"Ara ...."
Lembutnya suara itu membuyarkan pikiran burukku.
"Hm, iya. Tap-tapi aku tidak mengerti mengapa kau menawarkan hal ini kepadaku?" tanyaku diliputi perasaan heran kepadanya.
Cloud lalu menjelaskan sesuatu hal kepadaku sebagai bahan pertimbangan. Begitu cepat aku harus mengambil keputusan. Mau tak mau, aku mempertimbangkan tawarannya itu.
"Percaya padaku. Hanya dirimu yang mampu melakukannya, Ara. Tolong aku," katanya dengan raut wajah penuh harap.
Aku pun memikirkan tawaran yang diajukan Cloud kepadaku. Malam ini rasanya kulalui begitu berat. Ada sesuatu hal yang menarikku untuk mengiyakan tawarannya. Namun, di lain sisi ada rasa khawatir yang menyelimuti hati ini.
Esok harinya...
Keesokan harinya, aku tidak henti-hentinya menimbang baik-buruk tawaran Cloud untuk ke depannya. Dari pagi, siang, sore dan malam aku mencoba berdoa untuk mendapatkan petunjuk.
Beberapa hari kemudian, seperti ada magnet kuat yang menarikku untuk mengiyakan tawaran darinya. Aku mencoba mengutarakan hal ini kepada ayah dan ibu saat Cloud sedang pergi memancing bersama Adit.
"Sudah dipikirkan, Ara?" tanya ibu kepadaku.
"Sudah, Bu. Hatiku sangat tertarik dengan tawarannya."
"Baiklah, biar nanti Ayah bicara kepada Nak Cloud sendiri," sahut ayahku.
"Maafkan Ara, Yah. Ara hanya ingin membahagiakan keluarga. Tidak ada niat lain," kataku mencoba mengutarakan alasan yang sebenarnya mengapa aku tertarik dengan tawaran Cloud.
Tak lama, Cloud pun datang bersama Adit. Aku segera mendekati dan berbicara kepadanya jika ayah ingin membahas tawarannya waktu itu. Aku pikir dia akan terkejut, ternyata dia malah gembira mendengar kabar ini.
"Terima kasih, Ara. Aku akan berbicara dengan ayah dan ibumu sekarang," sahut Cloud dengan senang.
Dan ternyata, Cloud benar-benar membuka pembicaraannya. Dia tampak serius kala berbicara dengan ayah dan ibuku. Dari gestur tubuhnya, tersirat ada kesungguhan di dalam hati untuk benar-benar menjagaku jika ayah dan ibu menyetujui hal ini.
Jujur saja, ada sesuatu yang membuatku tergiur hingga akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti panjang di kampus. Walaupun keputusanku itu membuat ayah dan ibuku murung, Cloud terus memantaskan diri menunjukkan itikad baiknya. Alhasil, ayah dan ibu merestui kepergianku untuk bekerja bersama Cloud.
Di kampus...
Waktu terasa berlalu begitu cepat. Tekadku kini sudah bulat untuk mengambil cuti panjang. Seperti sebuah strategi, mundur selangkah untuk maju berlangkah-langkah. Aku sangat berharap jika keputusan yang kuambil ini benar.
"Di sini tempatmu belajar?"
Cloud menemaniku ke kampus hari ini. Pakaiannya yang serba putih seperti saat awal bertemu, membuat orang-orang di kampus memandanginya. Entah karena aneh atau apa, aku tidak terlalu memedulikan. Fokusku hari ini untuk menyelesaikan administrasi cuti.
"Hm, iya. Kampusku memang tidak terlalu besar tapi aku menyukainya," jawabku sambil menoleh ke arahnya.
"Kau belajar apa di sini?" tanyanya lagi.
"Aku mengambil tata kota," jawabku singkat.
Cloud terdiam sejenak, sementara teman-teman kampus menujukan pandangannya kepadaku. Mereka terlihat berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan.
"Aku rasa pekerjaanmu nanti akan sesuai dengan apa yang kau pelajari," katanya lagi seraya tersenyum kecil.
"Aku belum terlalu mengerti Cloud, baru juga setahun di sini. Masih harus banyak belajar lagi."
Kami terus berjalan menuju ruang administrasi kampus.
"Kau terlalu merendah, Ara. Aku yakin kamu mampu melakukan apapun yang kau mau."
Kata-katanya begitu memberikan semangat kepada jiwaku. Aku tersipu hingga memalingkan wajah dari pandangannya.
Perasaan apa ini? Mengapa aku merasa senang diperlakukan olehnya?
Cloud tertawa kecil melihat tingkahku. Dia lantas memberi tahuku jika ruang administrasi yang dituju sudah berada di depan mata. Aku pun segera menuju ruang itu sementara Cloud menunggu di luar.
