Unknown Husband
Matahari sudah menggantikan tugas bulan, sinarnya masuk ke dalam celah jendela kamar, dimana ada seorang gadis sedang terlelap. Sesekali dia menggeliat, sepertinya enggan untuk membuka kedua matanya. Gadis itu pun menarik kembali selimutnya, sedetik kemudian dia menyadari sesuatu. Lalu kedua matanya membola.
Gadis berambut hitam pekat itu duduk dan menatap sekeliling. Cat kamar dengan perpaduan abu-abu dan putih. Interior di sana sangat simpel dan terkesan elegan. Ranjang yang luas, berbeda dengan ranjang miliknya.
"Dimana ini? Astaga! apa yang terjadi?" gumam gadis itu.
Saat hendak turun dari ranjang, ada seseorang mengetuk pintu.
"Masuk!" titah gadis itu.
Seorang wanita separuh baya itu datang membawa nampan perak. Wanita itu memakai seragam khas pelayan. Saat hendak masuk dia menganggukkan kepalanya tanda hormat.
"Nona, saya kemari untuk mengantar sarapan."
"Kamu siapa?" tanya gadis itu.
"Brenda, kepala pelayan di sini," jelasnya.
Brenda pun masuk dan meletakkan nampan perak itu di meja dekat ranjang.
"Silahkan, Nona. Aku akan membersihkan tempat tidurmu.
"Aku dimana? Tolong jelaskan, Bibi!" Gadis itu nampak kebingungan.
Seingatnya selama dia menghadiri acara pesta ulangtahun ayahnya, lalu mencicipi makanan dan minuman. Setelah itu dia tidak ingat lagi apa yang terjadi. Gadis itu segera menatap dirinya dipantulan cermin. Pakaian yang sama dengan yang ia kenakan semalam.
"Apa Nona lupa? Jika semalam Tuan membawa Nona kemari dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tuan bilang jika Nona sudah menikah dengan Tuan," jelas Brenda yang kini hendak merapikan tempat tidur.
"Apa? Menikah? Bibi tidak salah bicar?"
Brenda menggeleng. Bagaimana bisa jika gadis itu tidak ingat apa yang terjadi? Brenda sebenarnya bingung, tapi dia tidak mau mencampuri urusan majikannya.
"Sebaiknya Nona membersihkan diri terlebih dahulu. Saya siapkan air hangat ya." Brenda pun bergegas ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.
Ranjangnya sudah rapih, gadis itu menatap ke arah nampan yang tergeletak di meja. Untuk menyantapnya saja dia malas, karena belum tahu apa yang terjadi semalam. Dia ingin segera bertemu lelaki yang membawanya semalam.
"Nona, air hangat sudah siap. Di lemari ada pakaian milik nona dan di walk in closet pun juga ada. Semua pakaian dalam juga tersedia."
Apa ini sudah direncanakan? Bagaimana bisa ada pakaian untuknya? Gadis itu memilih untuk membersihkan diri saja.
Setengah jam berlalu, akhirnya dia telah selesai membersihkan diri. Lalu memakan roti isi yang telah Brenda bawa dan menghabiskan segelas susu yang masih hangat. Dia menatap pantulan dirinya di kaca, mengeringkan rambutnya dan merias wajahnya dengan make-up tipis supaya terlihat natural.
"Nona, apa anda sudah selesai?" Brenda kembali mengetuk pintu.
Gadis itu segera bangkit dan membukanya. Kemudian dia mencari tas kecil yang berisi ponsel miliknya. Sejak tadi dia tidak melihat benda itu.
"Aku ingin bertemu pemilim rumah ini. apa bisa? Aku ingin pulang."
"Tuan sedang bekerja, jika nanti beliau sudah memberi perintah maka Nona pasti akan bertemu dengannya.
"Apa kau melihat ponselku? Ah, atau aku bisa kembali ke rumah. Katakan kepada Tuanmu, aku berterima kasih karena dia telah menolongku saat tidak sadarkan diri."
Brenda hanya diam saja karena ini bukan haknya untuk memberi keputusan. Dia hanya bertugas untuk menyiapkan keperluan Nona barunya saja.
