part 2

Hari mulai sore, senja mulai menampakkan diri. Begitu indah meski hanya sesaat. Lampu temaram menyala di sudut kota. Seorang pemuda bergegas keluar dari gedung pencakar langit. Tundukan kepala para karyawan menjadi pemandangan saat ia melangkah keluar.

Senyum itu selalu membuat para wanita terpesona. Dia tampan dan menarik. Meski terkesan dingin dan bahkan tidak pernah dekat dengan seorang wanita manapun.

“Ada tujuan hari ini, Tuan?” tanya Sang supir saat lelaki itu masuk ke dalam mobil.

“Tidak, langsung saja pulang,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

Suasana dalam mobil hening, berkali-kali ponsel miliknya berdering. Entah siapa yang sedang menjadi teman cahttnya saat ini. Seulas senyum selalu menghiasi wajah lelaki itu.

Supir yang sesekali melirik ke arah kaca mobil, nampak heran melihat Tuannya sejak tadi tersenyum sendirian. Ada yang berbeda tapi bukan dari penampilan. Biasanya Tuannya selalu dingin dan bahkan jarang memperlihatkan senyuman. Selalu pulang larut malam, menghabiskan waktu di kantor dengan pekerjaannya. Hari ini ia sangat berbeda.

“Sepertinya Tuan sedang bahagia?” Supir itu akhirnya bertanya.

Lelaki yang di panggil Tuan mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

“Ah, ini hanya perasaanmu saja!”

Meski dia menutupi suasana hatinya, supir itu tahu jika Tuannya sedang bahagia. Antara jatuh cinta atau yang lainnya.

.

Mobil Lamborghini itu masuk ke dalam halaman rumah yang luas. Lampu temaram menyala di taman halaman depan rumahnya. Bergegas ia melangkah masuk ke dalam rumah. Di sambut Mbok Nah yang membantu membawakan tasnya.

“Dia sudah tidur, Tuan,” ucap Mbok Nah. Seakan tahu apa yang sedang Tuannya cari. Dari sorot mata itu seakan sedang mencari seseorang.

“Apa dia tahu?”

Mbok Nah menggeleng.

“Ada banyak hal__”

Ucapan Mbok Nah terhenti saat lelaki itu mengacungkan jarinya.

“Aku mandi dulu, buatkan aku kopi lalu ceritakan semuanya.”

Mbok Nah mengangguk dan pergi berlalu.

Lelaki itu menatap ke salah satu pintu kamar. Ia mengendurkan dasinya, lalu melangkah menaiki anak tangga. Berhenti sebentar dimana pintu itu terus di tatapnya.

“Cantik!”gumamnya. Saat membuka sedikit pintu kamar Mala yang tidak terkunci.

Mala sedang terlelap dalam tidurnya. Seharian ini dia sangat lelah. Banyak hal yang dilakukannya.

Merasa puas menatap wajah Mala, lelaki itu pergi ke kamarnya yang tak lain berada di samping kamar Mala. Membersihkan diri dan bersiap untuk makan malam.

Seharusnya malam ini ia tidak sendiri berada di meja makan. Sia-sia ia pulang lebih awal hanya untuk bertemu Mala.

“Apa dia bertanya sesuatu?”

Mbok Nah yang baru saja meletakkan secangkir kopi itu mengangguk.

“Dia ingin pulang, Tuan.”

Lelaki itu menghela napas. Tepat sekali dugaannya sejak tadi.

“Dia bertanya pemilik rumah ini, lalu makan banyak, membantu saya dan membaca banyak buku. Saya sudah melarang untuk membantu pekerjaan, tapi Nona Mala bersikeras untuk tetap membantu.”

Lelaki itu tersenyum.

“Dia masih saja sama,” gumamnya.

“Biarlah sesuka hatinya. Agar dia betah di sini. Kau tidak menceritakan apapun yang terjadi?”

Mbok Nah menggeleng pelan.

“Tuan, bagaimana kalau dia mengambil alih kerjaan Surti?”

“Biarlah dia membantu asal itu kemauannya. Soal apa yang terjadi nanti aku yang menceritakannya.”

“Baik, Tuan. Saya permisi dulu.”

Mbok Nah membalikkan badan. Baru satu langkah ia kembali menatap Tuannya lagi.

“Ada apa?”

“Maaf jika saya lancang. Nona Mala gadis yang baik, dia sangat berbeda dengan Nona Sintia.”

Mbok Nah menutup mulutnya. Dia takut jika Tuannya marah.

“Maaf, Tuan.”

“Tidak apa-apa. Aku mengakuinya memang. Gadis itu sangat spesial. Dia lebih baik dari pilihanku sendiri.”

***

Seperti biasa Mala bangun lebih awal. Jam masih menunjukkan pukul 05.30, tapi dia sudah mandi dan berdiri di balkon. Menikmati udara pagi yang sejuk.

Mala menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia menoleh ke arah balkon sampingnya. Merasa ada seseorang di sana. Rupanya benar, ada lelaki yang tengah duduk sembari menikmati secangkir kopi.

Pantas saja aroma kopi hitam menusuk ke indera penciumannya.

“Hey, kau! Apa kau pemilik rumah ini?” tanya Mala dengan suara sedikit keras.

Lelaki itu menoleh, lalu dia masuk ke dalam kamarnya. Cepat Mala masuk dan segera keluar kamar. Mencari lelaki itu.

Mala melihat pintu yang berada di samping kamarnya. Dia mengetuk pintu itu lalu keluarlah penghuni kamar.

“Ya, ada apa?”

Mala mendongak, karena lelaki itu lebih tinggi darinya.

