Efy The Legendary Kingdom(Yanko dan 5 Bintang Selatan)

Efy The Legendary Kingdom(Yanko dan 5 Bintang Selatan)

Kota yang indah (mimpi dan harapan Wezi)

Di balik kemegahan kerajaan Pandiwa Sangsekar’ yang begitu luar biasa. Terdapat sebuah desa yang sangant kecil dengan para penduduk yang hanya berjumlah sekitar 100 orang dengan

23 kepala rumah tangga. Desa itu bernama desa Dahyi. Mereka bertahan hibup hanya dari bercocok taman dan mencari ikan di sungai yang terbentang luas membelah daratan

kerajaan Pandiwa’.

Desa ini begitu damai, tanpa ada satupun penduduknya yang memiliki keahlian dalam bertarung.

Suasana pagi itu di desa, penuh di selimuti embun. Seorang laki-laki terlihat berjalan santai dengan membawa sebuah cangkul yang di sandarkan di bahunya. dengan pakaian lusuhnya, menandakan bahwa ia orang yang sederhana dan cukup bahagia dengan hidup yang ia miliki.

Sesampainya di ladang, dia lekas memeriksa semua tanamannya secara terperinci. Ada beraneka macam tumbuhan yang ditanamnya, dia petani yang sangat pandai, dengan

perhitungan yang terperinci, membuat panennya selalu bagus di setiap tahun.

Pria dengan usia sekitar 34 tahun ini bernama Yanko Abu Mashayi, yang telah memiliki istri bernama Haity dan 2 anak laki-laki.

Dia memiliki seorang teman yang sangat tangkas dalam mencari ikan di sungai, dan selalu berangan-angan untuk menjadi salah satu tentara perang kerajaan, yang bertugas

menjaga ibukota Katana Dwipa. Kota yang sangat indah, itulah yang selalu di ucapkan olehnya pada Yanko. Orang ini bernama Wezi. Dia pun telah memiliki seorang anak laki-laki.

Di sore hari itu, seusai bertani mereka merancanakan pergi kesungai untuk mencari ikan, dan kebetulan pada saat itu, sungai yang melintasi desa mereka tersebut tengah di banjiri oleh ikan-ikan kiriman dari lautan Terawijaya. Lautan luas di bagian utara kerajaan Pandiwa.

Dengan hanya bermodal perahu kecil dan alat penangkap ikan seadanya yang mereka miliki, Yanko dan Wezi siap memanen ikan dengan rasa riang dan gembira.

Saat tengah asik menangkap ikan dengan jerami kecil, mereka di kejutkan oleh seekor ikan dengan ukuran yang sangat besar. Satu kibasan ekor siripnya, seketika perahu yang di

kenakan mereka hancur, hanya meninggalkan serpihan–serpihan kayu sebagai sandaran agar tetap berada di permukaan air.

Tak puas hanya dengan itu, ikan raksasa tersebut seakan melihat santapan lezat pada Yanko dan Wezi yang sedang berusaha agar tetap barada di purmukaan air. Begitu sangat cepat sang ikan berenang menuju mereka, Wezi yang menyadari hal itu, mencoba mempertahankan diri dengan serpihan kayu yang berbentuk tombak, mengarahkan pada ikan raksasa yang berenang cepat menuju kearahnya itu.

Serangan pertama berhasil di halau olehnya dengan menancapkan serpihan kayu pada mata ikan tersebut, yang membuat sang ikan raksasa berenang menuju arah lain. Wezi sedikit merasa tenang dan sangat bersyukur karena nyawanya berhasil selamat, namun tetap dengan penuh kewaspadaan.

Sedangkan Yanko masih terus berusaha berada di atas permukaan karena kemampuan renangnya yang tidak terlalu bagus, tanpa memikirkan apapun dan seakan tak sadar dengan bahaya yang mengintai mereka berdua.

Melihat temannya tersebut, Wezi langsung berenang menuju Yanko sambil membawa serpihan kayu yang cukup besar untuk di berikan kepada Yanko sebagai sandaran agar tetap berada di atas permukaan air. Namun di tengah perjalanan menuju Yanko, Wezi kembali di serang oleh ikan raksasa. Tanpa mampu menghindar, serangan sang ikan raksasa tersebut tepat mengenai salah satu kakinya, dan tanpa ampun ikan raksasa itu dengan sekejap mematahkan kaki wezi hingga terpental cukup jauh.

