NovelToon NovelToon

The Most Wanted Queen (Pindah Dimensi)

Chapter 00- Alina Zhang

Alina Zhang, gadis cantik yang berusia 22 tahun yang memiliki profesi sebagai Dosen ahli Sejarah disalah satu Universitas ternama dan sangat terkenal.

Dia mempunyai bakat dalam bela diri dan mahir dalam menggunakan beberapa senjata. Dia melakukan latihan tersebut sejak berusia 4 tahun.

Kebayang bukan? Anak kecil yang seharusnya bermain malah berlatih menggunakan senjata? Awalnya Ayahnya sangat tidak setuju, namun entah mengapa Alina sangat tertarik saat itu dan membujuk Ayahnya untuk melatihnya.

Meskipun begitu, dia tidak akan menunjukkan bakatnya kepada siapapun. Alina akan menyembunyikan itu semua rapat-rapat, kecuali dalam keadaan mendesak.

Sebenarnya bukan tanpa alasan. Ayahnya yang bernama Derlen Zhang adalah seorang detektif yang selalu menangani kasus besar dan berbahaya.

Saat dia berusia 11 tahun, dia beberapa kali ikut bersama Ayah menyelesaikan sebuah misi yang awalnya hanya iseng, dan kelamaan malah menjadi suka.

Alina bahkan merasa sangat senang saat membantu Ayah membantai orang-orang jahat. Sehingga iia terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin, dan sangat kejam dalam menghabisi lawan-lawannya pada usia yang masih sangat dini.

Ole sebab itu, banyak orang-orang yang bermunculan untuk menangkap dan menyakitinya, bahkan berusaha untuk membunuh.

Ayah yang menghawatirkan keselamatan nyawa putrinya, meminta untuk tidak menunjukkan kemampuan dan menyembunyikan identitasnya. Sehingga orang orang hanya mengenalnya sebagai  Alina Zhang adalah seorang anak yatim piatu. Dan itu membuatnya merasa sakit karena harus menganggap Ayahnya sudah tiada.

Namun, mau tidak mau dia harus tetap melakukan itu. Ayah yang mempunyai pekerjaan seperti itu, jelas sekali mempunyai banyak musuh.

"Membosankan." dengus Alina kesal.

Saat ini dia hanya berdiam diri dimansion miliknya tanpa melakukan apapun karena untuk sementara dia tidak ke kampus karena Tahun Ajaran Baru akan dimulai minggu depan.

"Kenapa ayah belum datang?" gumamnya lirih.

Selain bosan, dia juga merasa sangat sedih dan kesal karena hari ini adalah ulang tahunnya, tetapi Ayah belum juga datang untuk menemuinya.

Dia yang hanya tinggal berdua bersama Ayah di mansion yang sangat luas dan besar, terkadang merasa ngeri sendiri karena mansion akan terasa horor saat hanya tinggal dirinya.

Semenjak kejadian itu, Ayah jadi sangat jarang menemui Alina untuk menghindari orang-orang agar tidak mengetahui keberadaan Alina, sedangkan ibu dari Alina sudah meninggal sejak dia masih berusia 2 tahun.

"Huft." Alina menghembuskan nafasnya kasar.

Dia mengalihkan pandangan ke jam yang melingkar ditangannya yang menunjukkan pukul 15:11.

Dia beranjak dari kamarnya menuju dapur untuk mengambil cemilan yang ada di lemari kulkas, lalu kembali untuk membaca cerita ber-genre fantasi kesukaannya.

Selang beberapa jam lamanya, akhirnya dia menghentikan aktifitas membacanya. Ia menoleh ke arah jendela kamarnya yang masih terbuka lalu berdiri untuk menutup jendela saat melihat langit yang sudah mulai gelap.

Kring! Kring! Kring!

Setelah menutup jendela, ia menghampiri ponselnya yang berdering lalu membaca nama kontak yang tertera dan meletakkannya kembali tanpa berniat untuk menjawab.

Beberapa detik kemudian, ia teralihkan oleh suara langkah yang terdengar dari lantai bawah mansion.

Alina segera meraih pistol miliknya yang diletakkan di laci meja dan mulai berjalan perlahan mengikuti arah suara.

Alina mengalihkan pandangannya melihat kearah bawah dimana terdapat dua orang pria paruh baya yang berjalan masuk ke dalam mansion.

Tanpa berlama lama, ia segera mengambil pisau kecil yang selalu dia sembunyikan di balik bajunya dan dilemparkan ke arah mereka.

Tak!

Mereka yang baru datang tercengang menatap pisau yang tertancap di dinding tepat dibelakang mereka, lalu beralih menatap Alina yang berlari ke arah mereka dengan menuruni anak tangga secara terburu-buru.

"Angkat tangan!" ujar Alina berdiri didepan mereka sambil mengacungkan pistol.

Mereka tersenyum, "Apa kau ingin membunuh ayahmu?" kata salah satu dari mereka. Pria paruh baya dengan perawakan yang tinggi dan wajah yang masih terlihat tampan, dia adalah Derlen Ayah Alina.

Alina menurunkan senjatanya lalu berhambur memeluk Ayah, "Aku bisa saja membunuhmu ayah, jika kau terlambat sedikit saja." ujar Alina semakin memperdalam pelukan seraya memasukkan pistolnya di balik baju.

