keren kk
2020-09-17
4
Irpan Maulana
kak kenapa gk yg versi chat aja?
2020-09-15
3
Lina WH
Pohon pisang, konon katanya rumah Kunti. Pernah takut dulu, setiap lihat pohon pisang tumbuh berdekatan dan banyak.
2020-02-24
2