The Most Wanted Queen (Pindah Dimensi)
Alina Zhang, gadis cantik yang berusia 22 tahun yang memiliki profesi sebagai Dosen ahli Sejarah disalah satu Universitas ternama dan sangat terkenal.
Dia mempunyai bakat dalam bela diri dan mahir dalam menggunakan beberapa senjata. Dia melakukan latihan tersebut sejak berusia 4 tahun.
Kebayang bukan? Anak kecil yang seharusnya bermain malah berlatih menggunakan senjata? Awalnya Ayahnya sangat tidak setuju, namun entah mengapa Alina sangat tertarik saat itu dan membujuk Ayahnya untuk melatihnya.
Meskipun begitu, dia tidak akan menunjukkan bakatnya kepada siapapun. Alina akan menyembunyikan itu semua rapat-rapat, kecuali dalam keadaan mendesak.
Sebenarnya bukan tanpa alasan. Ayahnya yang bernama Derlen Zhang adalah seorang detektif yang selalu menangani kasus besar dan berbahaya.
Saat dia berusia 11 tahun, dia beberapa kali ikut bersama Ayah menyelesaikan sebuah misi yang awalnya hanya iseng, dan kelamaan malah menjadi suka.
Alina bahkan merasa sangat senang saat membantu Ayah membantai orang-orang jahat. Sehingga iia terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin, dan sangat kejam dalam menghabisi lawan-lawannya pada usia yang masih sangat dini.
Ole sebab itu, banyak orang-orang yang bermunculan untuk menangkap dan menyakitinya, bahkan berusaha untuk membunuh.
Ayah yang menghawatirkan keselamatan nyawa putrinya, meminta untuk tidak menunjukkan kemampuan dan menyembunyikan identitasnya. Sehingga orang orang hanya mengenalnya sebagai Alina Zhang adalah seorang anak yatim piatu. Dan itu membuatnya merasa sakit karena harus menganggap Ayahnya sudah tiada.
Namun, mau tidak mau dia harus tetap melakukan itu. Ayah yang mempunyai pekerjaan seperti itu, jelas sekali mempunyai banyak musuh.
"Membosankan." dengus Alina kesal.
Saat ini dia hanya berdiam diri dimansion miliknya tanpa melakukan apapun karena untuk sementara dia tidak ke kampus karena Tahun Ajaran Baru akan dimulai minggu depan.
"Kenapa ayah belum datang?" gumamnya lirih.
Selain bosan, dia juga merasa sangat sedih dan kesal karena hari ini adalah ulang tahunnya, tetapi Ayah belum juga datang untuk menemuinya.
Dia yang hanya tinggal berdua bersama Ayah di mansion yang sangat luas dan besar, terkadang merasa ngeri sendiri karena mansion akan terasa horor saat hanya tinggal dirinya.
Semenjak kejadian itu, Ayah jadi sangat jarang menemui Alina untuk menghindari orang-orang agar tidak mengetahui keberadaan Alina, sedangkan ibu dari Alina sudah meninggal sejak dia masih berusia 2 tahun.
"Huft." Alina menghembuskan nafasnya kasar.
Dia mengalihkan pandangan ke jam yang melingkar ditangannya yang menunjukkan pukul 15:11.
Dia beranjak dari kamarnya menuju dapur untuk mengambil cemilan yang ada di lemari kulkas, lalu kembali untuk membaca cerita ber-genre fantasi kesukaannya.
Selang beberapa jam lamanya, akhirnya dia menghentikan aktifitas membacanya. Ia menoleh ke arah jendela kamarnya yang masih terbuka lalu berdiri untuk menutup jendela saat melihat langit yang sudah mulai gelap.
Kring! Kring! Kring!
Setelah menutup jendela, ia menghampiri ponselnya yang berdering lalu membaca nama kontak yang tertera dan meletakkannya kembali tanpa berniat untuk menjawab.
Beberapa detik kemudian, ia teralihkan oleh suara langkah yang terdengar dari lantai bawah mansion.
Alina segera meraih pistol miliknya yang diletakkan di laci meja dan mulai berjalan perlahan mengikuti arah suara.
Alina mengalihkan pandangannya melihat kearah bawah dimana terdapat dua orang pria paruh baya yang berjalan masuk ke dalam mansion.
Tanpa berlama lama, ia segera mengambil pisau kecil yang selalu dia sembunyikan di balik bajunya dan dilemparkan ke arah mereka.