Setelah cukup lama, Alina melepaskan pelukan lalu menengadahkan tangan sambil tersenyum penuh arti, "Jadi ayah, apa kau membawakan hadiah untukku?"

Ayah yang mendengar itu langsung merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang berukuran sedang lalu diberikan pada Alina.

Dengan cepat Alina meraihnya, "Waaahh ini bagus sekali ayah, pistol ini sangat lucu dan juga ringan." ungkap Luna kegirangan sambil memperhatikan pistol yang ada ditangannya seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.

"Kelakuanmu sangat mirip dengan putriku."

Alina menoleh ke sumber suara, disamping Ayah terdapat pria paru baya yang tampan dengan rambut coklat miliknya, ia adalah Han, sahabat Ayah.

Alina meletakkan pistol itu kembali ke dalam kotak, lalu berjalan kearah Han dan memeluknya, "Benar kah paman? Aku ingin sekali bertemu dengan putrimu." ucap Alina sambil melepaskan pelukan.

"Tentu saja." saut Han sambil tersenyum lembut.

"Ayah mau ke kamar dulu, kalian disini saja. Ayah akan segera kembali." ujar Ayah dan berjalan menjauhi mereka berdua.

"Jadi paman, apa kau membawakan hadiah untukku?" tanya Alina sambil tersenyum manis semanis mungkin.

Han terkekeh melihat tingkah Alina yang menurutnya selalu kekanakan, "Apa aku pernah lupa memberimu hadiah?"

Alina tertegun, menatap kagum pada Han. Meskipun wajahnya sudah berkerut, tetapi tetap saja wajahnya masih terlihat tampan.

"Aku yakin, pasti paman Han sangat tampan saat masih muda." batin Alina terkekeh.

Alina memperhatikan gerakan Han yang sedang mengambil sesuatu dari balik jas nya hingga muncul sebuah kotak persegi kecil, lebih kecil dari punya Ayah.

Alina meraih kotak tersebut sambil menautkan alisnya dan memicingkan mata menatap kotak kecil yang ada ditangannya, "Apa ini paman?" tanya Alina menatap Han dan kotak itu bergantian.

"Buka saja." jawab Han.

"Biar kutebak!" ucap Alina semangat.

"Sebuah peluru?" tebaknya.

"Tapi tempat sekecil ini hanya cukup untuk paling tidak 2 peluru." jelasnya berusaha berfikir menebak nebak isi kotak kecil ini.

Sedetik kemudian ia membulatkan mata saat sesuatu terlintas di kepalanya, "Oohh aku tau!..." ucap Alina terpotong.

"Apa mungkin sebuah bom kecil yang sangat lucu? Yap! ini bisa saja sebuah bom yang sangat lucu." teriak Alina kegirangan membayang isi didalam kotak tersebut.

Han tersenyum hangat sambil geleng kepala mendengar pernyataan Alina, "Kau ini, bagaimana mungkin sebuah bom kau katakan lucu..." ucap Han seraya menyentil ujung hidung Alina.

Han berbalik berjalan menuju sofa dan mendudukinya, "Tidak bisa kah kau berfikir tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengan benda berbahaya hmm?"

Alina segera menyusul dan duduk disampingnya, "Lalu apa isi nya paman?" tanya Alina sangat penasaran, sebenarnya apa isi kotak kecil ini?

"Apa susahnya? kau tinggal membukanya saja dan kau akan tau isinya..."

"Ah! Kau benar paman hehe." saut Alina.

Alina meletakkan kotak pemberian Ayah yang masih ada ditangannya ke atas meja dekat sofa, lalu menatap secara intens kotak kecil pemberian Han.

Perlahan Alina membukanya, ia tidak tau apa yang ada didalamnya tetapi dia berharap isinya adalah sesuatu yang sangat menarik.

Setelah melihat isinya, mata Alina tampak berbinar saat mendapatkan sebuah benda yang sangat indah didalam kotak kecil tadi.

"Wooww ini indah sekali paman..." dengan sigap Alina meraih sebuah kalung lionting dengan permata batu giok yang berwarna merah delima.

"Itu untukmu, lionting itu peninggalan dari istriku. Akan kubantu mengenakannya." ucap Han meraih lionting itu lalu melingkarkan lengannya di leher Alina dan membantu memasangkan lionting tersebut.

"Terima kasih paman..." ucap Alina tersenyum senang.

"Tapi kenapa kau berikan padaku paman? Kau kan punya putri? Kenapa bukan untuknya?" lanjut Alina menatapnya heran.

"Istriku dan ibumu adalah sahabat.Saat mereka meninggal, istriku memberikan lionting itu untuk diberikan kepadamu, dan ibumu memberikan sebuah cincin kepada ayahmu untuk diberikan kepada putriku." jawab Han tertunduk dengan suara gemetar.

"Ibu dan bibi adalah sahabat, tapi mengapa aku tidak pernah bertemu dengan putrimu?" tanya Alina lagi.

"Sewaktu kecil kalian sering bermain bersama, namun ada suatu alasan hingga kalian tidak dipertemukan lagi." jawab Han masih tertunduk.

"Benarkah? aku bahkan tidak mengingatnya sama sekali...." batin Alina berusaha mengingat sosoknya.

