part 3

Mala membelai kasur dengan sprei bergambar sapi itu. Ia sangat rindu dengan kamar ini. Meski ukuran kamar milik Romeo lebih luas dibandingkan kamar Mala, ia sangat nyaman berada di kamar ini.

Beberapa foto oppa Korea tertempel di tembok. Kamar yang khas sekali dengan anak remaja. Serba warna pink dan banyak boneka yang tertata rapih di rak. Mala memeluk salah satu boneka miliknya.

“Milk Mou, apa kabar?” Mala mengajak boneka sapi itu berbicara.

Hal yang selalu Mala lakukan. Terlihat seperti orang tidak waras memang. Boneka itu kan tidak bisa berbicara. Dia benda mati, tapi Mala menganggap ia lebih dari sekadar sahabat.

“Aku sedih kita akan berpisah dan tidak bertemu lagi.”

Mala tidak sadar jika ada seseorang yang berdiri dan bersandar di tembok dekat pintu kamarnya. Mengamati Mala hingga mendengarkan pembicaraan Mala dengan boneka.

“Kira-kira dia baik nggak ya?”

Mala mendekatkan boneka itu di telinganya. Seolah boneka itu bisa berbicara.

Romeo menahan tawa melihat tingkah gadis itu.

“Milk Mou, jaga dirimu baik-baik ya. Aku pasti merindukanmu.”

Dari sekian banyak boneka yang Mala miliki, hanya boneka sapi itulah yang sangat ia sayangi. Ada cerita menarik di balik boneka itu.

Mala meletakkan kembali boneka sapi itu ke tempat semula. Lalu membalikkan badan. Dia melonjak kaget saat melihat Romeo telah berdiri di sana.

“Sejak kapan kamu di sini?”

“Sejak kamu mengajak boneka itu berbicara!”

Mala menutup mulut, wajahnya memerah. Dia malu karena Romeo mendengar apa yang dikatakan pada bonekanya baru saja.

“Kau mendengar semua?”

Romeo mengangguk. Semakin merah lah wajah gadis itu.

“Kau rindu dengannya? Lalu kenapa tidak membawanya?”

“Boleh?”

“Tentu saja.”

Mala tersenyum. Lalu ia mengambil boneka sapi itu.

“Kau rindu dengan kamar ini?” tanya Romeo lagi.

“Tidurlah di sini.”

“Boleh?”

“Ya, dua hari nanti aku ada pekerjaan di luar kota. Tinggallah di sini.”

Mala berjingkrak kegirangan. Sangat bahagia dia. Rupanya Romeo tahu apa yang sedang Mala rasakan.

.

Malam ini Romeo menginap di rumah Mala. Menikmati makan malam yang sederhana. Meskipun begitu ia merasakan kehangatan di rumah ini. Biasanya dia selalu duduk di ruang makan seorang diri. Kini ia merasakan makan bersama keluarga.

“Romeo, maaf ya ruang makannya sempit,” ucap Yasmin—ibu Mala, di tengah-tengah makan malam mereka.

“Tidak apa-apa. Justru malah lebih enak.”

Yasmin dan Rafael—ayah Mala tersenyum. Meski Romeo dari keluarga berada, dia tidak merasa risih tinggal di rumah sederhana milik orangtua Mala.

“Mala, apa tadi membawa peralatan sekolah?”

Pertanyaan ibunya membuat Mala dan Romeo saling memandang. Mereka tidak ada rencana menginap. Malah tidak membawa baju ganti.

“Nanti Pak Udin aku suruh ambil,” sahut Romeo.

“Oh, ya. Mana Pak Udin? Tidak ikut makan?”

“Dia sedang keluar, ada hal yang aku suruh tadi. Mungkin sudah makan di luar.”

“Oh, ya sudah kalau begitu.”

Acara makan malam pun berlanjut. Ayah hanya diam sejak tadi. Hingga selesai makan, Rafael masih diam tanpa sepatah kata.

Selesai makan malam, seperti biasa Rafael dan Mala duduk di depan televisi. Menonton sinetron yang menjadi favorit mereka.

“Om, suka sinetron?” tanya Romeo tiba-tiba.

Rafael menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kepergok nonton sinetron menyedihkan itu sungguh malu.

“Iya nih, gara-gara Mala jadi suka. Habis dia nggak mau ngalah.”

“Kok aku? Kan emang ayah yang suka!” Mala membela diri.

Romeo tertawa melihat pemandangan ini.

Lalu tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Yasmin yang sedang melipat pakaian di kamarnya, segera membuka pintu.

“Eh, Pak Udin. Ayo silahkan masuk.”

Baru saja Udin hendak masuk ke dalam, Romeo muncul dari dalam.

“Tuan, ini pesanannya. Dan ini tas sekolah beserta buku dan peralatan milik Non Mala.”

Romeo mengambil paper bag dan tas ransel itu dari tangan Pak Udin.

“Terima kasih, Pak.”

“Sama-sama, Tuan.”

“Pak Udin sudah makan?”

