Aku Bukan Musuhmu
"Ibu...Ayah...Alan..., kalian...." Alia menggantungkan kalimatnya. "Bagaimana kalian bisa berada disini?" Tanya Alia sambil meraih tangan kedua orang tuanya dan menciumnya. Kemudian ia membawa mereka memasuki apartemen mewah yang selama ini dihuninya seorang diri.
Tak terasa dua minggu berlalu begitu cepat. Besok adalah hari yang paling mendebarkan bagi gadis manis bermata bulat itu. Tidak ada lagi yang bisa mengubah keputusannya. Bahkan ia sendiri sudah meminta restu kepada kedua orang tuanya bahwa ia akan menikah dengan sosok misterius bagai malaikat tanpa sayap itu.
"Kok kamu nanyanya gitu sih, Al? Memangnya kamu mau menikah tanpa kehadiran wali dan keluargamu?" Tanya Ibu sambil meletakkan tas kecil miliknya diatas meja.
Alia tertunduk mendengar penuturan Ibunya. Agaknya ia sudah salah bicara. Sedangkan Alan dan Pak Harry sudah mengambil posisi masing-pasing untuk mengistirahatkan tubuh mereka akibat penatnya perjalanan. Namun kedua mata mereka masih sigap mengamati percakapan serius antara dua wanita yang amat sangat mereka cintai itu.
"Bukan begitu maksudku, Bu..tapi..aku tidak ingin membebani kalian hanya untuk datang kesini. Secara tiket pesawat enggak murah kan, Bu?" Alia masih tertunduk tidak berani menatap wajah sang Ibu.
"Enggak mahal kok, Kak. Buktinya sekarang kami disini." Celetuk Alan sambil tersenyum kegirangan karena akhirnya bisa merasakan sensasi naik pesawat terbang untuk yang pertama kalinya. Pak Harry hanya menggeleng pelan melihat tingkah anak bungsunya itu.
"Alia anakku..sini deh duduk di samping Ayah." Pak Harry menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Saat ini mereka sedang berada di ruang tengah yang merupakan ruang keluarga. Terdapat sofa panjang lengkap dengan meja yang di depannya terpasang televisi 52 inci yang membuat penontonnya berasa berada di layar lebar XXI.
Alia menuruti perintah Ayahnya, lalu duduk disamping Pak Harry. Namun sebelum Pak Harry memulai pembicaraan, Alia mendahuluinya.
"Ayah..maaf.." Air matanya mulai menganak sungai di kedua pipinya.
"Maaf untuk apa, nak?" Pak Harry mengelus lembut pucuk rambut putrinya.
"Maafkan aku karena sudah mengambil keputusan sendiri tanpa berdiskusi dahulu dengan Ayah." Alia semakin terisak, pasalnya ia takut Pak Harry akan menyampaikan kalimat kekecewaan padanya.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, nak. Keputusanmu sudah benar. Ayah dan Ibu merestui pernikahan ini. Jadi, kamu tidak boleh menangis lagi karena besok adalah hari bahagiamu."
"Tapi Ayah, bagaimana bisa dengan mudahnya Ayah memberi restu disaat aku menghubungi Ayah via telepon? Padahal Ayah juga belum kenal calon suamiku kan?" Alia memandang wajah teduh yang sudah menampakkan kerutan di dahinya itu. Terselip rasa penasaran yang amat pekat dibenaknya.
"Nanti juga kamu akan tahu.."
Pak Harry menyeka buliran bening yang membasahi pipi anaknya. Bahagia? Tentu beliau bahagia, akan ada sosok yang menjaga anaknya di kota sebesar ini. Sedih? Tentunya ia juga bersedih karena harus merelakan putrinya kepada orang yang akan menjadi imamnya kelak. Tidak akan ada yang tahu tentang isi hatinya saat ini selain dirinya dan Tuhan.
Lengkap sudah haru biru permintaan restu itu, walaupun sebelumnya telah dilakukan secara online tetap saja sebuah pertemuan membuat momen itu terlalu menguras rasa. Tidak banyak yang diharapkan Alia. Menjalin kehidupan rumah tangga bahagia dengan mengantongi ridha dari orang tua dan mengabdikan sisa umurnya demi suami yang ia sendiri belum mengetahui bentuk dan rupanya. Tak masalah bagi Alia.
"Al...kamu enggak mau nemuin calon suamimu dulu?"
Tanya Ibu Nana yang sedang menyusun pakaian mereka di dalam lemari kamar tamu. Di apartemen ini terdapat empat kamar. Satu kamar utama, dua kamar tamu dan dua kamar lagi khusus diposisikan di belakang untuk asisten rumah tangga. Hanya saja sekarang belum ada yang menghuninya.
"Aku belum pernah bertemu dengannya, Bu." Jawab Alia santai sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Loh...beli kucing dalam karung dong." Ibu Nana menggoda putrinya. "Kalo ternyata calon suamimu itu tua bagaimana?" Lanjutnya.
"Ibu ini seperti Isni saja. Lebih parahnya lagi secara tidak langsung ia mendo'akan kalau calon suamiku itu kakek-kakeh duda." Cebik Alia, mengingat percakapannya dengan Isni di halaman bandara waktu itu.
"Lagian kamu juga sih, masa' mau nikah tapi enggak tahu seperti apa calon suaminya." Ibu Nana terkekeh melihat wajah putrinya cemberut karena berhasil digodanya. Padahal ia sendiri sudah bertemu dengan calon menantunya itu.
"Enggak papa, Bu. InsyaAllah aku ikhlas dunia akhirat. Lagian aku tidak ingin kabut hatiku berubah jadi mendung dan mengubah keputusan setelah bertemu dengannya. Setidaknya dengan tetap menjaga pandanganku, acara besok akan berjalan sesuai rencana." Ibu Nana menghentikan aktifitasnya sejenak dan menghampiri Alia.
"Ternyata putri kecil Ibu sudah tumbuh menjadi wanita dewasa." Ucap Ibu Nana sambil mengelus lembut pipi anaknya. "Ya sudah, kamu istirahat gih..besok kamu harus bangun lebih awal karena harus dirias kan?" Lanjutnya. Alia bangkit dan memeluk Ibu Nana. Drama Ibu dan anak itu dimulai.
"Makasih ya, Bu. Sudah menjadi wanita kuat dan sabar untuk aku dan Alan." Alia terdengar terisak bahkan air matanya mulai membasahi daster yang dipakai Ibunya.
"Itu sudah tugas Ibu, sayang. Kamu tidak perlu berterima kasih. Hanya saja Ibu ingin berpesan, taatlah kepada suamimu. Seperti apapun dan bagaimanapun keadaannya, berjanjilah kalau kamu akan selalu berada di sampingnya."
"InsyaAllah Bu, Alia sayang Ibu..." Memeluk sang Ibu dengan hangat. Drama pun berakhir dengan sedikit air mata dan kecupan di kening Alia.
Alia kembali ke kamarnya sedangkan Ibu Nana melanjutkan pekerjaannya yang sempat terjeda drama dalam tanda kutip bukan drama k*rea tadi.
***
Angin bertiup mengikuti arahnya. Matahari sejenak bersembunyi sekedar memberi waktu kepada hujan untuk menurunkan rahmat dari Tuhan semesta alam. Anak cucu adam terlihat sudah memenuhi tempat ibadah yang pagi itu akan menjadi saksi bisu kedua insan mengucap janji suci untuk meraih ridha ilahi.
Alia sudah siap dengan kebaya putih dengan mahkota kecil bertengger diatas kerudung yang berwarna senada dengan sentuhan metalik menambah kesan elegan pada penampilannya. Sedangkan wajahnya di make-up flawless terkesan tipis namun sangat menambah aura kecantikan yang natural. Di jamin pengantin laki-lakinya akan semakin jatuh hati.