"Alasan apa paman? Yang aku tau ibu dan bibi meninggal pada waktu yang sama karena dibunuh."

Alina dengan cepat menutup mulutnya, ia merutuki pertanyaannya yang tiba-tiba saja keluar dari mulutnya.

Beberapa kali terdengar suara helaan nafas dari Han, Alina merasa bersalah menanyakan itu.

Perlahan Han mengangkat wajahnya keatas lalu beralih menatap Alina lama, "Kau akan tau sendiri sayang." ucap Han tersenyum seraya ditepuk tepuknya kepala Alina lembut.

Alina tersenyum kikuk menanggapi. Dia mengalihkan pandangan melihat Ayah yang tengah berjalan mendekati mereka berdua dengan penampilan yang sudah rapi dan juga tercium aroma harum dari tubuhnya.

Alina akan merasa lesuh saat melihat penampilan Ayah yang seperti itu. Bukan karen dia tak suka kerapian, hanya saja Ayah akan pergi saat sudah rapi seperti itu.

"Apakah kalian akan pergi lagi?" tanya Luna lirih.

Ayah meraih wajah Alina saat sudah berdiri dihadapannya, lalu mencium keningnya, "Kami akan segera kembali sayang." ucap Ayah lembut.

Alina segera berdiri memeluknya, dia sangat sedih karena Ayah akan pergi lagi. Padahal baru sebentar dia datang, dan sekarang ingin pergi lagi.

Setelah cukup, Alina beralih mendekati Han yang sudah berdiri disamping Ayah. Kemudian memeluknya juga dan merasakan belaian hangat di kepalanya.

Setelah selesai, mereka berjalan keluar mansion. Alina hanya ikut mengantar mereka sampai depan pintu. Ayah dan Han berjalan keluar rumah dengan Alina memperhatikan punggung mereka yang masih kokoh dengan sedih. Mereka berbalik sesaat, lalu masuk ke dalam mobil dan melaju begitu saja.

"Hah, entah apa yang harus kulakukan sekarang, ini benar benar membosankan." ucap Alina segera menutup pintu dan beranjak dari sana menuju kamarnya.

Terima kasih sudah membaca...

Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini yaaa, seengganya ngasih like:')

dan aku baru tau kalau ternyata gabisa di dislike.

Salam sayang dari author^^

Chapter 01- Tikus-Tikus Sampah

Dentuman suara musik yang keras memenuhi seluruh ruangan, bau alkohol yang menyengat dan terlihat orang minum dan bercumbu dengan tenang seolah mereka tak memiliki rasa malu sedikitpun.

Lantai dance penuh dengan orang-orang yang menari mengikuti irama musik keras, dan bar yang dipenuhi dengan orang yang minum.

Alina mengalihkan pandangan ke arah sekerumunan orang yang sedang asik menari riang di lantai dance tepatnya di tengah ruangan, mereka menyatu menjadi satu.

Lalu beralih menatap beberapa pria yang sedang duduk di sofa dengan dikelilingi banyak perempuan cantik dan sexy, bahkan ada yang duduk manja di pangkuannya.

Saat ini, Alina sedang berada di sebuah club malam yang ternama dan terkenal, dan tidak sembarang orang bisa mendatanginya.

Alina memfokuskan pandangannya pada pria yang sedang sibuk menuangkan minuman ke beberapa gelas.

"Beri aku minuman." pinta Alina yang sedang duduk santai di bar.

Pria itu menatap Alina heran, dan kemudian tersenyum. Sepertinya dia baru menyadari kehadiran Alina, "Baik..." sautnya sambil mengangguk.

Berada di mansion sendirian sungguh membuat Alina sangat bosan. Ditambah lagi banyak sekali pengantar barang yang datang dengan membawa kiriman hadiah dari para pria brengsek yang sering mengejar-ngejarnya, bahkan ada yang sampai nekat menjemput Alina untuk diajak keluar, namun sayang ditolak mentah-mentah.

"Ini minumannya..." ucapnya memberikan segelas minuman pada Alina.

Alina tersenyum, lalu meraih minuman tersebut dan segera meminumnya sampai tandas.

Minuman yang Alina minum hanyalah jus apel kesukaannya. Mungkin kalian heran, bagaimana bisa di tempat seperti ini tersedia jus? Yah, karena pria yang bekerja di bar itu adalah teman dari Alina, namanya Ray. Alina meminta kepada Ray untuk selalu menyediakan jus apel jika dia berada disini.

Meskipun Alina sering ke club malam, tetapi dia tidak meminum alkohol atau minuman sejenisnya. Ia tau minuman seperti itu tidak baik untuk kesehatan. Lagipula dia masih menyayangi tubuhnya, karena tujuannya untuk datang kesini hanya untuk bersenang-senang, dan bersenang-senang yang ia maksud hanyalah menari bebas mengikuti irama musik tanpa ada beban sedikitpun.

"Apa kau sendiri?" tanya Ray sedikit berteriak.

"Apa aku pernah datang bersama seseorang?" saut Alina.

Ray tersenyum seraya menghentikan kegiatannya sejenak, lalu melanjutkan kembali tanpa membalas perkataan Alina.

"Halo cantik..."

Alina menoleh kesamping, dan melihat pria seumuran dengannya tengah tersenyum padanya, "Ada apa?" tanya Alina sarkastik.