“Sudah, Tuan. Tadi pas ngambil perlengkapan Non Mala.”

“Pak Udin mau kopi?” tanya Bu Yasmin.

“Tidak usah, Bu. Saya mau pamit.”

“Lho kok buru-buru?”

“Anu, Bu. Itu__”

“Besok Pak Udin harus bangun pagi-pagi, Tante,” sahut Romeo.

“Lho tidak menginap? Eh iya tidak ada kamar kosong.”

“Saya ada jadwal jaga malam, Bu. Kebetulan satpam yang jaga sedang sakit.”

“Oh, ya sudah hati-hati kalau gitu.”

“Ya, saya permisi dulu, Bu dan Tuan?”

Selepas kepergian Pak Udin, Yasmin membawakan tas Mala ke kamarnya. Sedangkan Romeo ke ruang televisi membawa paper bag itu. Ia ingin memberikannya pada Mala, tapi diurungkannya karena masih asyik menonton.

“Nak Romeo, kalau lelah istirahat saja di kamar Mala,” perintah Yasmin.

“Saya di sofa saja, Tante.”

“Lho, kalian sudah sah kok pisah, Ndak apa-apa satu kamar. Ndak akan di grebek. Toh Pak RT sudah tahu kok.”

Romeo menolak tidur di kamar Mala, tapi Yasmin terus memaksa dan pada akhirnya Romeo mengalah lalu masuk ke kamar Mala.

Beberapa saat kemudian, Mala masuk ke dalam kamarnya. Mala menekan saklar lampu, dia terkejut karena ada Romeo yang tidur di atas ranjangnya.

“Kok kamu di sini?” tanya Mala sambil menutup pintu dan menguncinya. Reflek sepertinya.

“Ibu yang menyuruh. Lagipula kan kita sudah menikah.”

Mala menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah. Romeo bangkit dan segera mematikan lampu kamarnya. Berganti lampu tidur.

“Percumah, lampu itu sudah mati.”

Romeo berkali-kali menarik tali lampu tidur. Pantas saja tidak menyala. Lampunya telah mati. Jadi kamar ini gelap.

“Ya sudah kita tidur gelap-gelapan ya.”

Mendengar ucapan Romeo, jantung Mala berdebar. Takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Romeo membuka satu tirai jendela, kamar itu terlihat sedikit lebih terang karena pantulan lampu temaram dari halaman.

“Ini buat kamu.” Romeo menyodorkan paper bag.

“Apa ini?”

“Bukalah.”

Mala membuka isi paper bag itu.

“Ponsel? Untukku?”

“Ya, itu untukmu. Agar aku bisa menghubungimu saat aku di luar kota nanti.”

“Tapi ... Aku tidak paham.”

“Sini aku ajari.” Romeo menepuk bantal yang ada di sampingnya. Dengan berat hati Mala pun menuruti perintah Romeo.

Dengan sabar ia mengajari Mala bagaimana caranya memakai ponsel pintar itu. Mala memang tidak paham, karena dia tidak pernah memegang ponsel. Paling milik ayahnya. Itupun ponsel jadul yang ketinggalan jaman.

“Nah, ini nomorku sudah di simpan. Jadi kau bisa hubungi aku.”

“Suamiku?” Mala membaca nama kontak nomor Romeo.

Lalu di hapusnya nama itu dan diganti.

“Kok aneh? Memangnya apa yang aneh?”

“Memang aneh, karena aku tidak tahu siapa kamu!”

Nomor Romeo di beri nama 'Aneh' oleh Mala. Mendengar penjelasan Mala Romeo tertawa. Terdengar nyaring tawanya. Mala terdiam mengamati wajah itu. Ia akui bahwa Romeo sangat tampan.

“Kenapa liatin aku begitu? Apa kau menyukaiku?”

Next ....

Terpopuler

Comments

Dewi Ika Lestari

Dewi Ika Lestari

kak author boleh koreksi sedikit td mnyimak di bab 2 dan 3 nama orangtuanya Mala lebih kekinian ya? dan Mala sendiri msh ank remaja ya? kl bisa disesuaikan kak dgn si Romeo jg setidaknya sudah umur 19-20 an lha... ya mmg sih byk yg dinovel itu menikahi ank remaja tp kynya ilfeel kl sprti itu jdnya nnti menyita waktu byk ya utk masuk dunia remaja...aplgi si tokoh utama sudah menjadi pengusaha...hrsnya mlh konfliknya ttg kehidupan dia dgn si suami utk bisa menyatukan mereka .. dan diuji dgn byk hal dr pesaing usaha , tmn , pelakor mngkin biar ceritanya ada gregetnya tp ttp hrs cerdas jg mengatasi konflik nya biar ga jd drama tp novel berkelas ...

tp jujur kak authornya cukup telaten kok mf ya kak hanya sekedar saran koreksi saham..itupun kl ditrima ...ttp smngt ya kak author mf ya atas kelancangannya 💪🙏

2020-11-16

1

via tingting

via tingting

masih mengikuti..semangat

2020-10-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!