🌸Setiap makhluk di permukaan bumi ini menjalani hidup seperti yang digariskan Tuhan.
Ibarat sebuah pertunjukkan.
Dia adalah sutradara, dan kita pemainnya🌸
Matahari masih malu-malu menampakkan diri, seperti enggan keluar dari peraduannya. Sementara di dalam kamar berukuran kecil Kinar sedang mematung di depan kaca, memandangi wajahnya dan sesekeli tersenyum, senyum yang tak bisa diartikan sebagai pertanda apa.
Kinar membalikkan tubuh dan berjalan kecil ke arah jendela kembar di kamarnya, membuka gorden perlahan.
Sret!
Klak!
Kinar membuka jendela yang terkunci, mendorong jendela kaca dan membiarkan udara pagi membelai tubuhnya, sinar matahari pagi menyilaukan pandangan mata Kinar, ia memicingkan mata dan menundukkan kepala.
Tak ada yang berani menatapmu, aku bahkan harus tertunduk di depan ciptaan-Mu.
Kinar melangkah mundur, menarik kursi yang biasanya ia gunakan untuk belajar. Meletakkan kursi itu tepat di depan jendela, menghadap langsung ke arah depan di mana sinar matahari bisa langsung menyentuh wajahnya.
Ia mematung, memeluk kakinya, menjadikan tempurung lututnya sebagai pijakkan kepala.
Hah..!
Kinar mengela napas panjang. Seperti orang yang sedang kelelahan karena seharian bekerja.
Apa aku benar-benar sudah menikah?
Seperti apa kehidupan pernikahan itu, ya?
Apa akan lebih menyenangkan dari sekadar berkumpul dengan teman-teman, membahas hal-hal yang receh dan gak guna?
Apa aku masih bisa melanjutkan pendidikanku?
Atau harus terkurung di dalam rumah dengan daster dan celemek?
Entahlah.
Hah..!
sekali lagi Kinar mengeluh, mengeluarkan suara lirih yang hanya bisa didengar oleh telinganya.
“Kak.”
Ketika mendengar suara dari balik pintu, Kinar terbangun dari lamunannya, berjingkat dan berlari kecil meninggalkan bangku yang berada tepat di depan jendela kamarnya.
Klak!! Pintu kamar terbuka.
“Kenapa, Dek?”
Tidak mungkin utusan suaminya sudah datang, ini masih terlalu pagi. Yang benar saja. Pikirnya
“Sarapan dulu, nanti kalau orang yang diutus Mas Dika datang gimana?”
Ya biarkan saja. Batinnya.
“Tumben, sepagi ini sarapan sudah siap. Kakak belum ke dapur loh, dari tadi masih di kamar, siapa yang masak?” Kinar berjalan pelan, menggerakkan kaki menuju dapur sementara Manda mengekor dari belakang.
“Siapa lagi kalau bukan Ibu. Aku mana bisa masak.” Manda terkekeh, Kinar menghentikan langkahnya sejenak, memandang lekat wajah adiknya, ia mengelus kepala Manda dengan lembut.
“Nanti, harus belajar masak. Kalau kakak pergi, masa ibu yang masak. Kamu gak kasihan sama ibu?” Kinar memegang pundak ibunya, lalu mengambil spatula dari tangan ibunya “Biar Kinar yang masak, Bu, ibu duduk saja.”
Srek ! srek! Suara yang ditimbulkan karena beradu antara spatula dan wajan.
“Biar ibu saja. Kamu kan harus siap-siap, jangan sampai tercium bau asap dari tubuhmu.” Ibunya berusaha mengambil kembali spatula yang dipegang Kinar.
“Ya biarkan saja, kalau kata Manda asap dapur itu apa, dek?” tangannya masih sibuk mengaduk-aduk sayur di dalam wajan.
“Parfum gratis.. hahahaha.” keduanya tertawa, tawa mereka menggema memenuhi ruangan yang tidak terlalu besar.
Mirna hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan dua putri kesayanganya.
***
Meja Makan
“Kak, kuliahmu bagaimana?” Manda menyendok nasi dan menyusunnya di atas piring.
“Kakak juga belum tahu pasti, Dek, nanti kakak kabari kamu. Handphone-nya jangan buat chattingan terus, nanti waktu kakak telepon malah susah.” Kinar pun ikut memegang piring di tangan kirinya, sementara tangan kanan nya menyendok nasi, dan meletakkan di atas piring.
“Sudah, makan dulu. Jangan ngobrol di meja makan. Pamali."
“Ya, Bu.” keduanya serentak menjawab.
15 menit kemudian
Prank, klontang, tak tak.
Suara gaduh itu berasal dari dalam dapur, Kinar sedang asik bermain air sembari mencuci piring kotor.
Duh, jam berapa ya sekarang?