Tanpa aba-aba, pria itu langsung menggerakkan tangannya menyentuh dagu Alina lalu tersenyum nakal, "Ayo bermain denganku..." balasnya.

Alina menepis tangan pria itu lalu beranjak dari tempatnya menuju lantai dance tanpa memperdulikan pria tersebut. Sedangkan pria itu hanya membulatkan matanya tak percaya, karena selama ini tak ada wanita yang menolaknya kecuali Alina yang baru saja menolaknya.

Saat tiba di lantai dance, Alina menggerakkan tubuhnya menari mengikuti irama musik ditengah dikerumunan orang banyak dan sesekali memejamkan mata menikmati musik.

Sesaat kemudian Alina tersentak saat merasakan seseorang memegang pinggangnya dari arah belakang.

Alina mencoba berbalik dan melihat pria yang tak dikenal tersenyum padanya, "Siapa pria gila ini? Menjengkelkan sekali." batin Alina.

Alina bergerak berpindah tempat dan kembali menari mengikuti irama musik.

Sekali lagi Alina merasakan seseorang menyentuhnya, tetapi dibagian perut. Ia berbalik dan melihat orang yang sama yang juga tadi memegang pinggangnya, "Ah! Apa dia sudah bosan hidup?" omel Alina pelan.

Alina menatap pria itu lama, lalu mendekat padanya, "Aku akan membuatmu frustasi..." gumam Alina tersenyum sinis.

Kemudian Alina memulai aksinya dengan melingkarkan kedua lengannya di leher pria tersebut, dan langsung mendapat respon dengan kedua lengan pria itu bergerak melingkar di pinggangnya.

Alina sengaja mendorong tubuhnya agar menempel pada tubuh pria tersebut hingga tak ada lagi jarak diantara mereka.

Dia tanpa sadar memperhatikan dengan seksama wajah pria yang ada di depannya.

Bentuk bibir yang sexy, hidung mancung, alis tebal, bulu mata lentik yang sangat cocok dengan mata hitam bak elang miliknya.

"Ah dia tampan sekali...." batin Alina menatap kagum pria di depannya. Tetapi baginya tidak ada yang lebih tampan selain Ayahnya.

Tidak berbeda dengan Alina. Pria itu juga memperhatikan wajah Alina intens sampai lupa untuk berkedip, seakan takut melewatkan pemandangan indah yang ada dihadapannya.

Alina mengedipkan kedua matanya beberapa kali saat merasakan pipinya ditepuk pelan, dan mendapati pria yang ada dihadapannya tengah tersenyum melihat tingkah Alina yang menurutnya sangat menggemaskan.

Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu. Alina menatap tepat di bola matanya. Dia tertegun, tatapannya yang dingin dan tajam terlihat sendu. Seperti...Ah entahlah, sulit untuk diartikan.

Kemudian pria itu memejamkan mata menikmati saat merasakan wajah Alina menyusuri lehernya. Alina tanpa sadar, juga menikmat aroma maskulin yang menenangkan dari pria itu.

Sebenarnya Alina tidak pernah melakukan hal seintim ini dengan seseorang, tetapi karena seseorang mulai duluan mencari masalah dengannya, maka dengan senang hati Alina akan melayani dengan memberikan siksaan yang sedikit berbeda.

Tampak pria itu menggigit bibir bawahnya sambil sesekali mengerang saat Alina dengan nakal memainkan tangan di lehernya sambil meniup telinganya.

Alina sedikit kaget saat pria itu menekan kuat belakangnya agar tetap menempel ke arahnya, dan merasakan benda keras yang menonjol dibawah sana, "Yeay! Aku berhasil." sorak Alina membatin.

Kemudian berdecak kesal saat pria itu menggerakkan sebelah tangannya menyusuri bagian perut Alina lalu beralih ke bagian dada, dan berakhir menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Alina.

"Aku menginginkanmu..." ungkapnya berbisik ditelinga Alina.

Setelah mendengar itu, Alina dengan sigap menjauhkan dari tubuh pria tersebut.

Pria itu menautkan alisnya bingung saat mendapatkan perlakuan yang tidak diinginkannya.

Alina tersenyum lalu berjalan pergi melewati kerumunan orang dan tak memperdulikan raut bingung dari pria itu.

"Tunggu! apa yang kau lakukan?" teriaknya.

Alina menghetikan langkahnya lalu berbalik melihat ke sumber suara, "Apa yang aku lakukan? Aku saat ini sedang berdiri." jawab Alina sedikit teriak karena dentuman musik yang cukup keras.

"Bukan itu maksudku!" bantahnya, "Mengapa kau menggodaku lalu pergi begitu saja?!" sambungnya melotot kearah Alina.

"Haha rasain!" batin Luna bersorak menang dan sebisa mungkin untuk tidak tertawa saat mengingat milik pria itu yang berdiri tegak meminta lebih.

Alina hanya diam sebentar menatapnya dan kembali berjalan, tampak dia sangat frustasi dengan wajahnya yang memerah. Alina sangat senang mempermainkan pria dengan cara seperti itu.

"Kau, mau kemana?! Aku menginginkanmu!" teriaknya menarik lengan Alina dengan sangat kuat hingga Alina kehilangan keseimbangan membuatnya menarik pria itu hingga jatuh menimpa Alina. Terlihat beberapa orang menghindar dan melihat mereka sesaat.

