...“Duh, kalau saja Avisa tahu sedang menyimpan angan mendapati kidung Luthfi mungkin sebatas imaji Rara. Karena impossible mendapati hati cowok itu. ”...
♡♡♡
Album terlampir lembar nostalgia, terbang oleh waktu tak kembali beri kebahagiaan saat tertawa lepas seperti dulu lagi. Dan, sekarang Rara hanya bisa termangu dan menerowong apa saja kesalahan saat masih bergandeng romansa dengan Reihan, “tidak ada sama sekali.” Cetus Rara dengan getir.
Cukup belum bisa melupakan mantan yang masih satu kelas dengannya, selama belum lulus yah berkecamuk lagi dengan masa lalu.
“Rara!” Teriak perempuan itu dari arah bawah, melihat dengan malas.
Tertawa hambar, kenapa sih ruas-ruas itu terdengar sangat ringkih? Apa salah tidak bisa bahagia dan ungkapan menyakiti bisa tak sampai di daun telinga Rara? Cukup berakhir dengan mantan yang masih terkasih, menyakiti hati kenapa lagi sih harus mendapati penuturan menyayat hati Rara?
“Kenapa sih masih hobi sendirian?! Tra baik melamun begini, nanti ko sakit lagi.” Avisa mengingatkan sambil mengelus pundak sahabatnya.
“Trada, sa hanya bingung hal apa yang harus bisa sa lakukan agar kebahagiaan bisa terus sa pegang. Padahal kan selama pacaran sama ko om sendiri, sa selalu lakukan yang terbaik kan? Bahkan..sempatkan isi pulsa dengan diam-diam tanpa sepengetahuannya.” Lagi, Rara tertawa hambar mengingat perpisahan menyakitkan dengan Reihan.
Avisa tertunduk melihat wajah yang masih sama, mencintai satu orang yang sulit terhapuskan begitu saja dalam dada.
“Bagaimana kalau kita ke kantin depan sekolah saja? Pen makan bakso,” rajuk Avisa dengan pupy eyesnya. Buat Rara tersenyum, lalu berdiri ke kelas mengambil dompet dalam ransel.
Saat sampai di sana,
“Kenapa ko lebih pilih masuk di smk sih? Bukannya ko mau masuk di smansa?” Rara heran sendiri sambil menunggu pesanan mereka datang.
Justru Avisa terdiam sambil memberikan senyum terbaik, itu bukan bahagia tapi menyembunyikan luka.
Tidak lama kemudian, “sa lebih pilih keperawatan saja, karena di smk ada ko, trapp sa
sudah ikhlaskan teman-temanku disana walau sempat di protes sih sa tra masuk sama-
sama mereka.” Setelah itu tertawa.
Bukan. Rara tidak menginginkan jawaban yang menenangkan perasaan nafsi, melainkan keterbukaannya kenapa harus ada dia di smk lantas mengorbankan pertemanannya sedangkan dia bukanlah sahabat terbaik, terkadang ada cekcok yang buat Rara sadar kalau sahabatnya lebih pantas dengan mereka yang di smansa, tapi
kenapa Avisa lebih pilih berada di sekitarnya?
Dan, bukan kali pertama saja mendengar penuturan kenapa masuk di smk. Pernah..menunggu martabak dibuat mereka bersandar di body motor, “sa pengen jadi
dokter, supaya bisa obati keluarga. Ko tahu sendiri toh, Ra? Kalau sa ade sering sakit-sakitan. Apalagi adeku yang paling kecil. Makanya, sa ambil jurusan keperawatan di smk.” Penuh dengan intonasi lirih pun bercampur harap.
Rara sendiri mengambil jurusan multimedia. Mimpi yang telah terwujud, sayang selalu
saja bawa gelar gagal setiap kali mengambil raport semester.
Ada satu cita dan menjadi sebuah impian Rara dalam masuk jurusan yang sudah
diambilnya. Tapi, mungkin akan di kemas sendiri bahkan tak ingin dulu berbagi dengan sahabat. Bakal menertawai diri sendiri, kalau saja mengumumkan hal tersebut tapi belum bisa mendapati dengan mulus. Sebab, otak yang tak di atas rata-rata.
“Ra! Kenapa makan sambel banyak! Sa kasih tahu ko nenek sekarang nih?!” Avisa berseru kesal, tak memerhatikan sahabatnya menuangkan sambel terbilang banyak dalam mangkuk baksonya.
“Ih, jan lebay sudah, sedikit ini lagian macam ko brani lapor sa nenek saja.” Rara justru membalas dengan mencemooh.
Avisa berdecak pinggang, tak habis pikir dengan dia. Selalu saja mencari cela buat menyakiti diri sendiri, “jangan dzolimi diri sendiri, Allah tidak suka itu, Ra.” Kokmendadak Avisa sangkutpautkan agama sih?
Oh, jujur Rara tidak protes dengan hal yang satu itu, karena sebagai sahabat saling mengingatkan ke jalan baik. Tapi, menyangkut sambel Rara tidak bakal mendengarkan, kalau tidak pedis seperti makan sayur tanpa garam.
Oh iya benar juga, saat makan bakso seperti ini dicegat jangan tuangkan sambel banyak jadi terpikir dengan kata-kata Faqih, teman sekelasnya. Sebenarnya bukan terfokus dengan kata itu melainkan kenangan bersama Reihan dulu, mencegat gadis itu jangan berlebihan makan sambel.
Tapi, kata-kata itu sangat penting ah tidak terlalu juga sih melainkan mengulang dan menyamakan dengan sikap Reihan sejak putus dengan Rara.