Rasanya aku belum siap pergi dari rumah ini, bagaimana nanti di rumah orang itu, ya?
Tidur di rumah Reina saja aku tidak betah. Apalagi tidur di rumah orang asing, yang bahkan baru satu kali ku lihat wajahnya.
Itu pun aku tidak fokus, karena konsentrasi yang terpecah.
Tapi, sepertinya laki-laki itu cukup tampan.
Tin tin !!
Suara kalkson mobil? yang benar saja. Ini masih terlalu pagi, aku bahkan belum bersiap-siap.
“Kinar, itu utusan suamimu sudah datang. Ibu sudah peringatkan kamu untuk siap-siap, kamu malah asik nyuci piring.”
Mendengar ibunya menggerutu karena melihat kelakuan Kinar, membuat Kinar tersenyum.
Bu, apa nanti aku masih bisa mendengar suaramu? Rasanya aku ingin tetap tinggal di sini.
“Ya, Bu, tanggung sebentar lagi selesai. Katakan pada orang itu kalau Kinar sedang siap-siap.”
Kinar kembali melanjutkan mencuci piring, tak berapa lama Kinar meninggalkan dapur. Mengambil handuk dan menghilang di balik pintu kamar mandi.
*20 menit kemudian*
Ragu.
Kinar berusaha meyakinkan hatinya, ia terus berjalan mendekati ruang tamu.
“Selamat pagi, Nyonya.”
Mendengar kata Nyonya yang keluar dari mulut laki-laki yang sedang berdiri sembari memberinya hormat, membuat Kinar merasa malu dan canggung. Ia tidak suka dengan panggilan itu, terdengar berlebihan di telinga Kinar.
“Panggil Kinar saja.” Kinar tersenyum sopan sembari mempersilakan laki-laki itu untuk duduk kembali.
“Mohon maaf, Nyonya, ini sudah aturan dari Tuan. Kami harus memanggil anda dengan sebutan Nyonya.” Laki-laki itu bersikeras.
kami? Ada berapa banyak orang yang akan memanggilku Nyonya?
Rasanya sangat tidak nyaman untuk didengar.
“Baiklah jika itu maumu.” Kinar tidak bisa berbuat apa pun.
Panggilah aku apa pun, sesuka hati kalian. Pikir Kinar.
Laki-laki itu tersenyum lega. Melihat senyum laki-laki di depannya, Kinar bisa menarik kesimpulan.
Sepertinya apa pun yang diminta tuannya tidak boleh dibantah.
“Perkenalkan nama saya, Kenendra Syahputra.
Nyonya bisa memanggil saya, Ken. Saya adalah Asisten Pribadi tuan Dika.” Laki-laki yang menyebut dirinya dengan nama Ken itu memperkenalkan diri dengan sopan.
“Baiklah” Kinar tersenyum sopan, ia tentu tidak perlu memperkenalkan diri. Ken pasti sudah tahu siapa namanya.
“Mohon maaf jika saya lancang, tetapi apa Nyonya sudah membuka kotak berwarna merah yang diberikan, tuan?”
Ah kotak itu, aku bahkan lupa di mana meletakan kotak itu. Apa kotak merah itu begitu penting?
“Ah, aku belum membuka kotak itu.” Kinar kembali tersenyum sopan
“Silakan Nyonya buka kotak itu terlebih dahulu, sebelum kita pergi ke rumah tuan.” Ken meminta Kinar untuk membuka kotak berwarna merah yang diberikan Dika hari itu.
“Tunggu sebentar.”
Kinar bangkit dari tempat duduknya, berjalan pelan meninggalkan Ken sendiri di ruang tamu.
Klak !!
Kinar membuka pintu kamar dengan tergesa
Di mana aku menaruh kotak merah itu, ya? karena hari itu aku terlalu terpukul dengan kepergian ayah, aku sampai lupa dengan kotak yang diberikan Dika.
Kinar membuka pintu lemari, memeriksa satu-persatu ruangan di dalam lemari.
Tidak ada.
Dia membalikan badan, kini langkah Kinar tertuju pada meja kecil dengan tumpukkan buku-buku berukuran tebal di atasnya.
Mungkin di situ.
Kinar memeriksa dengan seksama, membuka satu persatu laci meja.
Dan akhirnya Kinar menemukan apa yang dia cari.
Bibirnya tersenyum lebar.
\=\=\=\=>Bersambung 💕💕💕
Hallo.. Dukung Author yah..
klik like
klik favorite biar kalian dapet notif kalau novel ini up.
tinggalkan komen
klik beri tip atau vote yah..
Terima kasih 🤗🤗😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Ratu Kalinyamat
lanjuuuttt
2023-08-24
0
Ratu Kalinyamat
lanjuuuttt
2023-08-24
0
Siti Solikah
duh kinar jangan sampai hilang
2023-01-23
0