Pertemuan

Mobil berhenti tepat dihalaman yang sangat luas bak lapangan sepak bola, pagar besi menjulang tinggi terbuka lebar.

Rumah dengan bangunan kuno dan paling megah dari rumah lainnya, sangat terheran bila terdapat tempat semegah ini di daerah pegunungan. Depan rumah langsung dihadapkan dengan jalan raya menurun dan menanjak, jadi ini masih pertengahan dari puncak gunung.

"Wah, bahkan ini lebih besar dari rumahku !" - mata mengamati halaman, terdapat 3 mobil terparkir BMW Sport, Jeep Rubicon, dan Camry mirip dengan milik ayah.

Dari luar bangunan cat tembok penuh warna putih, bahkan jendela kaca tembus pandang memanjang dari atas atap rumah sampai kebawah berdampingan dengan pintu masuk, terdapat anak tangga berkelok dari dalam rumah yg sedikit tertutup kelambu.

"Bagaimana ayah memiliki teman sekaya ini" - gumam, takjub.

"Layla ayoo" - ayah membuyarkan lamunan "kita harus cepat ! jika tidak cepat aku dan Soraya akan ketinggalan pesawat, kau tau jarak dari sini ke bandara lumayan lama" - bergegas mengambil barang barang dari garasi mobil, tampak ayah dan ibu telah mencapai pintu masuk

"tok tok..." - suara ketukan pintu, terdengar dari tempat saat ini aku berdiri, segera ku berlari menuju pintu dengan membawa tas yg lumayan berat

"cekrek" - suara pintu terbuka, nafas terengah engah berdiri dibelakang mereka.

Pemuda keluar dari balik pintu, kulitnya begitu putih bentuk wajah yang lonjong, rambut lurus hitam lumayan tebal bentuk short neat. Ia berdiri kaku, memakai kaos putih lengkap dengan celana blue jeans. Aku hanya mencapai pundak dari ketinggiannya, ia menarik bibir tersenyum dengan wajah yang kaku menyapa ayah dan ibu yang saat ini berdiri didepannya

"ada yang bisa saya bantu ?" - ucap lirih, mata yang tajam langsung tidak memperlihatkan keramahan ketika memandang ku. Tertegun, bersembunyi di balik tubuh ayah, beralih pada sepatu kets yg ku kenakan, tanpa memandangnya lagi.

"saya Jafar Shodiq dan ini istri saya Soraya, saya ingin bertemu bapak Khadir, apa bapak Khadir ada dirumah?" - suara parau ayah memperkenalkan diri

"oh... ayah, dia ada paman" - terdengar suara yang menggema "saya anaknya Ali" - lanjutnya, memperkenalkan diri. Mata masih tak berani memandang nya lagi

"baik saya akan panggilkan, silahkan masuk" - tanpa basa basi lagi, ia mempersilahkan kami masuk. Berjalan tepat dibelakang ayah tanpa mendongak kan wajah fokus bersembunyi mengamati lantai keramik menuju ruang tamu.

Lukisan seorang pria berwajah eropa terpampang pada dinding dengan ukuran yg sangat besar serta pedang panjang dan pakaian putih bak pahlawan pada jaman peperangan, tertulis dibawah lukisan tahun 1990 dibuat. Ruangan dipenuhi barang kuno terdapat guci dan beberapa benda antik yang terbuat dari keramik, berjajar lukisan orang pada jaman dahulu terpajang rapi pada dinding.

"Pemilik rumah ini seperti kolektor barang" - bergumam sendiri

"Layla, paman Khadir orang jaman dahulu yg sangat gemar terhadap barang barang kuno, dia anak dari Belanda dan Indonesia … Khadir Jhavaleen" - penjelasan ayah, membaca mimik muka yang terheran

"dulu tahun 1980 dia senior ayah kuliah di Universitas Daya Bhakti" - lanjutnya. "Saat itu usia dia masih 20th dan aku 18th, setelah lulus kuliah ia jadi pegawai batu bara di Kalimantan sampai akhirnya dia menjadi pemilik batu bara sendiri" - terdiam seksama mendengarnya.

"Semoga paman Khadir bisa menerimamu" - lanjutnya lagi.

Tak sepatah kata keluar dari bibir, menanggapi sedikitpun tidak. Perkataan ayah membuat diam seribu bahasa, sekarang perasaanku bercampur aduk antara sedih dan menyesal bahwa aku akan ditinggal lagi oleh mereka.

"Jafar !!! " - lelaki paruh baya, gagah sedikit gemuk mendatangi tempat duduk ayah. Berpelukan sebentar lah mereka

"kau dir? apa kabar? "

"syukur sehat semua disini, far !! sudah lama tidak bertemu, mau minum apa? biar aku panggilkan" - terlihat ayah sangat antusias dengan pertemuan ini.

"mbok ne...mbok ne" - suara lantang paman Kadir

segera wanita tua datang "mbok ne bikinkan wedang jahe untuk mereka, disini musim dingin jadi alangkah bagusnya minum wedang jahe" - lanjutnya, penjelasan masuk akal karena cuaca, bergegaslah wanita tua itu pergi.

"Waduh ... sudah lama kita tak jumpa, kau masih bergelut di usaha minyak bumi, far ?" - tersenyum sinis

"iya dir, ini aku mau ke Arab Saudi untuk pekerjaan mengebor minyak bumi" - ungkap ayah

"hast, jangan panggil Kadir lah !! aku ini di perusahaan biasa dipanggil bapak Jhavaleen, Java panggil aku Java" - potong paman Kadir, tertawa sesekali meledek.