Tak!
Mereka yang baru datang tercengang menatap pisau yang tertancap di dinding tepat dibelakang mereka, lalu beralih menatap Alina yang berlari ke arah mereka dengan menuruni anak tangga secara terburu-buru.
"Angkat tangan!" ujar Alina berdiri didepan mereka sambil mengacungkan pistol.
Mereka tersenyum, "Apa kau ingin membunuh ayahmu?" kata salah satu dari mereka. Pria paruh baya dengan perawakan yang tinggi dan wajah yang masih terlihat tampan, dia adalah Derlen Ayah Alina.
Alina menurunkan senjatanya lalu berhambur memeluk Ayah, "Aku bisa saja membunuhmu ayah, jika kau terlambat sedikit saja." ujar Alina semakin memperdalam pelukan seraya memasukkan pistolnya di balik baju.
Setelah cukup lama, Alina melepaskan pelukan lalu menengadahkan tangan sambil tersenyum penuh arti, "Jadi ayah, apa kau membawakan hadiah untukku?"
Ayah yang mendengar itu langsung merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang berukuran sedang lalu diberikan pada Alina.
Dengan cepat Alina meraihnya, "Waaahh ini bagus sekali ayah, pistol ini sangat lucu dan juga ringan." ungkap Luna kegirangan sambil memperhatikan pistol yang ada ditangannya seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
"Kelakuanmu sangat mirip dengan putriku."
Alina menoleh ke sumber suara, disamping Ayah terdapat pria paru baya yang tampan dengan rambut coklat miliknya, ia adalah Han, sahabat Ayah.
Alina meletakkan pistol itu kembali ke dalam kotak, lalu berjalan kearah Han dan memeluknya, "Benar kah paman? Aku ingin sekali bertemu dengan putrimu." ucap Alina sambil melepaskan pelukan.
"Tentu saja." saut Han sambil tersenyum lembut.
"Ayah mau ke kamar dulu, kalian disini saja. Ayah akan segera kembali." ujar Ayah dan berjalan menjauhi mereka berdua.
"Jadi paman, apa kau membawakan hadiah untukku?" tanya Alina sambil tersenyum manis semanis mungkin.
Han terkekeh melihat tingkah Alina yang menurutnya selalu kekanakan, "Apa aku pernah lupa memberimu hadiah?"
Alina tertegun, menatap kagum pada Han. Meskipun wajahnya sudah berkerut, tetapi tetap saja wajahnya masih terlihat tampan.
"Aku yakin, pasti paman Han sangat tampan saat masih muda." batin Alina terkekeh.
Alina memperhatikan gerakan Han yang sedang mengambil sesuatu dari balik jas nya hingga muncul sebuah kotak persegi kecil, lebih kecil dari punya Ayah.
Alina meraih kotak tersebut sambil menautkan alisnya dan memicingkan mata menatap kotak kecil yang ada ditangannya, "Apa ini paman?" tanya Alina menatap Han dan kotak itu bergantian.
"Buka saja." jawab Han.
"Biar kutebak!" ucap Alina semangat.
"Sebuah peluru?" tebaknya.
"Tapi tempat sekecil ini hanya cukup untuk paling tidak 2 peluru." jelasnya berusaha berfikir menebak nebak isi kotak kecil ini.
Sedetik kemudian ia membulatkan mata saat sesuatu terlintas di kepalanya, "Oohh aku tau!..." ucap Alina terpotong.
"Apa mungkin sebuah bom kecil yang sangat lucu? Yap! ini bisa saja sebuah bom yang sangat lucu." teriak Alina kegirangan membayang isi didalam kotak tersebut.
Han tersenyum hangat sambil geleng kepala mendengar pernyataan Alina, "Kau ini, bagaimana mungkin sebuah bom kau katakan lucu..." ucap Han seraya menyentil ujung hidung Alina.
Han berbalik berjalan menuju sofa dan mendudukinya, "Tidak bisa kah kau berfikir tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengan benda berbahaya hmm?"
Alina segera menyusul dan duduk disampingnya, "Lalu apa isi nya paman?" tanya Alina sangat penasaran, sebenarnya apa isi kotak kecil ini?
"Apa susahnya? kau tinggal membukanya saja dan kau akan tau isinya..."
"Ah! Kau benar paman hehe." saut Alina.
