Yanko berjalan perlahan menyusuri pinggiran kota, terdapat begitu banyak perubahan, warna hijau yang dahulu selalu mendominasi warna di kota itu, kini tak terlihat lagi.
Bahkan orang-orangnya pun sudah begitu berbeda. Wajah, warna kulit, dan masih banyak lagi perbedaan dari seluruh penduduk di kota Katana dwipa saat ini. Yanko mencoba mencari sesorang yang di kenalnya di masa lalu hanya untuk sekedar singgah.
Hingga sampai ujung kota dia jumpai, semua orang tampak berbeda tak ada lagi satupun penduduk kota yang ia kenali setelah 15 tahun berada di dalam penjara. Rasa lapar mulai dirasakannya, dia mendatangi kedai makanan di sekitarnya untuk menghilangkan rasa lapar. Selesai menyantap hidangan, begitu terkejutnya dia dengan harga yang sungguh tinggi, yang terpaksa harus dia bayarkan.
Selesai dari berkeliling Yanko memutuskan untuk kembali dengan begitu banyak pertanyaan yang terbesit di kepala Yanko. Segeralah dia menuju perpustakaan menemui Mahaguru Adham. Sesampainya di perpustakaan wajah Yanko yang terlihat bingung segera di tenangkan oleh Mahaguru.
"duduklah dan dengarkan ceritaku yang mengkin mengobati rasa kebingunganmu" ucap mahaguru Adham seolah tau isi kepala Yanko.
Yanko menurut, duduk diam menunggu mahaguru untuk segera bercerita.
"begitu banyak orang yang ingin tinggal di kota ini, karena kota ini adalah kota teraman bagi orang-orang selatan dari penjajahan yang secara tidak langsung di lakukan orang-orang timur maupun barat, para raja-raja di seluruh wilayah ini, matanya telah di butakan oleh harta."
"Biaya hidup di kota ini menjadi sangat mahal, orang-orang yang tak sanggup dengan itu semua terpaksa harus meninggalkan kota ini dan pergi menuju kota ataupun kerajaan lain yang mereka sendiri tahu takkan ada kebahagiaan di sana"
Yanko menganggukan kepala mendengarkan cerita mahaguru dengan fokus
"kita telah benar-benar dijajah. Tapi sayangnya orang-orang yang seharusnya melawan, hanya diam dan terkesan membiarkan hal itu"
"kini kota Katana dwipa hanya di isi oleh orang-orang kaya yang memiliki banyak harta, orang miskin pasti tersingkir"
"manusia di kelompokkan, seakan golongan dari orang miskin tak pantas untuk hidup bila tak sanggup lagi untuk bekerja"
Yanko melihat ke arah jendela dari menara itu , menatap sekeliling kota.
"mengapa kita harus perduli dengan semua itu??" tanya Yanko lugas kepada Mahaguru.
"mengapa kau bertahan di dalam penjara selama 15 tahun hanya demi sebuah nama yang telah musnah?" tanya kembali Mahaguru padanya.
Yanko berubah marah, mendengar pertanyaan itu, dan berjalan dengan cepat ke arah mahaguru.
Secara mejik Gray tiba di hadapan Yanko dan menahan langkahnya. Sang mahaguru tersenyum, menatap pada Yanko yang bercampur aduk antara marah dan sedih.
"ada seseorang yang begitu keras berjuang mempertahankan nama Kerajaan Pandiwa sangsekar walau dia tau tak ada jalan untuk menang, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, semua orang berkhianat, sang raja kabur entah kemana, dan dia hanya sendirian, aku ikut berjuang bersamanya, petarung yang sungguh tangguh".
"Panglima Yasdisaharza kah yang kau maksud?" tanya kembali Mahaguru pada Yanko dengan penuh senyum.
Yanko terdiam.
"dia itu anak murid ku yang paling keras kepala, kemampuannya yang luar biasa membuat posisi panglima dengan sangat mudah mampu dia raih, namun kenaifannya telah membunuh dirinya sendiri" cerita mahaguru.
"andai kita melakukan semua ini, dan menentang pemerintahan yang sekarang berdiri, lalu apa bedangan kita dengan para pemberontak jahanam itu?" tanya Yanko tegas.
"Kekacauan yang terjadi saat masa pemerintahan kerajaan Pandiwa sangsekar aku pun merasakannya.
Bagaimana sulitnya hanya sekedar untuk mempertahankan hidup. Dan kemudian banyak timbul gerakan untuk memberontak pada pemerintahan kerajaan Pandiwa sangsekar. Sama persis seperti yang kita rasakan sekarang" kembali tegas Yanko.
"Tidak ada yang benar melakukan perubahan dengan menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang tak berdosa ini. Jutaan orang tewas dengan sia-sia pada saat itu, apakan semua itu harus terjadi lagi" kembali tanya Yanko dengan mencurahkan isi hatinya.
"kita membunuh orang-orang kita sendiri, hingga akhirnya semua mati tanpa tersisa dan wilayah ini di kuasai orang-orang timur itu" suara Yanko meninggi.
Sifat keras Yanko membuat peselisian di antara mereka menemui jalan buntu. Hingga akhirnya Yanko memutuskan untuk meninggalkan kota membawa istri dan kedua anaknya.
