Bukan Salah Cinta
"Iya, Ma. Sebentar lagi aku pulang, sekarang aku sedang berada di dalam mobil. Kalau Mama menghubungiku terus bagaimana bisa aku cepat sampai rumah," jelas seorang perempuan yang sedang berada di dalam mobil sambil menggenggam ponsel miliknya menempel di telinga kanannya sambil menyalakan mesin mobil miliknya yang terparkir di sebuah butik ternama.
"Sebentar lagi aku sampai, Ma. Jadi Mama sama Papa tunggu sebentar lagi."
Gladis menutup teleponnya secara sepihak dengan rasa sedikit panik, ia menjalankan mobil berwarna putih keluar dari parkiran butik menuju jalan raya. Sore ini jalanan Jakarta mulai terasa padat karena sudah memasuki jam pulang bagi para karyawan, sial bagi Gladis jika harus terjebak kemacetan di saat seperti ini karena kedua orangtuanya baru saja datang dari luar negri sedang menunggunya.
Dalam keadaan seperti ini Gladis hanya bisa menyalakan lagu kesukaannya di dalam mobilnya untuk mengurangi rasa panik, lagu kesukaannya dengan Fadli yang sering diputar setiap saat. Sesekali kedua bola matanya melirik ke arah spion agar ia tidak membuat kesalahan di antara kendaran lain yang sedang melaju sangat kencang.
15 menit yang lalu Gladis baru saja mendapatkan telepon dari mamanya, ia mendapat kabar jika kedua orangtuanya sudah berada di Indonesia. Mama dan Papa Gladis adalah orang super sibuk yang sering terbang ke luar negri. Mungkin bisa dibilang jika kehidupan kedua orangtuanya dihabiskan di luar negri daripada di Indonesia. Armada grup adalah perusahaan besar dan ternama di Indonesia, siapa yang tidak mengenal Armada grup perusahaan turun temurun dari kakeknya Gladis. Perusahaan besar yang sudah sangat terkenal di mana-mana selain di Indonesia.
Gladis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Putri dari pasangan Harianto Dwi Hadinata dan Rensa Ayu Dwi Hadinata adalah seorang yang mandiri dan tidak manja. Gladis mempunyai sebuah butik dari hasil keringatnya sendiri, walaupun terlahir dari keluarga kaya raya tidak membuat Gladis berpangku tangan kepada kedua orangtuanya. Memiliki paras cantik dan rambut panjang sebahu serta kulit yang putih seperti susu membuat Gladis terlihat sempurna di mata lelaki. Siapa yang tidak mengenal keluarga Dwi Hadinata! Keluarga terpandang kaya raya yang sangat pemilih untuk bergaul dengannya, kedua orang tua Gadis sangat selektif memilih teman dan pendamping untuk kedua anaknya itu. Maka dari itu Gladis dan Ben kakaknya tidak banyak mempunyai teman dalam hidupnya, bagi kedua orangtuanya jabatan dan keturunan adalah prioritas utamanya. Gladis juga mempunyai seorang kakak laki-laki yang bernama Ben Dwi Hadinata yang saat ini sudah berkeluarga dan tinggal di luar negri.
Tin, tin, tin, suara klakson mobil terdengar begitu sangat keras di depan gerbang pagar rumah Gladis, secepat kilat seorang security membuka gerbang saat suara itu mengganggu telinganya dan ia melihat mobil majikannya itu tengah menunggu pintu gerbang terbuka. Lelaki bertubuh kekar sekuat tenaga membuka pintu gerbang agar mobil Gladis bisa masuk. Masih dengan rasa penasaran yang luar biasa perempuan bermata coklat itu turun dari mobil ketika sudah sampai di depan rumahnya, tanpa membuang waktu Gladis masuk kedalam rumah dan menemui kedua orangtuanya yang sedari tadi telah menunggu kehadirannya.
"Siang, Nona," sapa salah satu pelayan ketika mengetahui kedatangan Gladis.
"Mama dan Papa di mana?" tanya Gladis kepada pelayan itu sambil mengatur napasnya yang terlihat tidak beraturan dengan kedua bola menyapu seisi rumah mencari keberadaan kedua orangtuanya.
"Nyonya dan Tuan ada di ruang keluarga. Pesan Nyonya, agar Nona Gladis segera menemuinya," jawab pelayan itu sambil menundukkan wajahnya tidak menatap Gladis sekalipun.
"Aku mau menemui Mama dan bawakan aku air mineral," perintah Gladis berjalan meninggalkan pelayan itu sendirian yang masih berdiri mematung.
"Baik, Non," balas pelayan itu diiringi kepergian Gladis yang sudah beberapa langkah jauh dari tempatnya berdiri.
