Dengan senyum merekah dan langkah penuh semangat Aufar kembali ke lobby hotel untuk menemui Alia. Ia sudah tidak sabar lagi ingin menikmati makan malam bersama sang istri. Namun raut wajah Aufar perlahan berubah menjadi kebingungan ketika ia tidak menemukan keberadaan Alia di sana. Ia mengekori setiap sudut ruangan itu, namun hasilnya nihil. Lalu ia melihat seorang security yang sedang berjaga di depan pintu masuk hotel. Aufar berjalan mendekatinya dan mencoba bertanya kepada security bertubuh tegap itu.
"Permisi, Pak..apa Bapak melihat seorang wanita dengan tubuh tidak terlalu tinggi, memakai kerudung dan bermata bulat?" Tanya Aufar dengan sopan sambil tersenyum hangat kepadanya. Lelaki dewasa bertubuh tegap itu nampak berpikir sejenak.
"Oh..iya, yang memakai long dress berwarna hitam ya, Tuan?" Security itu kembali bertanya.
"Iya, benar Pak. Kemana perginya dia, Pak?" Aufar semakin antusias dengan wajah paniknya.
"Tadi sepertinya ia sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita di depan aquarium itu, Tuan. Lalu tidak lama kemudian ia keluar menuju jalan raya. Mohon maaf kalau boleh tahu, ada hubungan apa Tuan dengannya?" Tanya si security yang mulai kepo.
"Dia istri saya, Pak. Ya sudah, terima kasih atas informasinya ya, Pak." Aufar melangkah menjauh dari security itu dengan maksud keluar dari hotel untuk mencari Alia. Namun sejurus security itu menahannya.
"Tunggu Tuan, sepertinya tadi istri Anda keluar dalam keadaan menangis. Saya berharap Tuan bisa segera menemukannya." Ucap security itu dengan tulus.
Aufar semakin gusar. Ia segera menuju mobilnya dan memacu kendaraan itu menyusuri jalanan mencari jejak Alia. Pikirannya tiba-tiba kalut, khawatir akan keadaan Alia. Dadanya terlihat naik turun karena menahan amarah.
Tiba-tiba sejuta pertanyaan bertengger di benaknya. "Apa yang sebenarnya telah terjadi? Siapa wanita yang berbicara dengan Alia yang dimaksud oleh security itu? Apa yang sudah dikatakannya sehingga membuat Alia menangis dan pergi dari hotel?" Sejurus kemudian Aufar teringat sosok ular berbisa yang mengancamnya tempo hari di rumah sakit.
"Fana.." Nama itu lolos begitu saja dari bibir dokter muda itu.
"Apa mungkin wanita itu, Fana?" Pandangannya menatap nanar ke ruas jalan. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan jika kamu berani mengusik rumah tanggaku, wanita jalang!" Aufar memukul-mukul setirnya. Dalam kondisi seperti ini sulit baginya untuk mengendalikan emosi diri. Namun perlahan wajahnya kembali sendu mengingat istri kecilnya yang tiba-tiba menghilang. Padahal baru saja ia menggenggam tangan halus istrinya, dan sekarang sosok itu menghilang bak ditelan bumi. Akankah Aufar bisa menemukannya?
"Sayang...kamu dimana?" Aufar meremas rambutnya frustasi karena belum juga menemukan sosok yang ia cari. Ia mengitari beberapa rute yang ia yakini dilewati oleh Alia. Namun hasilnya tetap saja nihil. Ia putar balik menyusuri rute yang berlawanan. Di tengah-tengah padatnya jalanan ibu kota, tentunya sangat sulit bagi Aufar untuk menemukan sosok kecil itu dari dalam mobil. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dari kendaraanya dan melanjutkan pencariannya dengan berjalan kaki.
"Ya Allah...lindungilah istriku.." Pintanya disela-sela pencarian yang sama sekali tak membuahkan hasil itu. Tangannya sebelah berkacak pinggang, dan sebelahnya lagi memegang kepalanya yang mulai terasa pusing karena terlalu tegang.