Yanko berfikir untuk meninggalkan semua tentang dunia kerajaan dan memulai hidup baru seperti dahulu yang penuh ketenangan dan kedamaian.
KEPUTUSAN YANKO UNTUK PERGI TELAH BULAT, sesampainya ia di kediamannya, ia langsung mengajak anak dan istrinya berkemas meninggalkan kota Katana dwipa dan kembali ke desa tempat di mana ia dulu tinggal bersama keluarga tercinta dan penduduk desa yang ramah tamah.
"ada apa ini?" tanya Haity
"ikut saja, kita tinggalkan kehidupan gila ini" jawab Yanko dengan nada cukup tinggi, membuat Haity diam tak banyak pertanyaan lagi. Kedua anaknya pun hanya diam tak sedikitpun berbicara.
Tak seberapa jauh, sebelum tiba di perbatasan kota, Yanko dan keluarganya di kejutkan oleh sesosok mayat yang tergantung di pohon dan beberapa mayat lainnya dengan kepala terpenggal di biarkan begitu saja berkaparan di tanah.
Dengan tubuh yang gemetaran Yanko mengumpulkan mayat-mayat tersebut dan menguburkannya dengan di bantu oleh kedua anaknya.
Haity terlihat begitu pucat menahan rasa takutnya melihat mayat-mayat itu. Seusai memakamkan semua mayat itu, Yanko mendekati istrinya dan mencoba menenangkannya yang menangis karena rasa takut.
"apakan kita akan bernasib sama seperti mereka??" ucap Haity.
Suara yang terdengan samar-samar dari Haity seketika membuat Yanko diam di saat memeluk istrinya sambil mengelus-elus rambut Haity.
"ayah, ayah, ayah?" Karra anak dari Yanko memanggil-manggil dirinya, namun suara itu seperti tak terdengar oleh Yanko, dia tenggelam dalam lamunannya yang panjang.
Cukup lama Yanko memeluk istrinya tersebut. Dan ketika tersadar Yanko merubah pikirannya untuk meninggalkan kota dan memutuskan kembali.
"ayo kita kembali" Ucap Yanko pada keluarganya, seakan tak mau mendengar kata-kata lain Yanko bergegas meninggalkan tempat itu.
"kita harus cepat" kembali tegas Yanko.
Matahari telah berganti bulan ketikan Yanko tiba kembali di kota Katana dwipa. Dia diam tak banyak bicara di malam itu, kemudian meninggalkan keluarganya yang mencoba untuk beristirahat tanpa berkata apa-apa. Penuh kegundahan di dalam hatinya dan langkah kakinya terus melangkah menuju gedung perpustakaan.
Langkahnya terhenti di depan pintu di mana Mahaguru Adham tinggal. Belum sempat dia mengetuk, pintu itu terbuka dengan sendirinya. Seakan sang Mahaguru telah mengetahui kedatangannya.
"aku akan ikut, siap berjuang untuk tanah ini" Dengan menatap mata Mahaguru, tegas Yanko mengatakannya.
Sang Mahaguru hanya menganggukan kepalanya. Tanpa satu katapun, Yanko kembali pergi meninggalkan sang Mahaguru.
DI TENGAH MALAM YANG PENUH KESUNYIAN, Yanko berdiri di atas menara tertinggi di kota. Keinginannya untuk melatih kembali teknik dari pasukan pengintai yang telah lama tak dia gunakan. Lompatan pertama dia lakukan dan berlari di atas dinding menara kemudian melompati atap-atap rumah penduduk dan gedung-gedung istana.
Api membara kembali membakar tubuhnya, membakar semangatnya, hampir 1 malam suntuk dia habiskan untuk mempertajam teknik-teknik yang telah lama di kuasainya ketika tergabung dalam pasukan pengintai kerajaan Pandiwa sangsekar.
Di atas benteng gerbang kota, langkah Yanko terhenti, teringat pertarungan maha dahsyat yang di pimpin oleh sang panglima Yasdisaharza. Hingga tak tersadar lelah tubuhnya mulai menguasai, membuat matanya terpejam tidur di atas benteng itu.
DI BELAHAN DUINA LAIN, tanpa di sadari siapapun, para kerajaan-kerajaan yang menjadi musuh dari kerajaan Pandiwa sangsekar terdahulu mulai melakukan pergerakkan untuk menguasai daratan Pandiwa sepenuhnya. Beberapa kerajaan besar mulai membentuk aliansi untuk meluluh-lantakan seluruh daratan Pandiwa dan memusnakan semua orang yang memiliki keahlian khusus dalam mengendalikan elemen unsur bumi yang cukup di takuti oleh mereka.
Para petinggi-petinggi dari seluruh aliasi kerajaan tersebut yang berada di wilayah dari 19 kerajaan di tanah Pandiwa mulai melakukan trik adu-domba di antara kerajaan tersebut.
*Aku yang telah mati*
Lihat, rasakan, dan pikirkan
apa yang terjadi?
aku yang telah mati
jangan sia-siakan nyawa ku
pedang itu telah menembus jatungku
kematian ini bukan untuk
kesengsaraan keluargaku
tapi untuk senyum mereka
masih saja mereka menagis
mereka masih menjerit ketakutan
siapa lagi yang menjadi pelindung
tolong hentikan derita mereka
aku yang telah mati
tak mungkin hidup kembali
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments