Aufar mengecup kedua telapak tangan istrinya sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi untuk bersuci. Sementara menunggu suaminya selesai berwudhu Alia menyiapkan peralatan shalat untuk mereka berdua.
Di sela-sela aktivitas, tiba-tiba senyuman menyeringai di wajah cantiknya, walaupun tanpa polesan make-up. Terbesit akal usil menghampiri memori terbesarnya. Sudah lama sekali rasanya ia tidak menggoda Aufar. Sepertinya kali ini adalah waktu yang tepat. Tak lama kemudian, sosok yang ia tunggu-tunggu datang menghampirinya.
Kala itu penampilan Aufar terlihat lebih fresh dari sebelumnya. Entahlah, mungkin karena pengaruh air suci yang membasahi setiap inci wajahnya menambah nilai ketampanannya naik kesekian persen. Apalagi rambut-rambut halus basah yang jatuh mengenai dahi itu terlihat sangat sexy dan menggoda di mata Alia. Wanita bermata bulat itu menelan salivanya dengan berat.
"MasyaAllah..kenapa dia malah terlihat lebih tampan?" Gumam Alia dalam hati sambil memegangi dadanya seakan memberi proteksi kepada organ penting yang berada di dalam sana yang gerakannya sudah tidak bisa dikondisikan.
Melihat Alia yang mematung di hadapannya membuat Aufar tersenyum simpul. Ia mendekati Alia dan berbisik, "aku tampan ya, Sayang?"
Nafas hangatnya dengan mudah lolos begitu saja menembus lapisan kain indah yang selalu setia membungkus aurat bagian atas istrinya.
"Oh, no! Lagi-lagi dia selalu bisa membaca pikiranku," batin Alia. "Misi tetaplah misi, please jernih lah engkau wahai otak," pintanya kepada dirinya sendiri. Alia menggigit-gigit bibir bawahnya menetralisir kecanggungan. Ia meremasi jari jemarinya yang sudah mulai berkeringat.
Kemudian Alia menoleh ke arah Aufar, membuat wajah mereka berhadapan menyisakan jarak yang begitu dekat. Aufar sontak kaget dan menjauhkan dirinya dari Alia. Namun hal itu malah membuatnya terpental dan jatuh ke lantai karena saking kagetnya.
"Aw..." pekiknya sambil memegangi pantatnya yang sakit luar biasa. Sejurus Alia tergelak dan tidak bisa mengondisikan tawanya.
"Sayang...bukannya bantuin suami berdiri, eh malah tertawa heboh hiiiiiisssssh," cebik Aufar sambil meringis kesakitan.
"Yakin mau dibantuin berdiri? Ayo sini!" Alia mengulurkan tangannya bermaksud menolong sang suami. Namun Aufar terlihat berpikir sejenak.
"Enggak usah deh sayang, nanti malah bersentuhan." Ucap Aufar yang mulai berdiri.
"Memangnya kalau bersentuhan kenapa? Kamu enggak mau menyentuh istrimu sendiri?" Alia mendekati Aufar dengan suara manja dan tatapan menggoda. Hal itu membuat Aufar terkejut dengan respon yang menurutnya tidak biasa dari sang istri. Ia mundur beberapa langkah hingga akhirnya tubuhnya mentok terhimpit tubuh Alia dan tembok. Alia semakin tersenyum usil dan merasa menang karena Aufar terkunci dan tidak bisa meloloskan diri.
"Maaassss..." Ucapnya lagi di dekat telinga Aufar dengan suara menggoda level satu.
"Sayaaang...please jangan sekarang." Pinta Aufar yang semakin merekatkan tubuhnya pada tembok seperti seekor cicak. Matanya tertutup rapat seolah menghindari serangan rubah kecil di hadapannya.
"Mas yakin enggak mau sekarang?" Nada menggoda Alia naik satu level diikuti dengan hembusan nafas yang terasa hangat di tengkuk Aufar. Sungguh Aufar terpancing, permainan rubah kecil ini berhasil membangkitkan naluri kejantanannya.
Aufar sontak membuka mata. Ditatapnya kedua manik bulat kekasih halalnya itu lekat-lekat. Sungguh sangat menggoda. Pikiran Aufar mulai berkabut. Jiwa kelaki-lakiannya sudah naik hingga ke ubun-ubun. Senyuman sensual tersimpul begitu saja di bibirnya.
"Jangan membangunkan macan yang sedang tidur, Sayang?"
Reaksi Aufar sontak membuat Alia terpingkal-pingkal. Ekor matanya tampak basah melihat ekspresi mesum sang suami. Ia menjauhkan tubuhnya dari Aufar dan berlari ke kamar mandi sambil menjulurkan lidahnya mengejek sang suami.
"Shalat maghrib, Mas...Hahahahaha." Bahagia sekali rasanya karena telah berhasil menggoda dokter muda yang saat ini benar-benar sudah tertipu olehnya.
Melihat tingkah menggemaskan sang istri, membuat Aufar tersenyum dan menggeleng pelan karena telah terpancing permainan Alia. "Dasar rubah kecil," batinya.
Setelah melaksanakan kewajiban bersama, Aufar membalikkan tubuhnya menghadap Alia. Menatap hangat wajah sang istri yang seolah bersinar oleh cahaya cinta. Kain sajadah yang masih terbentang menjadi saksi do'a yang Aufar panjatkan di atas kepala Alia dan diakhiri dengan kecupan kecil di keningnya.
"Terima kasih sudah bersedia menjadi makmum ku, Sayang..." Ujar Aufar tulus menatap sendu manik mata Alia. Baginya hari ini bagaikan mimpi yang ia sendiri pun masih belum mempercayai bahwa wanita yang selama ini ia dambakan telah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya saat ini.
"Terima kasih juga karena telah menjadi malaikatku, Mas. Mulai saat ini aku bersedia mengabdikan sisa hidupku bersamamu, hanya untukmu."
Alia mencium punggung tangan suaminya dengan lembut. Menempelkan kedua telapak tangan kekar itu pada pipi chubby nya sambil memejamkan mata, seolah sedang mentransfer kehangatan tubuh Aufar ke wajahnya yang mulai terasa dingin.
"Sayaaang.." Panggilan mesra Aufar selalu berhasil menghipnotis Alia.
"Hemm..." Alia masih memejamkan kedua matanya, namun desiran darah mengalir deras di dalam sana.
"Hangat ya?" Tanya Aufar sambil tersenyum menggoda.
"He'em..." Alia hanya mampu berdehem karena masih menikmati kehangatan telapak tangan Aufar.
"Mau yang lebih hangat lagi?"
Pertanyaan itu membuat Alia membuka kedua matanya sempurna dan duduk tegak menghadap Aufar. Ia sangat mengerti kemana arah pembicaraan sang suami. Di kamar ini hanya ada mereka berdua. Sedangkan anggota keluarga yang lainnya sudah kembali ke apartemen Aufar. Alia mulai panik melihat wajah sang suami yang sejak tadi tersenyum penuh makna. Otak kecil Alia mulai berselancar mencari solusi jitu bagaimana bisa keluar dari posisi mengancam ini.
"Mas...aku lapar..." Alia merengek, memasang wajah sesendu mungkin meminta belas kasihan.
"Kamu ini ya, pinter banget deh kalau disuruh ngeles." Aufar mencubit manja hidung sang istri.
"Serius mas, iiih..laffffffaaaar..." Rengeknya lagi menaikkan nada kemanjaannya satu level lebih tinggi.
"Ya udah..ayo kita makan istriku yang cantik, kira-kira mau makan di kamar atau turun ke restoran?" Tanyanya sambil memegang kedua pundak istrinya.
"Kalau tetap di kamar bahaya nih buat aku, mending cari aman aja deh ya..hehe," batin Alia.
"Emmm...di restoran aja ya, Mas. Aku sekalian pengen lihat-lihat suasana di hotel ini."
"Baiklah, yuk siap-siap.."
Alia menyimpan kembali perlengkapan ibadah mereka di tempat semula. Kemudian mereka mengganti pakaian masing-masing dan turun ke lantai dasar untuk makan malam.