Alina meletakkan kotak pemberian Ayah yang masih ada ditangannya ke atas meja dekat sofa, lalu menatap secara intens kotak kecil pemberian Han.
Perlahan Alina membukanya, ia tidak tau apa yang ada didalamnya tetapi dia berharap isinya adalah sesuatu yang sangat menarik.
Setelah melihat isinya, mata Alina tampak berbinar saat mendapatkan sebuah benda yang sangat indah didalam kotak kecil tadi.
"Wooww ini indah sekali paman..." dengan sigap Alina meraih sebuah kalung lionting dengan permata batu giok yang berwarna merah delima.
"Itu untukmu, lionting itu peninggalan dari istriku. Akan kubantu mengenakannya." ucap Han meraih lionting itu lalu melingkarkan lengannya di leher Alina dan membantu memasangkan lionting tersebut.
"Terima kasih paman..." ucap Alina tersenyum senang.
"Tapi kenapa kau berikan padaku paman? Kau kan punya putri? Kenapa bukan untuknya?" lanjut Alina menatapnya heran.
"Istriku dan ibumu adalah sahabat.Saat mereka meninggal, istriku memberikan lionting itu untuk diberikan kepadamu, dan ibumu memberikan sebuah cincin kepada ayahmu untuk diberikan kepada putriku." jawab Han tertunduk dengan suara gemetar.
"Ibu dan bibi adalah sahabat, tapi mengapa aku tidak pernah bertemu dengan putrimu?" tanya Alina lagi.
"Sewaktu kecil kalian sering bermain bersama, namun ada suatu alasan hingga kalian tidak dipertemukan lagi." jawab Han masih tertunduk.
"Benarkah? aku bahkan tidak mengingatnya sama sekali...." batin Alina berusaha mengingat sosoknya.
"Alasan apa paman? Yang aku tau ibu dan bibi meninggal pada waktu yang sama karena dibunuh."
Alina dengan cepat menutup mulutnya, ia merutuki pertanyaannya yang tiba-tiba saja keluar dari mulutnya.
Beberapa kali terdengar suara helaan nafas dari Han, Alina merasa bersalah menanyakan itu.
Perlahan Han mengangkat wajahnya keatas lalu beralih menatap Alina lama, "Kau akan tau sendiri sayang." ucap Han tersenyum seraya ditepuk tepuknya kepala Alina lembut.
Alina tersenyum kikuk menanggapi. Dia mengalihkan pandangan melihat Ayah yang tengah berjalan mendekati mereka berdua dengan penampilan yang sudah rapi dan juga tercium aroma harum dari tubuhnya.
Alina akan merasa lesuh saat melihat penampilan Ayah yang seperti itu. Bukan karen dia tak suka kerapian, hanya saja Ayah akan pergi saat sudah rapi seperti itu.
"Apakah kalian akan pergi lagi?" tanya Luna lirih.
Ayah meraih wajah Alina saat sudah berdiri dihadapannya, lalu mencium keningnya, "Kami akan segera kembali sayang." ucap Ayah lembut.
Alina segera berdiri memeluknya, dia sangat sedih karena Ayah akan pergi lagi. Padahal baru sebentar dia datang, dan sekarang ingin pergi lagi.
Setelah cukup, Alina beralih mendekati Han yang sudah berdiri disamping Ayah. Kemudian memeluknya juga dan merasakan belaian hangat di kepalanya.
Setelah selesai, mereka berjalan keluar mansion. Alina hanya ikut mengantar mereka sampai depan pintu. Ayah dan Han berjalan keluar rumah dengan Alina memperhatikan punggung mereka yang masih kokoh dengan sedih. Mereka berbalik sesaat, lalu masuk ke dalam mobil dan melaju begitu saja.
"Hah, entah apa yang harus kulakukan sekarang, ini benar benar membosankan." ucap Alina segera menutup pintu dan beranjak dari sana menuju kamarnya.
Terima kasih sudah membaca...
Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini yaaa, seengganya ngasih like:')
dan aku baru tau kalau ternyata gabisa di dislike.
Salam sayang dari author^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
AzkaAldric Pratama
mampir Thor moga bgus semangat 👍👍
2021-12-19
1
~fanny☃
jangan" alina itu anak nya han
2021-05-22
4
Lie
izinkan ak mampir ya thorr
2021-03-16
1