Yanko yang melihat kejadian tersebut dengan sangat jelas, membuat tubuhnya gemetar di penuhi rasa takut yang menggila. Matanya menjadi kosong. Dengan setengah sadar Wezi mengisyaratkan pada Yanko untuk segera menuju tepi sungai.

“cepat pergi bodoh!!!” Dengan mengumpulkan tenaga yang tersisah, wezi meneriakan Yanko agar segera pergi.

Yanko yang tengah melamun karena rasa takutnya itu, tersadar mendengar suara Wezi..

“heeeeiiii, apa yang kau lakukan!, pergi!!, cepat pergiiii!” Kembali wezi meneriakan kepada Yanko agar segera pergi.

Dengan berpegangan pada sepotong kayu Yanko berenang menuju tepi sungai meninggalkan Wezi sendiri. Agar ikan tersebut tak mengincar Yanko, Wezi memanfaatkan darahnya yang begitu banyak untuk memancing ikan raksasa itu agar kembali menyerangnya, dan memberikan sedikit waktu kepada Yanko untuk menuju tepi sungai.

Sesampainya di tepi sungai, Yanko segera meninggalkan tempat itu tanpa sekalipun menoleh kembali kearah sungai tersebut. Deburan ombak masih terus terdengar di telinga Yanko.

Tak seberapa jauh Yanko berjalan, suara sungai kembali tenang.

Menyadari hal tersebut Yanko terdiam sejenak menghentikan langkahnya. Tanpa tersadar air matanya menetes begitu deras. Ia menyadari kembali tenangnya suara sungai, menandakan temannya telah tiada, di telan ikan raksasa tersebut.

Yanko merubah arahnya untuk pulang, menuju tengah hutan, melampiaskan amarah atas ketakberdayaannya hingga membuat sahabat karibnya mati dengan teragis, di depan matanya sendiri demi menyelamatka dirinya.

SEMENTARA ITU DI TENGAH DESA kerumunan warga berkumpul untuk mendengarkan pengumuman dari kerajaan.

“perikrutan pasukan kerajaan Pandiwa Sangsekar, di semua golongan dan lapisan pasukan, siapa yang berkenan untuk bergabung dengan anggota pasukan kerajaan, sang baginda raja Aldywingks, menjamin kemakmuaran seluruh keluarga besar dari anggota pasukan tersebut.

“dan apabila dalam peperangan, tentara tersebut berprestasi, maka akan banyak hadiah yang akan di terima, beserta hunian mewah di Ibu Kota Kerajaan. "

Memdengar pengumuman tersebut, hampir dari seluruh warga desa tertarik untuk bergabung dengan pasukan kerajaan, terhitung ada 25 pria dewasan dan 12 anak muda yang mendaftarkan dirinya menjadi pasukan kerajaan.

“paman prajurit, bolehkan saya ikut mendaftar juga” ucap seorang bocah kecil

“maaf nak, kamu masih terlalu kecil untuk menjadi seorang prajurit” jawab sang prajurit dengan membelai kepala bocah itu.

“heeeemm” keluhnya cemberut

Sang prajurit tersenyum.

“paman … pamannn” bocah itu kembali memanggil sang prajurit yang hendak meninggalkannya.

“iya” jawab sang prajurit lembut.

“kalau saya tak boleh mendaftar, bolehkah saya mendaftarkan ayah dan teman ayah saya?,

“mereka pasti setuju paman, ayahku selalu bercita-cita ingin menjadi pasukan kerajaan yang hebat, bersama temannya” Carita bocah itu pada sang prajurit.

“iya boleh, siapa nama ayahmu? Beserta temannya?” tanya prajurit itu kembali dengan nada lembut.

“nama ayahku Wezi, dan temannya Yanko” jawab bocah itu dengan riang.

Setelah sang prajurit selesai mencatat nama, bocah kecil itu langsung pergi, berlari dan melompat riang gembira.