"Tidak bisa kah kau sedikit lembut pada perempuan?" bisik Luna pelan didekat telinganya, dengan posisi dia berada di atas Alina. Tampak dia memejamkan matanya sesaat dan membuat Alina kembali merasakan benda keras dibawah sana.

"Aku tidak tau kenapa, tapi aku menginginkanmu." ungkapnya menyusuri leher Alina.

Alina merasa kesal karena pria itu tak kunjung turun dari atas tubuhnya. Ingin sekali dia mengakhiri hidup pria itu sekarang juga.

Selang beberapa detik, Alina dengan sigap mendorongnya lalu menendang bagian perut dan berjalan pergi meninggalkannya.

"Awwww,sial!" pekiknya terdengar oleh Alina.

"Kau yang telah mencari masalah denganku."

Alina kembali duduk di tempat sebelumnya. Kursi yang awalnya kosong kini telah terisi semua dan membuat Ray terlihat sedikit kesusahan karena melayani banyak orang.

"Beri aku minuman." ujar Alina.

Alina melirik ke samping kirinya, dia merasa risih dengan pria bertopi yang sedang duduk disampingnya yang seperti berusaha bersembunyi dibalik Alina. Tapi entahlah, mungkin perasaannya saja.

Kemudian Alina beralih menatap pria dan wanita yang duduk disamping kanannya sedang asik bercumbu.

"Menjijikan!" gumam pria disamping kiri yang masih bisa didengar oleh Alina.

Alina hanya sibuk meminum minuman yang diberikan Ray dan tidak terlalu memperdulikan keadaan sekitar, ini bukanlah yang pertama kalinya dia datang di club malam.

Pasangan disamping Alina semakin asik bercumbu, mereka melakukan ciuman panas tanpa memperdulikan sekitar.

"Brengsek kalian!" hardik pria bertopi lalu berdiri menghampiri dan menatap pasangan tadi.

Alina menghentikan kegiatan minumnya saat melihat pria bertopi berjalan mendekati pasangan yang ada disampingnya, dan seketika suasana menjadi mencekam disekitar Alina.

Pengunjung yang lainnya tidak begitu teralihkan oleh teriakan pria tadi karena suara musik yang begitu keras sehingga membuat suaranya tak begitu jelas, sedangkan pengunjung yang ada disekitar bar hanya menatap malas.

"Beraninya kau menghianatiku, dan merebut kekasihku!" teriak pria bertopi sambil menarik kerah baju pria yang bersama pasangannya tadi.

"Ini salahmu sendiri, karena tidak pernah meluangkan waktu untuknya!"

Tampak pria bertopi menatap kearah wanita yang tertunduk dengan kedua tangan masih menutup wajahnya. Beberapa kali wanita itu menghela nafas lalu berdiri menatap pria bertopi itu lama.

Sedangkan Alina? tentu saja masih terduduk ditempatnya dan menyaksikan pertunjukan seru yang sangat menyenangkan.

Pria bertopi menatap tajam wanita itu, "Mengapa kau menghianatiku Reta?!" bentaknya.

"Berhenti membentakku! Ini semua karena mu yang terlalu sibuk bekerja tanpa meluangkan waktu untukku."

"Hanya Rio yang selalu setia menemaniku bahkan memuaskanku." sambungnya meraih lengan pria yang bersamanya tadi.

"Kau lihat sendiri kan, kekasihmu memilihku."

Alina berdecak kecewa, ini tidak sesuai harapannya saat mengetahui bagaimana alur pertunjukannya. Seorang wanita yang tega menghianati kekasihnya karena tidak punya waktu dan tidak mampu memuaskannya, "Membosankan..." gumam Alina.

"Enyahlah kau dari sini! Tidak akan ada wanita yang mau bersama pria seperti mu, aku bahkan bersamamu karena terpaksa." ungkap wanita yang bernama Reta sambil tersenyum sinis.

"Beraninya kau!" teriaknya mendaratkan pukulan ke wajah Reta.

"Ah! sekali lagi cepat!" sorak Alina membatin, dia merasa senang melihat wanita itu terkena pukulan.

"Berani sekali kau menyentuh kekasihku! Sekarang kau tidak akan bisa pergi dari sini hidup hidup." ungkap pria yang bernama Rio tajam.

Setelah itu, kemudian ada satu, dua,...hingga belasan pria bertubuh besar yang tiba tiba datang mengelilingi dan menyodongkan senjata ke arah pria bertopi yang berdiri mematung dan wajahnya pucat pasi, ia menatap ke arah Alina dengan tatapan memohon.

"Dasar penakut!" sungut Alina pelan saat melihat tatapan itu.

Alina segera berdiri dari tempatnya dan langsung meletakkan lengan pada leher pria bertopi dengan manja, "Apa masalah mu dengan mereka telah selesai sayang?" tanya Alina, namun yang ditanya hanya diam menatap Alina penuh arti.

Rio dan Reta yang awalnya tersenyum menang kini menatap heran pada Alina.

"Dan kalian, apa kalian sudah bosan hidup? berani nya kalian mengancam kekasihku dengan senjata kalian." ujar Alina sambil menatap tajam satu-persatu pria yang mengepung mereka.