Hari ini, aku menyelesaikan administrasi untuk cuti selama dua semester. Berharap setelah ini kebahagiaan segera kuraih. Memang harus ada yang dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Semoga saja Cloud menepati janjinya dan menghilangkan semua prasangka burukku terhadapnya.
Beberapa hari kemudian...
Tak terasa sudah seminggu Cloud tinggal di rumahku. Kini Cloud akan kembali ke tempat asalnya dengan membawaku. Setelah berpamitan dan berikrar janji kepada ayah dan ibu, akhirnya kedua orang tuaku melepaskan kepergianku bersama Cloud. Aku melihat Cloud memberikan sebuah jaminan kepada ayah. Entah itu apa, tapi aku rasa yang diberikannya bernilai besar. Seperti sebuah mahar saja.
Cloud tidak memintaku membawa apa-apa. Dia hanya mengajakku ke tempat pertama kali kami bertemu. Aneh memang, tapi aku menurut saja. Mungkin dia ingin bernostalgia sejenak.
Kami pun berjalan menyusuri hutan dan semak belukar. Setibanya di tepian, kami menaiki sampan menuju sedikit ke tengah laut. Cloud mendayung sampannya hingga berjarak sekitar dua puluh meter dari arah tepi.
"Ara."
"Ya?"
"Boleh kupegang tanganmu?" tanyanya yang membuatku tersipu.
"Hm, boleh," jawabku malu-malu sambil menyambut uluran tangannya.
Cloud berdiri di depanku lalu memegang kedua tanganku. Kami saling berhadapan. Jarak kami cukup dekat. Jantungku berdetak kencang saat berada begitu dekat dengannya.
Di atas permukaan laut, kami seperti beradegan romantis. Untung saja tidak ada penduduk desa yang melihat. Kalau ada, malunya aku.
"Percayalah padaku. Aku sudah berikrar janji di hadapan ayah dan ibumu. Dan aku sudah memantaskan diri dengan itikad baikku. Jadi apapun yang akan terjadi sebentar lagi, tetap pegang tanganku dan jangan sampai terlepas."
Kulihat tatapan wajahnya yang bersungguh-sungguh bersamaan dengan turunnya rintik hujan. Seperti kejadian awal kami bertemu, kabut hitam pun datang disertai angin kencang. Dahiku berkerut, aku takut atas apa yang akan terjadi. Tapi Cloud meyakinkanku, dia tersenyum padaku, menarik tubuhku ke dalam dekapannya.
"Pejamkan matamu, Ara."
Aku hanya bisa menurut, lagi-lagi hanya bisa menuruti apa katanya.
Tubuhnya terasa begitu hangat. Detak jantungnya pun terdengar sangat jelas. Usapannya di kepalaku seakan dapat meringankan rasa takutku ini.
Tak lama berselang, aku merasa melayang bersamanya, begitu ringan. Aku tidak berani membuka kedua mataku karena khawatir jika benar-benar melayang di udara, dan hal itu membuat phobia ketinggianku kambuh. Aku pasrah saja, menyerahkan semua urusan ini kepada Yang Maha Kuasa. Kupegang erat-erat tangan Cloud dengan tangan kananku sementara tangan kiriku memeluknya dengan erat.
...
"Cloud?!"
"Ara."
Aku merasa tubuhku seperti jatuh, tak lama dari saat memejamkan kedua mata.
"Cloud, kita jatuh!"
Kata-kataku terdengar begitu panik, aku takut.
"Ara, kita baik-baik saja."
Cloud menenangkan hatiku. Namun, aku merasa dekapannya memudar.
"Apa aku boleh membuka kedua mataku?" tanyaku cemas.
"Bukalah," jawabnya pelan.
Dengan perasaan cemas, aku membuka kedua mataku perlahan. Samar-samar aku melihat sebuah pohon besar tak jauh dariku.
"Ara, bisa kau bangun? Tubuhmu berat sekali."
Hah?! Apa?!
Aku sampai mengabaikan keberadaan Cloud yang ternyata tertimpa diriku.
"Apa yang kau lakukan, Cloud?!" tanyaku sembari bangkit dari tubuhnya.
"Aku tidak melakukan apapun, Ara. Sedari tadi dirimu yang berada di atas tubuhku."
Jawabannya sontak menyadarkanku. Cloud tidak mungkin melakukan hal yang tidak-tidak setelah berikrar kepada ayah dan ibu. Bukankah yang dipegang dari seorang pria itu adalah ucapannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Dikaa
pergi ke dunia jin
2021-09-05
0
Elder FR
ceritanya ank kampus ya?
2021-02-06
2
Elder FR
boleh juga
2021-02-06
1