"Hahaha.. bisa aja kau dir, bukan begitu ini aku mau menitipkan putriku kepadamu sampai aku kembali dari pekerjaan"

"hah.. siapa?" - terheran, menoleh ke arahku

"Layla" - perjelas ayah, mengangkat wajah sambil tersenyum "paman Khadir salam" - ucapku canggung.

"Ini tuan" - mbok ne mengantar minuman wedang jahe untuk kami, menutupi pandangan paman Khadir terhadapku "oh oke oke, baik ... kira kira berapa lama rencana kau disana?"

"kurang lebih 5 tahun" - jawab spontan ayah.

"Maksudku apa kau tidak apa apa meninggalkan Layla dalam waktu segitu?" - wajah heran paman Khadir terhadap ayah

"aku mohon sangat untuk menitipkan kepadamu, aku tidak bisa meninggalkan Layla sendiri disini di kota ini. Kau tau kan sekarang kejahatan merajalela, aku takut jika Layla ditinggal sendiri dirumah, takut ada perampok atau pembunuhan atau apalah. Jaman sudah berbeda, keamanan sudah tak terjamin aku mengkhawatirkan Layla. Apalagi dia anak satu satu ku" - mata paman Khadir sesekali melirikku, terheran.

"Oke oke" - ungkapnya santai

"untuk biaya hidup aku sendiri yg akan mengirim Layla dan kau dir"

"kau meledekku far" - spontan paman Khadir tertawa, "biaya hidup Layla tidak usah kau kirim aku sudah menjamin" - suara menantang membuat ayah tak bisa menahan tawanya.

"ngerepotin kau dir, tetap aku akan mengirim Layla, mgkin dia perlu sesuatu" - terdiam sejenak.

"Oh ya tadi itu anakmu?" - tiba tiba ayah mengalihkan pembicaraan "lelaki muda itu ?" - basa basi ayah, sangat bisa diprediksi

"oh Ali" - wajahnya berubah senang, "iya dia anakku tapi wajah kita tidak mirip" - lanjutnya

"anakmu berapa, dir ?" - suara lantang ayah

"pertama anakku bernama Helma, dia kuliah di Perancis. Kedua Ali dia kuliah di Universitas Cokroaminoto ambil jurusan hukum, bentar lagi akan lulus. Dan ketiga Haby putra ketiga ku, dia baru masuk kuliah 1 tahun ini, universitasnya sama dengan Ali ... itu anak anakku" - menatapku tersenyum

"kau akan senang disini Layla" - lanjut paman Khadir, lagi lagi aku merasa perkataan itu menyiksa sekali

"kuharap paman" - sedikit menekan.

"Oke kalau begitu, dir !!! aku titip Layla padamu waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 pesawat ku berangkat jam 17.00, kau tau kan jarak dari rumahmu yg lokasi pegunungan ini amatlah jauh dari bandara" - ayah berdiri menghadap paman Khadir yg saat itu juga berdiri mengikutinya

"Layla, ayah dan ibu pergi dulu".

Tanpa membalas perkataan ayah, ku menundukkan kepala membiarkan paman Khadir mengantar sampai keluar sendiri.

Suara pembicaraan mereka masih terdengar dari dalam, aku mengamati ruang tamu dengan desain kuno, memutar mata mengamati sudut ke sudut, tiap tiap sudut terdapat barang barang antik.

"Its amazing..." - bergumam, tanpa peduli suara mobil ayah yg kian menjauh dari rumah ini

"Layla ..." - suara paman Khadir memanggil, ia berjalan menaiki anak tangga

"iya paman" - kode bersiap mengambil tas koper dan bergegas melangkah menuju tangga

"kau berumur berapa Layla ?" - tanyanya saat ini, berjalan memunggungi ku

"19th" - mata menatap keluar jendela melihat pemandangan hijau yg sangat indah, puncak gunung terlihat jelas "kenapa tidak kuliah ?" - tiba tiba pertanyaan interogasi membuyarkan

"karena Layla belum minat !!" - jawaban spontan, tanpa berfikir

"aku punya anak perempuan Helma dia mengambil kejuruan desain di Perancis. Mungkin suatu saat kau bisa belajar banyak darinya" - ungkap paman membuat terdiam

"iya paman" - tersenyum, jawaban singkat.

Tangga ini rasanya tinggi sekali, keringat mulai bercucuran tapi masih belum sampai juga.

"host ... " - gerutu ku

"ada apa Layla?"

"tidak apa apa" - tanpa sadar, sudah mencapai ruang atas

"wow ...." - ditengah terdapat ruang keluarga dengan karpet berwarna putih ditambah TV Flat berukuran bioskop.

Ada beberapa jendela dan tanaman diluar tak jauh dari ruang keluarga, sungguh sangat indah

"ikuti paman !!! " - suara menekan, berjalan berlawanan arah dari ruang keluarga menuju salah satu ruangan agak ke sudut terdapat kamar per kamar berjarak 1 meter.

Salah satu pintu terbuka lebar, bayangan laki laki berkaos putih dari balik rambutku terlihat jelas sedang duduk sambil memainkan laptop.

"ini kamarmu" - tunjuk paman, jarak 2 ruangan dari kamar Ali.

Aku memasuki kamar dan mengamati desain cat tembok berwarna biru telur asin, lukisan lukisan dan pot bunga full dinding kamar. Meja belajar bersebelahan dengan jendela yang menghadap pada halaman rumah, persis tidak jauh berbeda seperti kamarku memiliki balkon menghadap ke depan

"ini sudah lama tidak digunakan" - perjelas paman Khadir

"tepat disebelah Ali, adalah kamar Helma, dan antara ruangan Helma dan ruangan mu adalah kamar Haby, semoga kamu menyukai nya Layla. Kalau ada apa apa panggil saja pembantu rumah ini" - ungkap paman

"baik paman" - ucapku tegas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!