***
Di sebuah taman yang letaknya di pinggir jalan dan tidak jauh dari hotel itu, terlihat seorang wanita sedang menangis tersedu. Ia mencoba meluapkan emosinya dengan deraian air mata yang sejak tadi setia membelai-belai pipi chubby-nya.
"Bodoh..!!!! Kenapa aku harus mempercayai kata-kata wanita itu?" Alia seketika menghapus jejak air matanya. Menyesali kebaperan yang tidak ia sadari.
"Dan kenapa juga aku harus pergi meninggalkan hotel? Pasti Aufar sangat khawatir karena tidak menemukanku disana."
Alia beranjak dari duduknya bermaksud ingin kembali ke hotel. Namun langkahnya terhenti karena dihadang oleh dua orang preman yang saat itu sedang melintas di sana.
"Hai manis, mau kemana? Di sini aja ya main-main sama abang." Sapa salah satu dari mereka yang hanya memakai kaos oblong berwarna hitam. Kalung rantainya terlihat sangat besar melingkar di leher pria itu. Ia mencekal lengan kanan Alia. Sedangkan lelaki yang satunya lagi terlihat tersenyum menyeringai menonton adegan itu.
"Lepaskan! Jangan sentuh aku...iiiiiih!!! Alia menggoyang-goyangkan tangannya berusaha melepaskan diri dari cengkraman makhluk jahat itu.
"Ternyata kau terlihat semakin manis aja jika sedang marah." Ujar pria yang satunya lagi sambil menyentuh pipi mulus Alia. Pria itu memakai jaket kulit berwarna senada dengan kaos yang ia kenakan.
"Lepas...lepaskan aku!! Tolong...tolong...tolong....Aufaaaar tolong aku." Tangis Alia pecah. Ia berteriak sekuat tenaga, namun karena bisingnya hiruk pikuk jalan raya membuat orang di sekitar tidak bisa menjangkau suara Alia.
"Sudahlah..simpan saja tenaga mu untuk bersenang-senang nanti, sayang." Ucap pria yang memakai kalung itu.
Mereka menyeret tubuh mungil Alia kembali ke wilayah taman yang terlihat lebih sepi. Dimana tubuh kecil itu sudah terlihat lemah tak berdaya karena kehabisan tenaga untuk melawan dua laki-laki bertubuh kekar itu.
"Lepaskan aku...tolong jangan sakiti aku..tolong..aku mohon..."
Alia menggunakan sisa tenaganya untuk memohon belas kasihan kedua preman itu. Namun mereka tak ubahnya seekor binatang yang sedang kelaparan akibat berhari-hari tidak makan. Kilatan kebringasan dan senyuman nakal terpampang nyata pada wajah mereka berdua. Sepertinya mereka sudah tidak sabar lagi untuk menyantap mangsanya.
Tubuh Alia terpojokkan di bawah pohon pinus yang di kelilingi beberapa tumbuhan bambu kecil. Posisi ini sangat sulit untuk ditemukan oleh orang lain. Mustahil juga jika ada yang lewat di sekitar mereka karena itu merupakan bagian terdalam dari taman ini.
"Ayolah sayang..kita coba pelan-pelan saja..jika kau patuh maka kau tidak akan merasakan kesakitan." Sosor lelaki yang memakai jaket itu mendekati Alia bermaksud untuk mencium pipinya.
"Eh..woi...gue duluan bro. Kan gue senior elu." Protes lelaki yang memakai kalung.
"Ah..elu bang..begini aja peritungan lu. Pake teori senior junior segala. Ntar lu juga ngerasain tau." Cerca lelaki yang memakai jaket. Ia masih di posisi awalnya memegang kedua pundak Alia. Siap untuk melahap bibir Alia yang terlihat begitu menggoda.
"Enggak bisa, pokoknya elu mundur deh. Gue duluan." Lelaki yang memakai kalung itu menarik paksa tubuh rekannya sehingga terpelanting ke tanah.
"Aw...sakit tau bang, gini amat elu ah. Pokoknya gue duluan." Ia bangkit lagi menerobos tubuh kekar seniornya. Sejurus lelaki yang memakai kalung itu menarik kedua pundaknya dan menghempaskannya kembali ke tanah.