Reta melototkan matanya, "Siapa kau?" tanyanya.

Alina tersenyum menanggapinya, "Aku? Tentu saja kekasihnya..."

"Bagaimana mungkin..." ucap Rio terpotong.

"Dia mendapatkan gadis yang lebih cantik dan sexy seperti kau?" sambungnya menatap Alina dari bawah sampai keatas dengan tatapan penuh minat.

"Lihat lah kekasihmu itu, dia bahkan memuji wanita lain didepan kekasihnya." ungkap Alina sambil tertawa mengejek.

"Beraninya kau!"

Alina dengan perlahan mengambil pistol miliknya yang selalu dia selipkan dicelana yang ada dibalik bajunya.

DOOR!

Semua tatapan mengarah pada Alina, dan beralih ke salah satu pria yang mengepung mereka. Pria itu sudah terkapar diatas lantai akibat tembakan Alina.

"Ah! maaf, aku kelepasan..." ucap Alina dengan wajah tak bersalah.

Hening, bahkan suara musik ikut berhenti. Alina merasakan tangan pria yang ada di dekatnya menggenggam pinggangnya dengan gemetaran.

"Kau tau? Aku tidak akan segan membunuh mereka yang berani mengganggu kekasihku. Apalagi tikus-tikus sampah seperti kalian!" ucap Alina dengan posisi yang masih sama dengan memeluk pria bertopi.

"Siapa kau?! Beraninya kau mengatakan itu."

"Sudah kukatakan aku kekasihnya bodoh." saut Alina seraya menatap pria bertopi yang masih gemetaran.

Dia semakin erat memeluk pinggang Alina, wajahnya semakin pucat dengan keringat dingin yang bercucuran di dahinya.

DOOR!

Pria bertopi tersentak saat Alina tiba-tiba menarik tubuhnya agar terhindar dari tembakan.

DOOR! DOOR! DOOR!

Terjadi baku tembak ditempat itu, beberapa orang bahkan berlari keluar mengindari tembakan.

Alina dengan segera menarik lengan pria bertopi agar menjauh dan bersembunyi di balik meja bar.

"Tetap lah disini." Tegas Alina padanya yang masih terdiam gemetaran.

Alina dengan berani mendekati mereka yang menyerangnya, dia menembakkan peluru dengan tepat sasaran.

DOOR! DOOR! DOOR! DOOR!

"Ini menyenangkan sekali!" teriak Alina kegirangan, sebagian dari mereka yang melihat tingkah Alina bergidik ngeri.

Alina terus mendekat ke arah mereka yang masih tersisa sambil berusaha menghindar dari tembakan lalu kemudian menyerang mereka.

Semua pria itu tumbang terkena tembakan. Ruangan yang awalnya bau alkohol menjadi bau darah segar yang menyengat, dan sekarang tersisa satu yang masih bersembunyi di balik sofa diruangan itu.

Alina berjalan kearahnya, dan kemudian pria itu muncul dari balik sofa lalu berjalan kearah Alina. Mereka saling menyodongkan senjata ke arah masing masing.

Alina tersenyum santai saat melihat keringat yang bercucuran di dahi pria tersebut, "Apa kau tega membunuh perempuan sepertiku?" lirih Alina berpura pura.

Tampak pria itu menggigit bibir bawahnya, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi muram dan ragu.

Dengan cepat Alina berlari kearahnya lalu menenendang bagian perutnya dengan keras hingga membuat senjata yang dipegangnya melayang, Alina mengambil kesempatan dengan cepat meraih senjata itu lalu mengarahkan dua senjata yang ada ditangannya ke arah pria tersebut.

Pria itu ketakutan dan langsung berlutut di depan Alina, "Kumohon jangan membunuhku. Aku mempunyai adik kecil yang harus aku rawat. Aku melakukan pekerjaan ini, agar bisa mendapatkan uang untuk biaya hidup kami." ungkapnya sambil menengadahkan wajahnya menatap Alina.

Alina menatap mata pria itu, mencoba mencari kebohongan disana tapi hasilnya nihil.

"Kalau begitu kau harus menuruti semua perintahku." tawar Alina to the point.

"Aku akan melakukannya..."

"Ba-..." ucap Alina terpotong.

Dia dengan cepat membalikkan tubuhnya kebelakang dan menarik pelatuk senjata kearah pria yang bernama Rio saat dia mencoba menyerang Alina dari belakang.

DOOR!

Reta menatap Alina marah, "Beraninya kau membunuh kekasihku!"

"Lihat dirimu, kau bahkan tidak pantas memiliki kekasih." saut Alina tersenyum senang melihat Reta menangisi Rio.

"Siapa namamu?" tanya Luna berbalik menatap pria tadi.

"Ano."

"Antar dia pulang." kata Alina menunjuk meja bar tempat pria bertopi bersembunyi.

"Mulai sekarang kau harus bersama dan selalu menjaganya. Aku yang akan menanggung semua biaya kau dan adikmu, dan jangan pernah berpikir untuk menghianatiku jika kau tak ingin mati ditanganku."

Setelah mengatakan itu, Alina menyelipkan kembali senjatanya di celana dan disembunyikkan di balik baju, dan berjalan keluar dari tempat yang sudah sepi itu.