Gadis yang memiliki lesung pipi kecil itu sengaja menunggu di ruangan khusus dibagian terkecil dari tempat ibadah tersebut. Ia hanya ingin mendengar suara merdu sang Ayah dan calon imamnya melafalkan kalimat romantis tanpa tanding itu dari balik layar.
Ini adalah hari Jum'at. Alia sengaja memilih hari ini untuk menjadi hari terbaiknya. Konon katanya Nabi Adam dan Nabi Muhammad melangsungkan pernikahan pada hari ini. Walaupun imamnya kelak tak sesempurna idola dalam hidupnya tersebut, setidaknya ia mengharapkan syafa'at bahwa pernikahannya bisa sehangat dan sebahagia rumah tangga panutan seluruh umat muslim itu.
Detik-detik mendebarkan semakin dekat. Perlahan tapi pasti Alia meremas ujung kebayanya menikmati kekhidmatan prosesi jabat tangan antara wali dan calon suaminya. Tak terasa air suci sebening kristal itu jatuh dari pelupuk mata Alia ketika mendengar kata SAH yang diiringi do'a bagi kedua mempelai dan diaminkan oleh semua orang yang menjadi saksi pernikahan mereka.
Janji suci telah terucap. Kini saatnya Alia keluar dari bilik persembunyiannya. Kaki jenjang itu serasa berat menopang tubuh mininya yang berbalut kebaya cinta. Ada sepasang mata yang sejak tadi mengikuti langkahnya. Alia semakin gerogi. Ia belum berani mendongakkan pandangannya untuk menguak tirai misteri diantara mereka. Sampai akhirnya ia berdiri persis di hadapan sosok yang selama ini selalu ia sebut dalam lantunan do'anya.
Alia diminta mencium punggung tangan suaminya untuk pertama kali. Ia meraih telapak tangan yang sudah tidak asing lagi di matanya. Ruas jari lurus dan putih yang pernah ia genggam sebelumnya. Setelah Alia mencium tangan sang suami, giliran mempelai pria yang mencium kening pengantin wanitanya.
Ada rasa canggung disaat kedua tangan kekar itu meraih rahang indah Alia. Namun ia masih saja tertunduk malu. Akhirnya kecupan hangat sebagai simbol kepemilikan awal sudah berlabuh di tempatnya. Sampai terdengarlah suara lembut yang membuat bulu kuduk Alia berdiri tegak.
"Aku mencintaimu, istriku..."
Alia sontak mengangkat wajahnya, menatap manik mata indah yang selama ini selalu menghantui alam bawah sadarnya. Tidak ada yang berubah dari wajah itu. Malah semakin tampan dan menawan dengan penampilannya yang terlihat lebih dewasa dan berwibawa dari sebelumnya. Alia menelan salivanya dengan berat dan mengeluarkan sisa-sisa gelombang suara yang ia miliki.
"Ka..kamu...."
Bersambung....
Jejakmu semangatku gengs🤗 Terima kasih🙏💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ayuwidia
Aku hadir Alia .... maaf jalannya lemot kayak siput, jadi mampirnya sangat sangat terlambat ... 😅
Prolognya sudah sangat bikin baper ... Jadi penasaran, siapa sihhh sebenarnya ... suami Alia??? 😆😆😆
Btw, Alia sosok wanita yang mengagumkan. Dia berpikiran positif kepada dzat yang maha menautkan hati... Meski belum pernah bertemu dengan calon suaminya, Alia yakin dan menerima calom imamnya itu dengan keikhlasan hati...
Semoga sakinah mawadah warohmah, Alia 😘
2021-06-26
0
Siti Rohana
awal yang baik
2021-04-24
0
Little Peony
Halooo Thor salam kenal dari Temptation dan Split Up ya 🌸
2021-03-29
1