"Elu nyari gara-gara ya bang...sini lu gue sleding lu.."
"Dasar junior durhaka lu..!"
Mereka berdua terlibat pergelutan ringan karena memperebutkan Alia. Tentu saja, kondisi seperti ini menjadi peluang besar baginya untuk melarikan diri dari sana.
Alia perlahan menopang tubuhnya di atas kedua kaki yang sudah sangat lemah itu. Sekuat tenaga ia berusaha bangun dan berlari secepat mungkin. Menyadari hal itu, kedua preman tadi langsung mengejar Alia yang berlari terbirit-birit. Karena penerangan lampu yang sangat minim dan saking paniknya Alia tidak menyadari bahwa di hadapannya ada orang lain yang sedang melintasi jalan itu.
BUUUKK...
Tubuh mungil Alia terpental menabrak seseorang. Ia meringis kesakitan memegangi tangannya yang sempat tertekan ke tanah karena menopang badannya.
"Aw...sakiiiit." Pekikan Alia terdengar sangat memilukan di telinga orang itu. Sontak ia langsung membantu Alia untuk berdiri.
"Kau baik-baik saja, Nona?" Jimmy bertanya kepada Alia sambil memastikan seluruh tubuhnya tidak ada yang terluka.
"Aku baik-baik saja, Tuan. Terima kasih." Alia menunduk dan masih memegangi tangannya.
Karena merasa suara itu familiar di indera pendengarannya, Jimmy memiringkan kepalanya bermaksud melihat dengan jelas wajah lawan bicaranya.
"Nona Zalia..Anda kah itu? Bagaimana Anda bisa berada disini? Dan kenapa Anda tadi berlari seperti di kejar hantu? Apakah ada orang yang ingin menyakiti Anda?"
Jimmy membombardir Alia dengan pertanyaan yang beruntun. Terlihat raut kekhawatiran di wajah tampannya. Belum sempat Alia menjawab pertanyaan Jimmy, kedua preman itu sudah tiba di sana. Sontak Alia bergelayut di lengan Jimmy dan menyembunyikan tubuh kecilnya di belakang punggung asisten pribadi suaminya itu.
"Hei..pemuda, serahkan wanita itu pada kami! Atau kami akan membuatmu tidak bisa melihat dunia ini lagi jika kau tidak menyerahkannya." Perintah lelaki yang memakai kalung dengan tatapan tajam penuh ancaman.
"Ada hak apa kalian atas wanita ini? Coba saja kalau kalian bisa!" Tantang Jimmy sambil tersenyum enteng menatap kedua preman itu.
"Punya nyali juga kau rupanya.."
Pria yang memakai kalung itu langsung menghujamkan satu pukulan ke wajah Jimmy, namun Jimmy berhasil menghindar. Bahkan ia memberikan pukulan balasan tepat di bagian perut laki-laki itu, membuat ia jatuh tersungkur ke tanah. Kemudian sejurus lelaki yang memakai jaket tadi mencoba peruntungannya, namun ia juga bisa dikalahkan oleh Jimmy. Kemudian mereka berdua dengan susah payah berlari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
"Nona Zalia..sebaiknya kita meninggalkan tempat ini. Tempat ini sangat rawan, banyak preman yang berkeliaran di daerah ini. Seharusnya Anda tidak berada disini."
Jimmy menghampiri Alia dan membawanya masuk ke dalam mobil dengan tubuh yang masih bergetar karena ketakutan. Sepertinya akan ada trauma kecil yang menimpa wanita yang hampir saja bernasib malang itu.
"Sial...gagal deh rencana ku, dasar preman bodooooh!!!" Geram seorang wanita yang bersembunyi dari balik kaca mobilnya. Fana, ya..dialah Fana.
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya gengs🙏Thank you🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Siti Rohana
seru nih Thor,, lanjut ahh
2021-04-24
1
MyNameIs
kerjaannya nenek lampir🙄😤
2021-03-20
1
Nofi Kahza
di luar prediksiku. aku kira aufar yg nolong. trnyata bukan🤣
gifanaaaa. minta dikirim santet online emang😡
2021-03-13
0