Beberapa orang yang masih ada disana dan menyaksikan kejadian tadi, menatap kagum pada Alina yang sangat berani sekaligus merasa ngeri karena menyaksikan Alina membunuh sambil tersenyum.

Terima kasih sudah membaca...

Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini ya:)

Salam sayang dari author hehe..

Chapter 02- Manusia Bodoh

Tak terasa seminggu telah berlalu begitu cepat, dan saat ini Alina tengah dijalan menuju kampus tempatnya menjadi dosen.

Saat tiba ia langsung memarkirkan mobil lalu beranjak turun. Tampak banyak sekali mahasiswa yang berkeliaran kesana kemari. Beberapa dari mereka tersenyum menyapa Alina.

Tampak seorang mahasiswa berjalan menghampiri Alina dan berdiri tepat didepannya.

"Selamat pagi nona dosen." sapanya, Dia Lion.

Lion adalah mahasiswa jurusan Arsitek, ia adalah salah satu yang menyukai Alina dan bahkan menunjukkannya secara terang terangan.

Awalnya ia mengira Alina adalah mahasiswa sepertinya karena memang usia mereka hanya terpaut satu tahun lebih tua dari Alina. Tapi setelah dia tau Alina adalah yang mengajar dikampusnya, dia tetap memperlakukan seperti sebelumnya.  Dia juga memanggilnya dengan sebutan 'nona dosen' karena menurutnya Alina terlalu muda untuk menjadi dosen, sehingga mahasiswa mengenal Alina dengan julukan itu.

Lion menatap Alina ragu, "Nona, apa kau sibuk? Jika tidak, aku ingin mengajakmu makan siang." ujar Lion sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Alina tersenyum, "Maaf, aku sibuk." tolak Alina dan kembali melangkah melewati Lion yang terperangah dan terdengar suara tawa dari beberapa temannya.

Belum jauh Alina berjalan tiba-tiba terdengar suara heboh dari belakang dan membuatnya reflek mengalihkan pandangan ke belakang.

Disana terlihat ada beberapa mobil mewah masuk ke pintu gerbang kampus. Tampak segerombolan orang berbadan besar dan berotot keluar dari mobil.

"Ah sial!" sungut Alina.

Dia dengan segera berjalan secepat mungkin dan menyembunyikan wajahnya agar tak terlihat, "Bagaimana pun caranya, mereka tidak boleh melihatku atau aku akan celaka!"

Perlu kalian ketahui, selama seminggu ini Alina selalu dikejar oleh beberapa orang yang tak di kenal, dan orang yang di maksud adalah beberapa dari mereka.

Alina tidak lupa wajah mereka, bahkan dia sempat melukai salah satu dari mereka menggunakan pisau kecil miliknya saat berusaha menangkap Alina yang sedang berada ditaman untuk sekedar bersantai.

Entah apa alasannya sampai mereka mengejar hingga ke kampus tempatnya mengajar. Mungkin ini ada kaitannya saat kejadian di club malam waktu itu.

"Ah shit! Aku benar benar kelepasan waktu itu, mungkin dia melihatku saat ingin menyelamatkan laki-laki itu dan karena itu bisa saja mereka menginginkanku untuk suatu alasan." omel Alina frustasi.

Langkah Alina terhenti saat melihat ruangan tempatnya mengajar saat ini, dan segera masuk kedalam ruangan itu.

Mereka yang ada dalam ruangan menatap heran pada Alina yang tiba-tiba masuk secara terburu-buru tanpa permisi, dan langsung duduk dikursi tempat dosen.

"Hey! Apa yang kau lakukan?" teriak salah satu gadis sambil menatap Alina bengis.

Alina mengangkat sebelah alisnya dan menatap mereka yang ada di dalam ruangan satu-persatu, "Apa kau buta? Tentu saja sedang duduk...." ucap Alina dingin.

"Kenapa kau duduk disitu? Cepat kau duduk dibelakang, apa kau tidak takut jika dosen datang dan akan memarahimu?" ungkapnya sambil menunjuk kursi kosong dibelakangnya.

"Apa apaan ini? Apa aku tidak terlihat seperti dosen? Apa begini cara mereka menyambutku?" batin Alina.

Alina beranjak dari tempatnya duduk lalu beralih ke kursi kosong yang ditunjuk gadis tadi. Wajar saja mereka tidak mengenali Alina, sebab mereka mahasiswa baru dan pasti pertama kalinya dia melihat Alina.

"Baiklah, aku akan memberi kalian sedikit kejutan." ucap Alina pelan.

Sudah cukup lama Alina hanya diam terduduk tak memperdulikan sekitar, sedangkan beberapa mahasiswa mulai risih karena dosen yang mereka tunggu belum juga datang tanpa memberi keterangan.

Kebanyakan dari mahasiswa pasti sangat menyukai situasi atau jam kosong seperti yang mereka alami. Tetapi mereka berbeda, mereka adalah mahasiswa Fakultas kedokteran yang terkenal sebagai jurusan tergengsi dan terfavorite.

"Jamnya sudah hampir habis, tapi mengapa dosennya belum juga datang?" ucap gadis berambut hitam dengan wajah memelas.

"Apa kita membayar biaya kuliah hanya untuk seperti ini?"

"Dosen biadab!"

