Sepotong Nada Yang Hilang
"Ko datang dengan kemasan perih yang tampak jelas di sorot mata sahabatku lewat kisah-kisah mencintai dalam diamnya."
♡♡♡♡
Tomboi, mungkin takkan bisa terlepas dan selalu tersemat pada Rara Fairus yang sedang sibuk merapikan jilbab berwarna putih depan cermin.
Terkadang ko cantik sekali atau de manis sebatas angin sepoi menyejukkan hati keluar lewat rongga malas tahu milik jiwa Rara.
Tidak ada yang spesial, karena dia bukan sebuah nasi goreng yang pakai karet merah atau terang bulan pakai keju lumer.
Terlalu banyak perempuan di luar sana lebih mementingkan gaya dibandingkan kebaikan hati, semakin menjadikan diri pongah dan membuncah kalau melihat perempuan lain jauh lebih menarik dibanding diri sendiri.
Kun anta. Dua kalimat sederhana tapi sulit dalam menerima dengan lapang dada.
“Haha,” kok ada sesuatu yang menggelitik perut Rara? Lucu, terkadang kembali mengingat kisah manis dari teman-temannya sendiri.
Datar, tak ada yang ditampilkan dengan sumringah terpantul oleh cermin. Diksi cantik tak diinginkan tersamat dalam hati yang bakal menjadi diri belagu. Cukup otak dibawah standar menohok jiwa-jiwa yang meringkih saat rumit mendapati posisi terbaik telah lama diidamkan.
Masuk lima besarlah mimpi Rara, jangan terlalu melambung tinggi buat bermimpi berada di peringkat pertama. Otak saja tidak mencukupi untuk bisa berada di sana.
Kenapa selalu saja Rara sensitif kalau bahas cantik depan sahabat sendiri sekalipun? Karena satu hal, dia tidak terlalu pandai dalam hal bidang pelajaran di sekolah hanya bisa di olahraga tok. Kadang buat dia diam-diam iri dengan kemampuan sahabat sendiri yang langganan mendapati posisi juara dua.
“Buat apa sih harus iri dengan sa? Cantik juga tidak,” terkadang sering bergumam
menuju sekolah mengemudi motor sendiri.
Rara bingung dengan pola pikir sahabatnya itu yang dikenal lewat sosmed, apa dengan
ukuran cantik cukup buat dahaga jiwa lega? Tidak. Kecantikan sebenarnya dari hati bukan paras.
Yang paling dipuji Rara adalah kecantikan luar dalam apalagi pintar dan rendah hati. Beh, patut di berikan jempol. Itu adalah cantik yang sesungguhnya.
Sampai di sekolah, merasa ada yang menjanggal pikiran gadis itu. Apa yah? Berusaha
menghilangkan kegelisahan dalam diam.
“Yang belum kenyang, silahkan kembali ke kantin, tapi ingat setelah makan jangan harap bisa masuk ikut pelajaran ibu, paham semua?!”
Kedua bola mata Rara masih saja gelisah memerhatikan guru killer duduk menjelaskan
depan kelas.
“Tidak tahu kenapa ibu geram sekali kalau masuk jurusan ini, bisingnya tidak bisa hilang.” Kesal beliau, saat sedang mencoret sesuatu di papan tulis.
Jangan ditanyakan lagi, memang jurusan multimedia sangat berisik. Susah buat diajak
kompromi diam sejenak saja saat jam pelajaran berlangsung.
“Baik, kumpulkan PR minggu lalu kalian depan kelas,” beliau duduk dengan menghelakan napas bersamaan menaruh spidol diatas meja.
Berbondong-bondong menaruh buku mereka ke depan kelas, malas berdesakan Rara lebih memilih sepi lalu mengumpulkan PR-nya ke depan.
Syukur..tadi bisa sempatkan waktu buat kerja, tra masalah sudah nanti nilainya seperti apa. Pikir Rara dengan riang.
Saat keributan berlangsung dan guru keluar sebentar menerima panggilan dari HP, dengan kecepatan kilat Rara mengerjakan tugas itu.
Rara sangat benci pelajaran Fisika, ah..pokoknya bersangkutan dengan angka bikin kepala mumet.