"Tuan meminta anda untuk tetap di sini, Nona Mala."
Suara lelaki dari ambang pintu itu pun membuat dua insan yang berada di dalam menoleh. Brenda menghela napas lega karena Tom sudah menyelamatkannya.
"Kau ... siapa lagi?" tanya gadis itu.
"Saya Tom, supir di sini dan bertugas untuk menjaga anda, Nona."
"Menjaga? untuk apa? Jangan-jangan kalian menculikku? Aku akan melaporkan kalian ke polisi."
Tom menghentikan langkah Mala yang hendak keluar dari kamarnya. Atas perintah sang Tuan, jika Mala tidak boleh pergi kemana pun sampai dia kembali.
"Tidak, Nona. Kau salah, ini bukan penculikan. Tuan hanya meminta anda untuk tetap di sini. Beliau yang akan menjelaskan tentang pernikahan itu," ujar Tom.
Lelaki dewasa itu memberi isyarat pada Brenda untuk segera keluar. Mala yang mendengar tentang fakta pernikahannya pun diam mematung.
Menikah katanya, sementara Mala tidak tahu siapa lelaki yang menjadi pendampingnya. Dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi. Bagaimana bisa Mala menikah dengan lelaki yang tidak dikenal dan di saat dia tidak sadarkan diri. Ini pasti hanya mimpi. Mala mencubit pipinya dan itu terasa sakit.
"Ini bukan mimpi?" tanyanya entah kepada siapa.
"Ya, Nona. Anda sudah menikah dengan Tuan. Jadi jangan pernah pergi dari sini. Tuan akan menemui anda nanti."
"Bagaimana dengan ponsel milikku?"
"Sedang di tangan Tuan. Beliau takut jika anda akan kabur."
Mala mengusap wajahnya Frustasi. Bagaimana ini? usianya bahkan belum genap tujuh belas tahun, tapi dia sudah menjadi istri seseorang yang dia kenal saja tidak.
Bagaimana jika orang yang dia nikahi adalah kakek yang sudah tidak memiliki gigi? atau lelaki bertubuh gempal dan gondrong. Membayangkan saja membuat mala bergidik ngeri. Anehnya di dalam kamar itu tidak ada satupun foto sebagai petunjuk siapa lelaki yang telah menikahinya.
"Tetap di dalam jangan kemana-mana." Tom menarik handle pintu. Lalu menguncinya.
"Hey, buka! Aku ingin menemui lelaki itu agar tahu siapa suamiku?" teriak Mala sambil menggedor pintunya.
Namun, tidak ada satupun yang mendengarnya. Mereka pura-pura tidak mendengar karena hanya Tuan yang bisa membebaskan gadis remaja itu. Banyak pelayan yang menyayangkan sikap tuannya yang malah menikahi gadis belia. Padahal banyak wanita diluar sana yang seusia dirinya mau menjadi pendamping hidup. Kenapa harus gadis remaja yang masih belia itu. Apalagi pernikahan itu diadakan secara mendadak.
"Jangan buka pintu kamar Nona Mala. Jika makan siang nanti kau boleh membukanya," ujar Tom yang memberi kunci kamar mala kepada Brenda.Wanita itu pun mengangguk patuh.
Di dalam kamar Mala menangis dan termenung, menerawang nasibnya yang kini entah siapa suaminya. Dia tidak mau jika yang ada di dalam pikirannya itu benar terjadi. Bagaimana nanti kalau ternyata dia bukan istri pertama? Mala pasti sangat kecewa.
"Sebenarnya siapa suamiku? Kenapa penuh teka-teki seperti ini?"
Mala mengginggit bibir bawahnya, air mata menetes di sela-sela sudut. Dia meratapi nasibnya yang tidak pernah bisa bahagia seperti anak remaja lainnya.
"Kenapa nasibku seperti ini, Tuhan?"
bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Lysha caca
baru awal membaca,penasaran ni Thor,,,lanjut dn ttp semngt
2020-06-10
0
Lia Raziatul Fuji
saya suka
2019-10-19
0
Devi Hidayani
baru bab awal dah seru....
semangat author
2019-08-29
1