Tragedi Clais

Apa aku memang menyukainya? Kenapa dia begitu memikat hati? Kenapa wajahnya sangat cantik? Kenapa aku tak memiliki keberanian untuk mengatakannya? Kurasa, karena penolakannya, aku jadi tak yakin. Sebenarnya, perasaan macam apa ini? Aku tak mengerti. Mungkin, karena aku dan dia sudah dekat sejak lama, jadi aku memang nyaman dengannya. Maybe, it's just my feelings, but not the same with Dila's feeling.

Minggu pagi yang cerah dengan siulan burung di sekitar pepohonan rumah Kaisar, membuat Kaisar terbangun. Kaisar mencoba untuk bersikap biasa. Ia tak ingin menjadi Bos yang protektif pada Dila. Karena itu, di hari minggu ini, Kaisar membiarkan Dila libur, karena sepertinya sudah dua minggu Dila tak pernah merasakan hari libur.

Hari ini, aku tak ada aktifitas apapun. Hari minggu adalah hari yang membuatku jenuh. Aku tak suka hari minggu, karena itulah walau di hari minggu aku selalu menyibukkan diriku dengan Dila dan pekerjaanku. Tapi hari ini, aku membiarkan Dila libur. Aku merasa bosan. Aaa, apa aku ajak Dila jalan-jalan saja? Itung-itung hadiah dari Bos sepertiku untuknya! Ya, aku akan mengajaknya jalan-jalan. Aku harus membersihkan diriku, lalu sarapan. Batin Kaisar yang semangat karena akan mengajak Dila jalan-jalan.

...❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤...

Minggu ini, Dila tak pulang ke Buleleng, ia memutuskan untuk istirahat di rumahnya, karena seminggu ini ia benar-benar lelah. Dila sudah mengabari Ibuk dan anaknya, dan Dila bersyukur, mereka mengerti walau Dila belum bisa pulang. Walau Dila lelah, tapi tugasnya sebagai wanita tetap ia lakukan.

Dila telah selesai mencuci baju dan menyapu halaman. Kini, waktunya Dila bersantai dan menyantap sarapan paginya. Walau ini sudah hampir siang, tapi Dila memang beluk sarapan sejak tadi. Ia memakan roti bakar buatannya yang sudah mulai dingin, dan Dila duduk santai di sofa kecilnya.

Hari ini, aku beruntung. Aku bisa santai dan menenangkan pikiran seharian. Entah apa yang menyebabkan Pak Kais jadi baik seperti ini padaku, bahagia sekali hatiku, bisa beristirahat di rumah. Clais-ku, maafkan Bunda. Hari ini Bunda libur, tapi Bunda tak pulang ke rumah. Bunda ingin istirahat hari ini, sayang ... Bunda janji, bulan depan Bunda akan cuti lagi dan pulang untuk bertemu kamu, Nak. Batin Dila sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, dan Dila masih santai rebahan didalam rumahnya. Tiba-tiba, ponselnya berdering, ia melihat layar ponselnya, Buk Marni-Clais-ku ... Dila segera mengangkat ponselnya.

"Halo, Mbuk ..." sapa Dila lewat ponselnya.

"Gek Dila, Clais, Gek ..." suara Mbuk Marni terdengar bergetar ketakutan.

"Ha? Wenten napi, Mbuk? Clais kenapa?" Dila terlihat begitu kaget.

Wenten napi \= ada apa

"Itu, Clais labuh dari sepeda, Gek. Ada mobil yang menabraknya. Mbuk saat ini sedang di rumah sakit. Kalau bisa, Dila segera kesini, kasihan Clais luka-luka, dia juga mengalami pendarahan kata Dokter. Dia terlalu cepat bermain sepedanya, sehingga dia bertabrakan dengan mobil yang juga sedang melaju cepat. Ia terjatuh dan dahinya terkena batu, darah terus mengalir dari kepala dan tangannya, Clais masih belum sadar, Dil. Mbuk benar-benar khawatir, ini sedang di UGD, Gek. Maafkan Ibuk yang lalai menjaganya," terdengar suara penyesalan dari Buk Marni.

labuh \= jatuh

"Ya Allah, Ya Tuhanku, astagfirullah ... Clais sayang, ada-ada saja, kamu Nak. Iya-iya, Mbuk. Dila akan metilar ke sana, tunggu Dila, Buk. Tolong jaga Clais dengan baik, kasihan dia ..." air mata Dila pun jatuh saking ia sedih mendengar kabar anaknya kecelakaan sepeda.

metilar \= pergi

Dila pun mengganti baju sekenanya. Ia segera membawa tas dan uang simpanannya, tak lupa ia membawa semua dompet dan atm nya. Biaya rumah sakit tentu saja bukan hal yang murah, Dila harus mempersiapkan semuanya. Ia tak berdandan, ia tak menyisir, setelah ganti baju Dila langsung berlari keluar rumahnya sambil menangis. Air matanya tak bisa ia tahan, Dila benar-benar sedih saat ini.

Saat ia membuka pagar rumahnya, ternyata ada Bagus didepan gerbang rumah Dila. Bagus begitu senang ketika melihat Dila keluar dari rumahnya. Baru saja Bagus akan menelepon Dila, dan mengajak Dila jalan-jalan, tapi ternyata Dila telah keluar lebih dulu. Tapi, Bagus heran, kenapa Dila malah menangis.

"Dil, Dila ... kamu kenapa nangis? Ada apa, Dil?"

Dila kaget, ternyata Bagus telah ada dihadapannya. Dila tak tahu, apa yang membawa Bagus ada didepan rumahnya, tapi Dila tak bisa memberi tahu Bagus perihal kesedihannya saat ini. Karena tak ada satupun orang yang tahu, mengenai anak Dila.