“Bagaimana tadi pelajaranmu, Ra?” Disambut dengan riang oleh Avisa, sahabatnya saat mereka sudah duduk di bangku kantin sekolah.
“Ah..pusing, tadi saja sa tulis PR kilat!” Gerutu Rara.
Avisa hanya tertawa mengejek, “makanya, jan selalu benci angka kah, Ra. Pelajarannya menyenangkan kok, hanya saja ko yang malas belajar.” Mulai deh di khotbah, semakin buat Rara memutar mata dengan jengah.
“Bisa ndak tra usah bahas pelajaran angka? Sa lapar jadinya dengar ko cinta pelajaran itu!” Rara berkata ketus lalu berjalan cepat ke dalam kantin.
“Ra..ih, sa bilang tuh su benar, siapa suruh malas belajar! Nanti pulang sekolah sa bantu ko memahaminya supaya nanti UN tra kesulitan.” Avisa mengejar lalu mengambil makanan yang ingin dikonsumsi bersama sahabatnya di meja kantin.
Rara melihat dengan tatapan sinis, “seumur hidup sa malas belajar, apalagi buat mencintai mereka-mereka yang ada sa tambah stres!” Dia pun berjalan dengan mood kurang baik.
“Masa sih ko terus-terusan malas belajar pelajaran angka? Itu penting loh buat ko masa depan nanti, Ra.” Avisa duduk depan sahabatnya dengan wajah bengong.
“Kan masa depanku bukan di ko tangan, jadi tra usah bacot makan sudah, nanti keburu bel masuk pelajaran kedua.” Kesal Rara, lalu mengunyah makanan dengan wajah sangar.
Fuh, baiklah Avisa mengalah kalau perdebatkan soal pendidikan takkan bisa menang, terlebih sahabatnya keras kepala.
Cukup lihat Rara rajin sekolah saja sudah buat perempuan itu senang.
♡♡♡♡
Rara sibuk duduk bersama kesunyian, ralat di tengah keramaian sekolah dia sedang terperangkap sepi. Karena memang faktanya seperti itu, setelah hubungan bersama Reihan berakhir tak ada lagi tawa derai seperti biasa di tampakkan gadis itu.
Hanya bermain dengan sunyi pun melamun tidak jelas. Terkadang kena teguran oleh guru yang sedang lewat di tangga sekolah.
Toh, itu urusan Rara kenapa mereka sibuk?
“Ra?!” Seru Avisa dari bawah tangga.
Dengan tergesa naik ke atas tangga lalu duduk disamping sahabatnya itu menampilkan wajah sumringah, jelas buat Rara mengernyit.
“Ih, Ra, kakak kelas itu loh, ganteng sekali! Sa pengen sekali jadi pacarnya. Tapi sayang, dia sudah punya pacar yang tra lain ko punya teman sekelas, Naura.” Diksi terakhir buat intonasi berganti lirih.
Bisa dengan jelas, ada ruas-ruas terdengar patah dari penuturan sahabatnya itu. Lalu, terbayang-bayang mengenai, “namanya Luthfi, Ra!” Seru Avisa, saat hampir terbentang nama lain di benak gadis itu.
Rara semakin bingung. Nama yang asing dan baru terdengar daun telinga gadis itu. “Ko suka dia dari kapan jadi?” Tanya Rara kepo.
Tampak sahabatnya berpikir, “eng..sejak SMP pas sa ketemu de tuh lewat kegiatan rohis.”
Oh, sudah lama toh. Tapi..Luthfi yang mana eh? Lah kok Rara semakin kepo dengan sosok nama yang di bahas sahabatnya dengan perasaan menggebu tapi sayang telah termiliki kekasih.
“Trus, de tahu kah tra soal ko suka sama dia?” Eh, diksi tersebut tercetus dengan spontan dari bibir Rara.
Dapat gelengan pelan dong dari Avisa semakin buat dia melongo tak percaya.
"Sudah ah, tra usah lihat ke tempat lain, gunanya sa buat ko cerita!” Greget Rara saat melihat perempuan itu sudah mulai menampakkan bola mata yang lirih.
