Titisan Iblis

Titisan Iblis

Awal

"ibu, apa ibu akan meninggalkan Layla?" - melamun, tatapan kosong mengarah kepada wanita separuh baya yg berdiri didepan saat ini

"kenapa Layla - tanya nya, "bukankah kamu sudah terbiasa tanpa ibu dan tanpa ayah" - terdiam sejenak.

"sejak kecil kamu slalu terbiasa sendiri, bukan?" - usaha mencairkan suasana, aku menarik wajah kebawah langsung terdiam.

"mulai kecil kamu menyukai warna ungu bahkan semua kamarmu penuh dengan warna ungu mulai cat dinding sampai sprei, baju tidur juga banyak warna ungu. Ibu sangat faham dengan kesukaanmu, Layla" - meyakinkan bahwa ia begitu peduli.

"kenapa ibu tidak mau tinggal bersama Layla? dan membiarkan ayah pergi sendiri" - tanyaku suara lembut penuh keraguan.

Ku memalingkan wajah melanjutkan memasukkan barang barang kedalam koper "karena ibu sangat mencintai ayahmu" - meninggikan suara, sedikit mengejutkan "maafkan ibu, Layla" - mengelus pipi menatap dengan mata sayu.

Wajah tertegun mengekpresikan kekecewaan, aku mengatakan hal yang tersimpan padanya "ibu sudah meninggalkan Layla sejak kecil, Layla besar hanya dengan pembantu kepercayaan kalian, bukan dengan kalian" - suara parau, melanjutkan dengan terbata bata

"padahal baru 3 bulan kalian bersama ku setelah kepergian yg sangat lama, tapi kenapa harus pergi lagi?"

"Layla" - tangan lembut meraih wajah mengusap rambutku yang hitam lurus memanjang sepinggang "ibu sangat menyayangimu Layla" - ia tersenyum, membalas tatapan mata yang sinis.

Wajah kita saling berhadapan saat ini, tapi kita tampak berbeda, ia dengan kulit putih pucat dan aku memiliki warna kulit kekuningan.

Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi, jam dinding berada tepat diatas jendela. Terdengar suara detik detik jam mengisi ruang kamar, cahaya matahari menyengat menembus kulit beberapa pot bunga yang memenuhi ruangan berpadu dengan sprei motif bunga warna "ungu" dan lagi aku merapikannya.

"Soraya" - pria separuh baya berdiri didepan pintu mengarahkan kedua mata menuju padaku.

Wajah dan warna kulit terlihat sama denganku seperti itulah ayah memanggil ibu yg saat ini sedang membantu beberes barang, ia memandang begitu ragu "apa kau sudah yakin Layla, kali ini kami akan meninggalkanmu lumayan lama" - tuturnya, spontan membuatku sedikit down

"aku sudah terbiasa sejak kecil" - penjelasan penuh keraguan "lalu apa kalian masih ragu?" - lanjutku, sedikit menekan bahwa aku baik baik saja.

Ibu memeluk, mencium kening dan mengusap rambutku "i'm sorry Layla .... ibu sangat mencintaimu" - dan lagi perkataan ini membuat semakin putus asa.

Aku tersenyum menatap pria separuh baya yg mirip denganku tidak lain adalah ayahku sendiri. Ia berdiri tepat didepan pintu kamar.

tanpa menghiraukan mereka, aku berbalik membelakangi dan melanjutkan merapikan barang barang memasukkan satu per satu kedalam koper sampai bayangan ayah tidak lagi terlihat, kini hanya ada ibu yg membantu merapikan semua.

"aku akan merindukan kamarku yang full warna ungu" - ucap dalam hati

Beberapa foto masa kecil sampai dewasa terpasang di dinding, semua mengenakan baju berwarna ungu dan tidak ada foto kami bertiga. Foto artis favorit ku letakkan dekat meja belajar sambil merapikan rak buku yang penuh buku novel dan pelajaran semasa sekolah.

Sepoi angin menembus kulit melalui jendela sebelum ku tutup rapat.

Langkah kaki melangkah berjalan menuruni anak tangga satu per satu, aku memasang headset dan mendengar lagu classic sambil membawa koper yang berisi barang barang. Untuk kali ini mereka meninggalkan tanpa harus tinggal dirumah.

Terlihat ibu sibuk dengan handphone pribadinya memasukkan barang - barang pada bagasi mobil, langit kian berubah mendung angin menyapu rambutku yg lurus memanjang sepinggang menutupi bagian belakang jaket jeans berwarna hijau army yang ku kenakan, dan sepatu kets hitam putih.