“haiii nak?” sang prajurit memanggil bocah itu.

Sang bocah menghantikan larinya dan menoleh ke arah prajurit itu.

“siapa namamu?” tanya sang prajurit

“namaku Saiya paman?” bocah itu menjawab, dan kembali meneruskan langkahnya untuk pulang kerumah.

Ketika sampai di rumahnya ia hanya duduk diam menantikan ayahnya pulang untuk menyampaikan kabar baik itu. Detik waktu terus berlalu, namun ayahnya tak kunjung datang. Dan gelap pun mulai menghampiri, hingga larut malam dan ia tertidur di kursi kayu tempat ia menunggu ayahnya.

Pagi pun tiba, bocah itu terbangun dari tidur lelapnya dan segera ke kamar ayahnya, namun tak jua dia temukan. Sekeliling rumah iya datangi sampai ke sawah dimana ayahnya biasa berkebun, namun tak jua iya temukan ayahnya itu.

Dengan perasaan yang begitu semangat ia terus mencari, dan sampailah di depan halaman rumah Yanko, dari kejauhan terlihat Yanko yang sedang duduk diam dengan pandangan kosong. Bocah itu berlari menghampirinya, dan langsung bercerita dengan panjang lebar tentang cita-cita ayahnya yang ingin menjadi pasukan yang gagah berani

di kerajaan.

“ayah pasti akan sengan dengan kabar yang akan aku sampaikan ini paman” Ujur anak itu pada Yanko dengan perasaan yang menggebu-gebu dan terasa sangat bahagia.

Yanko menatap wajah bocah itu yang sangat ceria, dan terlihat begitu di sayangi oleh temannya itu.

“kabar baik apa yang akan kau sampaikan pada ayahmu nak?” tanya Yanko sambil mengelus-elus kepala bocah itu.

Kemudian bocah itu kembali bercerita tentang hal yang terjadi di pusat desa kemarin sore.

Yanko menarik nafas dalam-dalam setelah anak itu berhanti bercerita, kemudian dia mulai mengarang cerita tentang kehebatan wezi, ayah dari anak itu, kali ini berganti bocah itu yang terdiam mendengar cerita dari Yanko tentang ketangguhan ayahnya saat bertarung dengan seekor ikan raksasa di sungai.

“karena kehebatannya itu di saksikan langsung oleh jenderal dari kerajaan, akhirnya ia mendapat kehormatan di panggil langsung oleh sang jenderal untuk menjadi salah satu bala tentaranya yang hebat” cerita Yanko mengarang

Setelah mendengan cerita tersebut, bocah itu kembali berteriak kegirangan, penuh rasa bangga ia langsung berlari keluar dari rumah Yanko dan menghilang entah kemana.

Tak lama kemudian sang istri menghampiri Yanko, dan kembali melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Yanko yang terlihat sangat sedih hingga tak sadar meneteskan air matanya, tanpa menjawap pertanyaan-pertanyaan itu, Yanko langsung memeluk istrinya dengan sangat erat, dan dengan tubuh yang masih gemetar.

DI HALAMAN RUMAH KEPALA DESA, para warga kembali di kumpulkan, menyakut tentang keberangkatan menuju ibukota Katana Duwipa. Semua warga yang namanya tercatat telah berkumpul kecuali dua nama yaitu Yanko dan wezi yang telah di daftarkan oleh seorang bocah bernama Saiya. Kemudian kepala desa mengirimkan salah satu warganya untuk mendatangi rumah mereka berdua, namun tak lama berselang, Yanko muncul di balik kerumunan warga desa.

“wezi sedang ada kerjaan sebentar, nanti berjumpa di balik bukit Trai katanya” ujur Yanko

Mendengar hal itu, pemimpin pasukan langsung mengeluarkan perintah untuk segera berangkat menuju ibukota.

“baiklah untuk menghemat waktu, perjalanan harus di percepat, jarak yang lumayan jauh, akan memakan waktu hingga 20 hari”. Begitulah kata dari pimpinan pasukan itu.