“Oppa Korea?” gumamnya. Mala tidak berkedip saat melihat lelaki itu.

“Hey, ada apa?” Lelaki itu melambaikan tangannya.

“Ah, maaf. Apa kau pemilik rumah ini?”

“Ya?”

“Bisakah kau menjelaskan mengapa aku di sini? Lalu bisakah kau mengantarku pulang?”

Dia terdiam, kali ini lelaki itu yang terus menatap Mala. Memperhatikan wajahnya hingga tidak berkedip.

“Cantik,” gumamnya.

“Apa?”

Rupanya Mala mendengar apa yang dikatakan laki-laki itu.

Dia segera mengalihkan pandangan. Lalu menunjukkan benda yang melingkar di jari manisnya.

Sontak Mala pun ikut mengangkat tangannya. Dia memiliki cincin yang sama. Di lepas benda itu dan terlihat ukiran nama di sana.

“Romeo? Maksudnya apa?”

“Kita memiliki cincin yang sama dan ada buku ini. Jadi__”

“Menikah?”

“Ya, aku dan kamu sudah sah menjadi suami istri.”

“Tidak! Bagaimana mungkin? Aku tidak mengenalmu dan aku tidak tahu siapa kamu!”

“Tanyakan pada kedua orangtuamu.”

“Aku tidak memiliki ponsel.”

“Jangan bercanda!”

“Aku serius, aku tidak memiliki ponsel, karena ayah dan ibu tidak membelikannya untukku.”

Mala memang tidak mempunyai ponsel seperti teman-temannya. Dia lebih menyukai membaca daripada terus bermain gadget.

Romeo menghela napas, lalu mengeluarkannya perlahan. Baru sekarang dia menemukan wanita yang sangat sederhana.

“Baiklah, kita bersiap pergi ke rumahmu.”

“Kau serius?” Wajah Mala terlihat berseri saat Romeo mengatakan ingin ke rumahnya.

Mala sangat antusias lalu dia mengganti pakaiannya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ayah dan ibunya. Berkali-kali mengetuk pintu kamar Romeo tapi tidak juga terbuka.

“Hey, apa kau pingsan? Apa kau mau menipuku?” Pertanyaan itu terus terlontar dari mulut Mala.

Beberapa saat kemudian Romeo membuka pintunya. Dia terlihat lebih segar dari yang tadi Mala temui. Celana jeans pendek berwarna hitam dan kaos oblong berwarna putih.

Mala menelan salivanya saat melihat Romeo begitu tampan. Meski usianya terpaut jauh darinya.

“Kau lama sekali!”

“Mana mungkin aku mandi cepat-cepat?”

“Ya sudah ayo!”

Romeo tersenyum. Inilah alasan mengapa dia pulang lebih cepat kemarin. Hatinya sedang bahagia karena ada wanita yang membuat lelahnya hilang, meski semalam tidak sempat bertemu.

“Sarapan nanti saja,” ucap Mala.

“Baiklah!”

Romeo pun menuruti kemauan Mala. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu orangtuanya. Sangat rindu sepertinya.

***

Jarak antara rumah Mala dan Romeo memakan waktu satu jam. Beruntung pagi itu tidak macet meski pada hari Minggu.

Mobil itu berhenti di luar pagar rumah sederhana milik kedua orangtua Mala.

Ibu Mala yang mendengar suara mesin mobil, segera berlalri membuka pintu. Terlihat anak gadisnya berdiri di depan pagar sambil membuka kunci pagar.

“Mala, anakku?”

“Ibu ....” teriak Mala.

Pintu pagar berhasil terbuka dan segera Mala memeluk ibunya erat. Setetes bening itu mengalir di sepasang mata Mala dan ibunya.

“Ibu, aku rindu. Kenapa kalian tega padaku?”

Ibu terdiam, menatap wajah Romeo yang sedang duduk di kursi teras.

“Ayah dimana?”

“Ayah ada di dalam. Ayo masuk,”

Mereka pun masuk ke dalam. Mala dan Romeo duduk di sofa ruang tamu. Beberapa saat kemudian, ayah Mala keluar menemui mereka.

“Ayah?” pekik Mala. Gadis itu menghambur ke dalam pelukan ayahnya. Rasa rindu itu sangat dalam. Mala adalah anak semata wayangnya yang sangat ia sayangi.

“Mala, maafkan ayah, sayang.”

Suasana menjadi haru. Romeo terdiam, ia merasa tenggorokannya sakit. Ada rasa sesak di dalam hatinya. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya.

“Ayah, benarkah aku telah menikah?”

Ayah melepas pelukan Mala. Lalu menghela napas untuk mengurangi rasa sesaknya. Begitu berat ia mengatakan semuanya.

“Semua ini karena janji ayah pada almarhum kedua orangtua Romeo.

Next. ..

Terpopuler

Comments

Dewi Ika Lestari

Dewi Ika Lestari

trmksh kak author...wah ceritanya bagus lho , susunan penulisan jg tertata rapi, ini kak authornya laki2 ya...wah keren ya...telaten skli mnulis karyanya...cukup bgs kok ... eksplore trs kak imajinasinya biar bisa membuat karyanya tmbh bgs...bikin cerita yg alurnya berbeda kak dan Py ciri khas....smngt ya kak author ... trmksh kak utk kryamu....

2020-11-16

1

Lysha caca

Lysha caca

seru ni critanya thor

2020-06-10

0

Nasrul Maulida

Nasrul Maulida

aq suka thor lanjut terus ya ... jngan kaya novel sebelah ty yg ga ada lanjutan nya..😘😘

2019-11-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!