"Katanya sih Mamanya Reihan bilang ko orangnya matre, Ra. Makanya dia selalu dapat marah setiap kali minta uang jajan lebih, terutama uang pulsa. Selalu minta dan habis trus.” Terus terang Faqih kala Rara minta penjelasan to the point. “Tapi, Ra yang sa lihat dari matanya Reihan, masih ada rasa sayang dengan ko. Tapi, dia berusaha tutupi dengan cara cuek setiap kali ketemu ko.” Lanjut Faqih, saat sudah lihat temannya beranjak ke kantin. Tapi, suara itu cukup jelas Rara dengar.
Ingatan itu jelas buat Rara tertawa hambar dalam batin. Miris sekali. Mama Reihan melihat dari cover tapi tidak meneliti dengan jelas dalam hati. Memang yak, kalau orang sudah terlanjur membenci tidak akan berada di penempatan terbaik di hati mereka yang membenci.
“Kenapa?” Avisa yang peka langsung menangkap wajah nestapa sahabatnya.
"Ah, trada,” Rara berusaha mengelak.
♡♡♡
Lagi, terduduk dengan termangu menatap nostalgia tampak bertamu di pikiran Rara dengan belagu.
“Ra?” Ada yang memanggil dari arah bawah, tapi bukan suara Avisa.
Melihat ke arah bawah, tersenyum sekenanya saja.
Terkadang Rara sepi kalau sahabat belum usai pelajaran, selalu saja sama, tidak ada guru datang mengajar dalam kelas. Makanya buat dia gemar melamun di atas tangga menjadi pusat perhatian warga smk yang sedang berlalu-lalang menggunakan tangga atau berjalan dari bawah ke kantin.
Tidak terpedulikan Rara, yang penting jangan mengusik hidup mereka kenapa terbalik terlalu sibuk mengurusi hidup gadis itu? Semakin menimbulkan rasa risi.
“Ra?” Lagi panggilan dari suara yang sama.
Dibalas dehaman saja.
“Daa..”
“Eh?” Mendadak buat Rara melongo dong.
Dasar. Sa pikir mau tanya atau ajak makan kah. Rara berdecak kesal bersuara dalam batin.
“Dor! Kenapa melamun lagi sih? Masih pikir Reihan? Sudah ah tra usah berharap dia kembali, soalnya cowoknya pengecut!” Nah, ini baru Avisa sudah buat gadis itu semangat.
Hanya diam menanggapi. Apa sahabatnya tidak bisa menerawang lebih detail kalau hati belum juga bisa beranjak dari satu nama yang telah melupakan dirinya?
Rara pun beranjak lalu melangkah gontai ke kelas. Diikuti sahabatnya dari belakang.
“Ra..kenapa sih masih pikir dia? Sudah sa bilang kan, kalau ko butuh buktikan saja dengan apa yang sudah ditudukan tidak-tidak sama mamanya. Jujur, sa juga tra suka sama mamanya, sombong.” Kesal Avisa.
Syukur tidak ada teman sekelas Rara, mereka pada bertumpukan di kantin. Dan lebih pentingnya lagi tadi Avisa tidak melihat cogan itu daa ke Rara, bisa menjadi repot kalau perempuan itu tahu.
Jujur itu tidak menyakitkan? Kalau boleh, Rara pengen kasih tahu kalau sejak cerita manis di tangkap daun telinga gadis itu sudah timbul rasa penasaran dan lucunyapengen menjadikan Luthfi kekasih.
“Ko sudah jarang tidur toh di kelas?” Kok Rara terkejut mendengar penuturan sahabatnya sendiri.
“Kenapa jadi kalau sa tidur dalam kelas? Apa ada yang sa rugikan begitu?” Rara menjawab dengan sewot.
Avisa tersenyum sambil menghembuskan napas sabar, “bukannya begitu, Ra. Soalnya sa dengar teman-temanmu kalau ko bukan tidur tapi pingsan. Dan, sa tra percaya soal itu, kan sa tahu kalau ko tidur kek kebo, susah memang di kasih bangun.” Ucap Avisa dengan gemas.
Rara hanya tersenyum getir. Esok harinya, Rara sedang bergegas cepat menuju kelas, tapi terdengar ejekan dari Luthfi lalu tercipta sebuah lempar canda di lorong koridor samping kelas akuntansi.
Bukan hanya sekali tapi berulang kali kalau berpas-pasan dengan cogan tersebut. Apa salah kalau Rara menimbulkan perasaan yang ingin segera mendekap hati itu telah lama terisi oleh teman sendiri?
Duh, kalau saja Avisa tahu sedang menyimpan angan mendapati kidung Luthfi mungkin sebatas imaji Rara. Karena impossible mendapati hati cowok itu.
Sempat juga merasa baka kenapa bisa menggoda sahabat sendiri sekedar kepo ingin tahu lebih jauh mengenai perasaannya ke Luthfi, karena akhir-akhir ini Avisa tak pernah menceritakan kegegirangannya.
“Cie..sa sampaikan ko cinta ke dia kah?” Begitulah yang sempat di bilang Rara.
“Ah, jangan..jangan! Biar saja sa yang pendam perasaan ini, trapp kok. Sudah biasa tersakiti juga.” Dan yang paling malas Rara respon adalah nada yang dibuat lirih, tidak pantas mendampingi hati cowok ganteng. Begitulah yang ada dalam pikiran Avisa. []
Notes :
Su \= Sudah. *Logat Papua*
Baka \= Bodoh *Bahasa Jepang*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
none
shutttt.
aku mampir'kakak
2021-08-20
2
Khusnul Winarlin
pusing bacanya mesti mengingat2 bahasa. kenapa tidak pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar aja??
2020-11-23
1