Awal perjalanan pun segera di mulai, para warga yang ikut serta di berikan waktu hingga 3 jam untuk bekemas dan berpamitan dengan keluarga yang di tinggalkan.

Yanko, tak menuju ke rumahnya seperti warga lain, melainkan pergi mengarah kerumah Wezi untuk menemui Sayia, bocah yang menemuinya kemarin. Sayia adalah keluarga semata wayang dari Wezi, ibunya telah lama meninggal karena sakit, beserta keluarga besar lainnya, wabah penyakit telah menewaskan seluruh keluarganya, hingga saat ini sayia adalah anak sebatangkara, setelah kematian ayahnya yang di rahasiakan oleh Yanko.

“hay nak?

“apa yang kau lakukan sendiri disini?” tegur Yanko

“hanya menunggu ayah?” jawab bocah yang bernama Saiya itu.

“ayahmu tak sempat untuk pulang, nanti dia pasti akan menjemputmu” ucap Yanko menenangkan Saiya yang gelisah menunggu ayahnya pulang.

Saiya hanya menganggukkan kepalanya.

“untuk sementara waktu, kau tinggallah dulu bersama bibik Haity, bersama Mazhity dan Karra juga, kalian bisa bermain bersama” ujur Yanko sambil menepuk pelan punggung Saiya.

“iya paman, sampaikan pada ayah, aku akan menyusul menjadi seorang pemimpin besar” jawab Saiya polos.

“yasudah, paman pergi dulu yah, nanti bibik Haity yang akan menjemputmu”

Saiya kembali hanya mengganggukkan kepalanya.

Yanko lekas menuju rumahnya, meninggalkan anak itu sendirian. Pesan penting di sampaikan oleh Yanko kepada istrinya setelah menceritakan semua kejadian yang sebenarnya. Haity istri dari Yanko hanya terdiam dan mengangguk mendengan semua yang di katakan Yanko kepadanya. Tak lama kemudian Yanko lekas meninggalkan rumah setelah memeluk kedua anak laki-lakinya Mazhity dan Karra yang

berusia 8 tahun dan 5 tahun.

Setapak demi setapak langkah ia lewati dengan penuh rasa ragu, tak lama kemudian setelah beberapa jauh dari rumahnya, seorang anak datang tiba-tiba dan lansung memeluk nya dengan sangat erat. Terkejut dengan itu, Yanko lekas melihat wajah dari anak tersebut, ternyata ia adalah saiya.

“nanti aku akan meyusul, bilang pada ayah, tak perlu menjemputku” ucap bocah kecil itu dengan deraian air mata.

Kata-kata dari bocah berusia 6 tahun itu membuat Yanko hanya terdiam dan mengelus-elus kepala Saiya.

TIBA SAATNYA perjalanan menuju ibu kota dimulai, Yanko bersama

rombongan dan para pasukan pengawal menempuh perjalanan yang cukup jauh, memakan waktu hingga 20 hari dengan berjalan kaki.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya sampailah mereka di tujuan, yaitu kota Katana Dwipa yang begitu megah, Yanko beserta rombongan takjub ketika tiba di sana, dengan pandangan pertama ketika mengijakkan kaki di wilayah Katana, yaitu benteng yang begitu besar dan terlihat sangat kokoh. Hal yang di lihat Yanko kali ini adalah hal pertama dalam hidupnya, dan dia teringat dengan semua yang pernah di ceritakan oleh temannya almarhum Wezi.

“dengan pintu gerbang yang sebesar itu, bagaimana dengan kota yang ada di dalamnya” gumam Yanko dalam hatinya sambil melangkah menuju ke gerbang kota.

**Harapan yang terangkai

bersama kasih yang terjaga

membuka tabir penutup mata

yang menjagal mimpi

sebuah harapan yang terlarang

sebuah mimpi yang di bilang

bukan pada tempatnya

apa yang salah?

bila keyakinan itu ada

apa yang salah?

bila ku ingin berlari

lebih kencang dari seekor kuda

apa yang salah?

bila tangan ini

ingin berfungsi layaknya sebuah sayap

yang mampu melintasi langit

Terpopuler

Comments

hegiegone

hegiegone

awal yang bagus kaka

2020-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!