Langkah kaki Gladis berjalan menuju ruang keluarga dengan tempo yang sedikit cepat dan sejuta pertanyaan dipikirannya. Jika kedatangan kedua orangtuanya Gladis mendadak seperti ini biasanya ada sesuatu yang sangatlah penting. Tapi apakah itu?
"Mama dan Papa kenapa tiba-tiba menelepon di saat aku sedang sibuk di butik, lalu kenapa mereka menyuruhku untuk cepat pulang?" Kata Gladis di dalam hati.
Sesampainya di depan ruang keluarga perempuan bermata indah itu terdiam sesaat sambil menatap pintu berwarna coklat yang bisa ia buka kapan saja, di dalam ruangan ini Gladis akan menemukan jawaban mengapa mamanya menyuruh dirinya agar cepat pulang ke rumah. Gladis menarik napas panjang sesaat sebelum membuka pintu itu, semoga saja tidak ada hal yang akan terjadi menimpanya.
Pintu ruangan itu terbuka dan Gladis melihat kedua orangtuanya sudah duduk menunggunya di sofa ditemani dua cangkir teh hangat yang sudah disediakan pelayan. Mata Gladis terpaku pada mamanya saat pertama kali masuk ke ruangan itu, sadar akan kehadiran putri bungsunya yang baru saja beberapa langkah melewati pintu.
"Gladis. Ayo masuk," perintah mamanya sambil menatap putrinya itu dengan lekat.
Gladis masih berdiri terdiam tidak bergeming seraya melemparkan senyum kecilnya menatap wajah kedua orangtuanya secara bergantian. Namun sayang senyum yang Gladis lemparkan hanya berbalas kan ekspresi dingin dari papanya.
"Mama dan Papa tumben pulang mendadak? Biasanya memberitahuku lebih dahulu kalau pulang ke Indonesia?" tanya Gladis penasaran menatap kedua orangtuanya itu.
"Ada hal penting yang harus Papa sampaikan kepadamu," terang papanya memulai pembicaraan.
Hanya diam yang terlukis di wajah Gladis, hal penting apa yang ingin disampaikan kepadanya sampai kedua orangtuanya harus pulang mendadak ke Indonesia. Otak Gladis masih belum bisa menemukan apa yang menjadi alasan kedua orangtuanya itu berada di sini.
"Silahkan duduk, Gladis," sela mamanya seraya kedua bola mata menatap putri bungsunya yang masih terlihat kebingungan.
Akhirnya mau tidak mau untuk mendapatkan jawabannya Gladis mengikuti perintah mamanya dan masih dengan sejuta pertanyaan.
"Hal penting apa, Pa?" tanya Gladis dengan mimik wajah bingung saat ia duduk tepat di depan papanya hanya berbataskan meja.
Mamanya mengusap rambut Gladis
Mama dan papanya saling menatap seakan mereka memberi kode agar hal penting itu segera di sampaikan kepada Gladis. Seketika wajah mereka menjadi serius, Gladis menjadi penasaran melihat reaksi kedua orangtuanya yang berubah menjadi serius.
"Gladis. Mama dan Papa akan menikahkan kamu," ucap papanya memberi tahu.
What! menikah? Apa aku tidak salah dengar! Menikah Papa bilang. Menikah dengan siapa? Tunggu-tunggu atau jangan-jangan Papa dan Mama merestui hubunganku dengan Fadli!
Gladis kaget bukan main ketika mendengar ucapan papanya seperti tersambar petir di siang bolong. Apa mungkin papanya menyetujui hubungan Gladis dengan Fadli yang selama ini di tentang oleh kedua orangtuanya itu karena perbedaan kasta dan background keluarga Fadli!
"Nikah, Pa!" Gladis memperjelas perkataan papanya dan papanya pun mengangguk.
"Iya sayang. Mama dan Papa mau menikahkan kamu dengan laki-laki yang tepat untukmu," sambung mamanya.
"Tunggu-tunggu, apa laki-laki yang mama dan papa maksud itu Fadli?" tebak Gladis menatap kedua orangtuanya.
Wajah mama dan papanya mendadak tidak bersahabat ketika mendengar nama FADLI. Kedua orang tua Gladis sangat tidak menyukai Fadli sejak mereka berpacaran. Gladis semakin yakin bahwa dirinya tidak akan menikah dengan Fadli karena melihat wajah papanya sagat berbeda mendengar nama Fadli. Terlihat guratan rasa benci, kecewa, kesal yang memancar dari kedua orangtuanya itu.
"Sayangnya bukan dia, Gladis," jawab papanya dengan nada tegas setelah mereka terdiam beberapa saat.
Hati Gladis tiba-tiba hancur dan kecewa mendengar ucapan papanya.