Terlihat Avisa berbalik denga ekspresi desir, “tapi kan, Ra? Sa suka sama kakak itu karena de jago main gitar.”
Deg. Seperti aliran listrik buat detak itu abnormal berasal dari Rara. Jangan bilang rasa itu mulai tumbuh setelah mendengar penuturan sahabat sendiri?
Arg. Kok mendadak Rara berdecak kesal sih? Atau hanya kebetulan saja saat lihat penampilan yang tidak salah ingat Rara melihat salah satu anak band sumbang lagu saat acara sekolah mereka satu semester yang lalu?
Tapi, Rara tidak terlalu lihat dengan seksama siapa itu Luthfi, karena hanya lihat sepintas saja.
Duh, kenapa saat sudah menemukan sayap ke surga harus mendapati fakta kalau one the way menumbuhkan rasa dengan cowok yang sama untuk kedua kalinya?
Oh, tidak. Pertemuan mereka karena mantan yang sama itu pun yang kali pertama mengajak chat adalah Avisa semakin buat Rara saat itu bingung hebat. Ada perempuan asing chat dia di facebook.
Jujur, mantan sama adalah prantara mengirim sayap-sayap tulus ke Rara.
Ih, menyebalkan kan, sekarang ingatan itu terputar mengenai ..
Avisa :
Oh yah, Ra, pacarmu sih Drika toh? Awas, dia tuh cowok playboy, nanti yang ada ko disakiti sama dia.
Sempat buat Rara melongo dengan penuturan perempuan asing yang sudah jadi sahabatnya sekarang lalu..
Rara :
Masa sih? Tapi sejak pacaran sama dia, belum ada kata-kata menyakiti sa sih.
Tanpa sadar di lain tempat, perempuan itu berdecak gusar, “ji..orang kasih tahu pala batu kali! Yang ada nanti juga galau.” Sama seperti apa yang sudah Drika berikan ke sa dan kak Norma sih, imbuh Avisa dengan desiran hebat.
Setelah chat cukup berjangka waktu lama, tidak lama kemudian mereka menjadi teman dekat dan melihat status facebook kalau Avisa bakal menjalankan operasi usus buntu, jelas..buat Rara ingin datang membesuk pasca operasinya. Semakin buat Avisa bingung kok ada orang yang nekat datang ke rumah padahal baru kenal lewat sosmed.
Tak mau ambil pusing, mencoba memberikan alamat rumah tapi tidak lengkap hanya di jalan bandara. Pasti bercanda doang, pikir Avisa kala itu.
Bukan hanya dekat dengan Avisa melainkan mantan pertama Drika, bersama teman liqo Anidita. Setelah menunggu mereka turun dari taksi, menelpon, “sa alamat rumah di jalan bandara, warung makan padang.” Kata Avisa di seberang telepon.
Kala itu Rara bingung di mana letak rumah perempuan tersebut. Dan, saat bersua langsung kesan pertama yang bisa ditangkap Avisa kala itu tomboi dengan mengenakan baju dimana lengannya di lipat dan celana sobek-sobek sudah seperti preman pasar, saat itu Rara belum mengenakan jilbab.
Mereka dalam kamar bercanda dengan blak-blakkan hingga tercipta sebuah curhat dari Rara mengenai Drika yang sudah resmi jadi mantan.
Norma di mana yang menjadi mantan pertama Drika, hanya senyum-senyum menanggapi cerita gadis itu.
Dan memoar masa lalu dengan mantan sama, tak ingin mengundang luka satu sama lain. Karena cukup menjadi sahabat Avisa adalah hadiah terbaik dari Tuhan. []
notes :
Tra \= Tidak
Trada \= Tidak Ada
De \= Dia
Ko \= Kamu
Sa \= Saya
SMANSA itu adalah singkatan nama dari sekolah SMA Negeri Satu.
Kanjang \= Kantin Panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Rina Siti Mυɳҽҽყ☪️💟⨀⃝⃟⃞☯
mampir
2022-01-08
0
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
Mom mampir
2021-06-18
0
Hevi Youliana
agak bingung dengan bahasanya
2021-01-07
0