***
"Sayang..kamu yakin mau makan disini? Ramai banget loh ini.." Aufar celingak-celinguk seperti seekor angsa melihat kerumunan orang di restoran hotel itu.
"Sepertinya disini lagi ada acara deh, Mas. Gimana kalau kita cari makan di luar aja yuk..." Ajak Alia yang sudah menarik pergelangan tangan Aufar keluar dari area restoran.
"Sebentar sayang.." Aufar menghentikan langkahnya, membuat Alia memicingkan mata.
"Kenapa, Mas?"
"Kontak mobilku ketinggalan di kamar. Aku ambil sebentar ya, kamu tunggu disini jangan kemana-mana!" Perintah Aufar kepada istrinya yang sedang berdiri di lobby hotel.
Setelah kepergian Aufar, mata Alia menyapu keadaan di sekitar. Ada sebuah aquarium raksasa yang terdapat di bagian kiri pintu masuk yang mencuri perhatian Alia. Ia mendekati aquarium yang berisi berbagai hewan air itu dengan sentuhan tangan pada kaca pembatas.
"So beautiful.." Ia tersenyum lembut melihat dua ekor ikan yang berenang bersama seolah-olah sedang bercanda mesra.
"Ikan aja bisa mesra-mesraan ya.." Alia terkekeh melihat respon salah satu ikan yang membalas tatapannya seolah baru saja mendengar celetukan wanita itu.
"Nah loh..dia komat-kamit..marah mbak? Tenang aja aku enggak akan gangguin kok, kalian lanjutin aja.." Ucapnya sambil tertawa kecil.
Samar-samar terdengar ketukan sepatu menghantam lantai lobby hotel itu, namun sudah pasti bukan sepatu kuda dan suaranya semakin mendekat ke arah Alia. Alia segera menoleh ke arah sumber suara.
Terlihat seorang wanita cantik memakai gaun berwarna peach tanpa lengan sudah terdiri tegap di hadapannya. Perawakannya seperti seorang model, namun Alia tidak ingin menduga-duga. Wanita itu memandangi penampilan Alia dari atas sampai bawah, lalu ia melemparkan senyuman penuh ejekan.
"Jadi hanya wanita seperti ini yang dipilih Aufar untuk meninggalkanku?" Sarkasnya terdengar pedas sekali di telinga Alia.
"Maaf mbak, mbak ini siapa ya?" Alia tidak ingin berasumsi dan berusaha setenang mungkin merespon perkataan wanita itu yang jelas-jelas telah tersimpan dengan sempurna di memorinya.
"Perkenalkan aku Ghifana Aurora, kekasih Aufar."
DEG
Aliran darah yang dipompa oleh jantung Alia seakan macet di tengah perjalanan. Dadanya terasa sempit seperti mendadak kehabisan stok oksigen. Suhu tubuhnya menjadi panas dingin menahan emosi yang mulai naik ke ubun-ubun. Ingin rasanya ia menampar keras pipi wanita yang sudah lancang memfitnah suaminya itu. Alia sebisa mungkin mengontrol emosi yang bercampur dengan bisikan-bisikan setan di sekelilingnya. Namun ia tidak ingin termakan permainan orang asing yang baru saja ia temui ini.
"Maaf ya Nona Ghifana yang terhormat, jika Anda ingin bermain api, maka berhati-hatilah jangan sampai percikan api yang Anda nyalakan, membakar tubuh Anda sendiri!"
Alia berlalu keluar hotel meninggalkan Fana yang sudah mengepal kedua tangannya menahan geram.
"Berani sekali wanita itu, lihat saja nanti aku akan merebut Aufar darimu." Kemudian ia pergi dari lobby hotel karena khawatir Aufar mencium keberadaannya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ayuwidia
Aliaaa jahilll juga ya kamu... 😁😁😁 Kasihan tuch, si Aufar sudah mode on ...krna godaanmu 😆😆😆
Aissshhh, si wanita lucnut mau brmain api... benar kata alia, Jangan sampai apinya mlah membakarmu sendiri ....
2021-06-26
0
Siti Rohana
mulai dateng nih ular berkepala dua
2021-04-24
0
MyNameIs
cabe rawit udah dateng,,,
2021-03-20
1