"Apa, Pa! Jika bukan dengan Fadli lalu dengan siapa?" tanya Gladis penasaran.
"Dengan anak partner bisnis Papa."
Deg, tiba-tiba hati Gladis sesak mendengar ucapan mamanya terasa hancur, apa dia tidak salah mendengar? Pasti ada yang salah. Wajah cantik Gladis mendadak menjadi pucat dan memancarkan kekecewaan yang sangat mendalam.
"Apa? Pasti ada yang salah?" Gladis menatap kedua orangtuanya tidak percaya.
"Tidak ada yang salah Gladis, perkataan papamu benar," kata mamanya memperjelas ucapan dari suaminya.
Tangan Gladis gemetaran, ia hanya mengepalkan kedua tangan di atas pangkuannya dan sesekali menunduk kecewa menahan air mata yang hendak akan keluar dari pelupuk mata cantiknya itu.
"Mama tahu jika aku sudah mempunyai pasangan dan aku sudah serius dengan Fadli," Gladis mulai mengangkat wajahnya menatap kedua orangtuanya.
"Papa tidak akan membiarkan kamu menikah dengan Fadli sampai kapan pun. Kamu tahu itu!"
"Tapi, Pa! Aku mencintai Fadli dan begitu juga dengannya. Aku akan menikah dengan Fadli dan Papa juga tahu bagaimana hubungan kami," jelas Gladis dengan mata berkaca-kaca.
"Dan kamu tahu sendiri jika Papa dan Mama tidak pernah setuju dengan hubunganmu dari dulu!" bentak papanya.
"Kamu yang selalu keras kepala untuk bersama laki-laki itu. Tetap bertahan dengan dia meskipun Papa dan Mama sudah bilang berkali-kali!" tambah papanya mulai marah.
Suasana mulai memanas mata Gladis mulai berkaca-kaca dia mencoba untuk menahannya agar tangis tidak pecah di hadapan kedua orangtuanya.
"Tapi aku menyayangi Fadli, Pa! Hanya Fadli yang Gladis sayang, hanya Fadli yang aku inginkan untuk menjadi suamiku," ucap Gladis dengan nada sedikit parau.
"Tapi kamu tidak punya pilihan Gladis, kami masih berhak atas masa depanmu," tambah papanya
"Masa depanku atau masa depan perusahaan Papa!" Gladis memperjelas maksud perkataan papanya dengan nada tegas dan sinis.
Gladis tahu akan maksud papanya itu. Rencana pernikahan itu pasti karena bisnis, ambisi papanya ingin memperkuat perusahaannya agar bisa bersaing di internasional. Oleh karena itu papanya Gladis mencari rekan bisnis yang tangguh, dan rencana pernikahan ini untuk mengikat kedua perusahaan itu agar keuntungannya tidak jatuh kemana-mana sungguh licik!
"Masa depa kita semua Gladis. Mama harap kamu mau mengikuti apa kata papamu, anggap saja sebagai bukti bakti kamu kepada orangtuamu."
"Bukti bakti macam apa, Ma? Apa harus mengorbankan kebahagiaanku?" mata Gladis terus berkaca-kaca.
"Papa harap kamu mau mengikuti keinginan kami."
"Bagaimana jika aku tidak mau mengikuti, Pa?" air mata Gladis mulai turun setetes demi setetes.
Mendengar ucapan Gladis seketika kedua orangtuanya menjadi kaget bukan main, ini bukanlah Gladis yang mereka kenal. Gladis yang mereka tahu anak yang baik, patuh, penurut, sayang dengan kedua orangtuanya.
Gladis Dwi Hadinata perempuan berusia 24 tahun dengan tinggi 160 cm dan berat 55 kg adalah seorang wanita karir yang mempunyai butik ternama. Wajah yang cantik serta rambut yang panjang selalu menjadi incaran kaum adam, perempuan penyuka ice cream itu seorang perempuan yang mandiri karena walaupun dirinya dilahirkan dari keluarga yang berada tak membuat Gladis menggantungkan semuanya kepada kedua orangtuanya. Gladis sedikit sosok perempuan yang penurut dan lembut, tidak pernah sekalipun dirinya membantah keinginan kedua orangtuanya. Mempunyai lesung pipi yang sama dengan Fadli membuat dirinya kerap kali diyakini jika mereka berdua akan berjodoh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Hanna Devi
Hay.. Hay... SalKen 😊
mampir yuuk, saling berkunjung 😁
2021-12-18
0
Dhina ♑
Snow
2021-11-17
0
Carolline Fenita
maaf kak izin promote karya saya berjudul istri yang tersakiti, oleh Angeline terima kasih
2021-06-09
0