"Ada apa kamu kesini? Maaf, tapi aku harus pergi!" Dila mengusap air matanya karena malu menangis dihadapan Bagus.

"Dil, kamu pergi ke mana? Biar aku yang antar." Bagus menawarkan Diri.

Dila terdiam. Ia tak mungkin diantar Bagus, karena Dila akan bertemu dengan putrinya. Tapi, jika tidak diantar Bagus, mungkin perjalanan akan memakan waktu lama, belum lagi ditambah dengan kemacetan-kemacetan selama perjalanan.

"Tak perlu, ini urusan pribadiku!" Tegas Dila, dengan suara parau nya.

"Dil, kamu kenapa? Kalau kamu ada masalah, katakan padaku. Aku akan mendengarnya, siapa tahu aku bisa menjadi solusi atas permasalahan mu. Jangan takut, jangan menangis. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Bagus mencoba membuat Dila tenang.

Dila terdiam. Sejujurnya, ia ingin sekali diantar oleh Bagus, agar cepat sampai di Buleleng. Tapi, Dila takut. Bagaimana kalau Bagus tahu bahwa ia memiliki seorang anak? Dila benar-benar pusing, tapi memang saat ini Dila butuh tumpangan.

"Antar aku ke Buleleng, tapi kumohon, jangan banyak bertanya, dan hanya mengantarku saja. Setelah sampai, kumohon kamu segera pergi!" Dila masih sesegukan.

Bagus mengangguk, "Baik, Dil ... ayo, pakai helem nya dan segera naik ke motorku."

Dila dan Bagus pun berangkat bersama. Ia sudah pasrah, ia tak mau ambil resiko naik angkutan umum yang terkadang macet dan berhenti untuk menunggu penumpang lain. Dila terpaksa melakukan semua ini, ia benar-benar tak ada pilihan lain. Bersama Bagus adalah jalan terbaiknya agar segera sampai di rumah sakit.

Perjalanan memang macet, karena ini hari libur. Untungnya Dila naik motor, jadi masih bisa melaju walau pelan-pelan. Dila sudah tak sabar, ingin segera sampai di rumah sakit, hatinya benar-benar terluka mendengar kabar Clais jatuh dari sepeda.

...❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤...

Mbok Marni sedang menunggu Dila di depan pintu utama Rumah sakit. Mbok Marni berharap, Dila segera datang, karena kondisi Clais kini sedang darurat. Orang yang menabrak Clais pun sedang diperiksa polisi, dan berjanji akan bertanggung jawab. Dua puluh menit kemudian, Dila pun datang.

Buk Marni yang melihat Dila turun dari motor, segera berlari menghampiri Dila. Buk Marni ngos-ngosan karena berlari. Dila menenangkan Buk Marni. Niat hati akan meminta Bagus untuk segera pulang, tapi kini fokus Dila malah pada Buk Marni.

"Kenapa, Buk? Clais bagaimana sekarang? Kumohon, jangan berikan kabar buruk!" Dila menangis melihat Buk Marni juga berlinang air mata.

"Clais kehilangan banyak darah, karena ia mengalami pendarahan dan infeksi berat. Clais harus segera mendapat donor darah B+. Sedangkan stok darah B+ tidak ada di rumah sakit ini. Darah Mbuk tidak sama dengan Clais, kita harus segera mencari darah B+ sesegera mungkin, Dil." Buk Marni menangis.

"Ya Tuhan ... darahku A, tentu saja tidak cocok. Bagaimana ini, Buk? Kita harus mencari kemana donor darah untuk Clais?"

Bagus pun angkat suara, "Dila, maafkan aku ikut campur. Tapi, darahku B+, bisa dicek untuk segera dilakukan transfusi. Semoga aku bisa menolong kesulitan mu."

Rasa malu dan takut ketahuan oleh Bagus pun sirna begitu saja, ketika Dila tahu, bahwa Bagus memiliki darah yang sama dengan anaknya. Dila pun segera membawa Bagus masuk kedalam rumah sakit. Bagus masih bertanya-tanya, untuk siapa darah yang ia donor kan. Tapi, Bagus pun tak mau banyak bertanya, karena ia tahu, Dila teramat sedih dan terluka.

Selang satu jam, transfusi darah untuk Clais pun telah dilakukan. Bagus tengah beristirahat dan minum air mineral. Dila menatapnya dengan malu dan juga rasa bersalah. Jika tak ada Bagus, entah akan bagaimana nasib anaknya nanti.

"Maafkan aku, Gus ..." Dila menunduk.

"Jangan meminta maaf, ini memang sudah kewajibanku menolong sesama,"

Dila mengangguk,

"Tapi, apa aku boleh tahu, Clais itu siapa, Dil?"

DEG. Dila begitu kaget mendengar Bagus bertanya seperti itu. Dila sudah tertangkap basah, dan rasanya Dila tak bisa lagi mengelak ataupun beralasan, karena mengingat Bagus yang telah menolong anaknya.

"Clais itu--" ucapan Dila terpotong.

Bagus mendengarkan dengan baik,

"Anakku, Gus ...."

DEG. Seketika Bagus merasa jantungnya berdegup kencang. Ia kaget, dengan apa yang Dila ucapkan.

*Bersambung*

Terpopuler

Comments

siska ika

siska ika

kai ja apa ngapain sm si bagus sih ga seru tau

2021-10-16

0

Rhina sri

Rhina sri

jujur lebih baik dil..untung ada bagus jd clais bisa terselamatkan..

2021-04-29

0

piyak 🐣🐣

piyak 🐣🐣

lebih baik jujur Dil ,,cepat ato lmbat kaisar juga akn tau ,,,

untung ada Bagus jadi bisa langsung ada pendonor untuk Clais,,,

2021-04-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!