"Layla... cepat" - gaya ibu suka memburu waktu

ku membalikkan tubuh mengamati keadaan rumah sambil terus melihat balkon kamarku yang berada ditengah pas diatas pintu masuk seakan aku sangat merindukan bangunan ini, rumahku tempat aku besar tanpa orangtua dan hanya pembantu yg dipercayai yg membesarkan ku. Masa masa kecil sangat tidak membahagiakan. Berbeda dari teman teman yg lain, terpenuhi segala materi dengan kasih sayang dari orangtuanya.

"huft ... " - sedikit membuyarkan lamunan kosong, melangkah menuju mobil Camry milik ayah, hembusan angin kencang mengagetkan bergegas dan kemudian kami pergi

Kali ini perjalanan akan sangat jauh, menuju ketempat teman ayah dengan kecepatan mobil yg di kendarai nya. Hujan pun turun deras bahkan terasa sangat dingin didalam, kaca kaca mobil mulai mengembun. AC perlahan menusuk kulit menembus jaket jeans, tapi aku masih asik dengan musik classic bahkan sengaja ku perbesar volumenya tak mempedulikan ibu yg terus menelepon, dan ayah yg fokus menyetir. Pandangan kosong menikmati pemandangan luar memenuhi mata. Hujan deras begini, masih ada orang dipinggir an jalan, beberapa dari mereka mendayu sepeda tanpa jas hujan "malang sekali nasibnya" - gerutu ku.

"Layla" - panggil ayah melihat dari spion mobil mataku teralih kepadanya. Tangan bergerak mulai mengecilkan volume musik. "aku harap kamu akan betah, tinggal dirumah teman ayah" - aku terdiam, dan lagi lagi ingin menangis.

"kalian begitu lama meninggalkan Layla" - bisik dalam hati, ibu menoleh kebelakang dan meraih tanganku seakan tahu dengan isi hati "maafkan ibu dan ayah, karena sudah sering meninggalkanmu sejak kecil dan kamu besar oleh orang lain. Ayah begitu sibuk dengan pekerjaan, aku harap kamu mengerti Layla" - kata kata menusuk lebih parah lagi, aku menarik tangan dari genggaman Ibu

"aku tidak apa apa jangan khawatirkan aku" - membuang muka. "aku sudah terbiasa sejak kecil ... jadi kalian terlalu berlebihan jika harus mengkhawatirkan ku " - ucapku sedikit ketus. Mata berpindah melihat keluar jendela, menyatakan bahwa perkataan ini telah selesai.

Lagu yg didengar lewat headset sengaja ku perbesar volumenya lagi. Mataku mengarah keluar menikmati pemandangan dengan pepohonan menjulang tinggi berjajar, ditambah sepoi sepoi angin menyejukkan. Langit mulai berawan dan tidak turun hujan tapi jalan masih sangat basah.

Aku duduk dibelakang tepat di belakang ibu, dari samping aku dapat melihat ayah yg lagi menyetir. Mata sayup sayup melihat pemandangan sedikit membuat mengantuk, hawa bertambah dingin. Kaca mobil mulai mengembun, volume lagu classic sedikit terdengar samar. Ku sandarkan tubuh pada kursi dan sangat nyaman sekali.

Ayah menggunakan mobil kesayangan Camry, aku terbebas duduk dibelakang meski kaki ini agak menekuk, ku luruskan sebisa mungkin tapi mustahil. Kulipat kedua tangan sehingga lengan saling bersentuhan dengan telapak tangan, sambil terus menguap karena mengantuk. Kini yg terpapar dijalan hanya pepohonan yg hijau, dan beberapa kedai kopi yang terbuat dari gubuk, seperti pedesaan.

Musik classic beralih pada lagu slow, tak terdengar suara ibu sama sekali, entah yang dilakukan ibu aku tidak tahu, kedua bola mata masih fokus keluar memandang jalanan yang hijau, burung burung beterbangan diatas langit, cuaca agak gelap tak ada sinar matahari.

"Layla " - panggil ayah lagi sontak membuyarkan lamunan, mata ayah melihatku dari spion dalam, aku merunduk. "kau sudah menentukan tempat kuliahmu? dimana kau akan berkuliah" - pertanyaan mengintimidasi, "belum ayah" - jawab spontan "lagian Layla barusan lulus dari sekolah, umur Layla masih muda 19th, jadi ayah kasih waktu setahun untuk memikirkan nya" - penjelasan yang bagus menurutku karena pelajaran sangat membosankan.

"hmm, aku harap kamu segera menentukan, ingat waktu bersantai tidak lama Layla" - ucap ayah tegas. "Baik ayah" - wajah muram yang tidak bisa ku sembunyikan lagi, tampak ibu tidak merespon perbincangan kami, mungkin ia tertidur pulas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!