Dengan reflek Alina menggebrak meja yang ada dihadapannya dengan keras saat mendengar hinaan laki-laki tadi dan membuat mereka semua tersentak lalu melihat ke arahnya.

"Apa yang kau lakukan bodoh?!" teriak laki-laki yang duduk dipojok menatap Alina tajam.

Alina balik menatapnya tajam bahkan lebih tajam dan mematikan, "Apa yang kau katakan tadi? coba ulangi." ucap Alina dingin.

"Bukankah tadi mereka yang memintaku pindah dari kursi dosen? dan malah menghinaku seperti itu. Aku akui mereka tidak mengenaliku, tetapi apa mereka tidak punya sopan santun? setidaknya mereka menanyakan aku siapa." gerutu Alina kesal.

"Bodoh! Kau bodoh!"

"Kau yang bodoh! Kata sebelumnya brengsek!" saut Alina membentak.

Wajah pria itu memerah, dia mengepalkan tangannya menahan emosi, "Dosen biadab!" ulangnya yang membuat Alina ingin sekali menggoroknya sekarang.

Alina berjalan mendekatinya tanpa berhenti menatapnya tajam dan menendang salah satu kursi kearahnya.

Bruuaakkkhh!!

"Ahk sial!" pekik pria itu sambil berusaha berdiri.

Dia memegangi lengannya yang sakit, "Berani nya kau!" ucapnya lalu mengarahkan pistol kearah Alina yang diambil dari saku celananya.

Hening, semua diam dengan raut wajah tegang. Alina menatap salah satu lengan pria yang memegang pistol dan diarahkan padanya, disana terdapat tato bergambar kalejengking merah.

Alina tersenyum, pria itu bahkan tertegun saat melihat senyuman Alina.

"Pffftt..." Alina menutup mulutnya berusaha menahan tawa, "Kau mengancamku dengan benda kecil ini?"

"Seorang ketua dari kelompok besar mengancam gadis sepertiku dengan benda kecil seperti ini?"

"Lucu sekali hahaha, perut ku sampai sakit karena tertawa."

Dia membulatkan matanya saat mendengar semua perkataan Alina barusan, "Diam kau! atau kubunuh kau!" ancamnya.

"Dan bagaimana kau bisa tau?" tambahnya seraya menautkan alis bingung.

Alina meraih kursi yang ditendangnya tadi dan duduk di depan pria tersebut yang masih mengacungkan pistol kearahnya

Dia itu menatap Alina heran. Pasalnya Alina bersikap sangat santai saat nyawanya sedang terancam.

"Kau, jawab pertanyaanku. Bagaimana kau bisa tau?" tanyanya mengulangi pertanyaan.

Alina terdiam, ia cukup mengetahui tentang beberapa kelompok besar yang bermain di dunia gelap atau melakukan bisnis ilegal yang salah satunya adalah pria tersebut, dan Alina mengetahui dia sebagai ketua karena tato kalajengking merah yang ada di lengan kirinya.

"Hey! Kenapa kau diam saja?!" bentak pria itu kesal karena sedaritadi Alina tidak menjawab pertanyaannya.

Alina tersenyum sinis menatap pria itu, "Berhenti berteriak padaku, dan singkirkan senjata itu." saut Alina.

"Mengapa? Apa kau takut?" sautnya tersenyum menang.

Alina berdiri dari posisinya dan mendekat pada pria itu, "Yang benar saja, apa kau pikir aku tidak mempunyainya?"

Dengan segera Alina mengeluarkan pistol kecil dari balik baju yang dihadiahkan Ayah waktu itu, dan digerakkan-gerakkan di jari-jari layaknya sebuah mainan.

Dia membalikkan badan berjalan membelakangi pria itu, dan menatap sekeliling lalu mendapati mereka yang masih ada dalam ruangan menatapnya kaget sekaligus ketakutan.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau gemetar seperti itu?" tanya Alina pada gadis berambut ikal.

"Apa karena ini?" lanjut Alina mengacungkan pistol kearahnya dan reflek membuat gadis itu mengangkat tangannya.

"To..tolong, ja jangan membunuhku..." ucap gadis itu gemeteran.

Alina terkekeh, "Memang siapa yang ingin membunuhmu..."

Alina menurunkan senjatanya Kemudian melirik pria tadi dari ujung mata. Dia tampak menurunkan senjatanya lalu dengan secepat kilat Alina berbalik lalu meloncat ke atas salah satu meja dan menendang kepalanya dengan sangat keras.

"Awww!" pekiknya sambil memegangi kepalanya.

Dia jatuh tersungkur kebelakang dan Alina dengan santainya meraih pistol yang terjatuh dilantai.

"Haaaaaa!!" beberapa dari mereka yang masih berada di ruangan berteriak histeris.

Alina sedikit kagum melihat pria itu yang masih berusaha berdiri setelah tendangan keras tadi.

"Siapa kau?" tanyanya.

"Sepertinya tendanganku tidak seberapa baginya, padahal aku menendangnya cukup keras. Seharusnya sekarang dia sudah tidak sadarkan diri tapi hasilnya tidak." gumam Alina.

"Aku dosen yang kau katakan biadab itu bodoh!" teriak Alina dan membuat semua yang ada disana menatapnya tak percaya.

Mereka tercengang tak percaya, "Bagaimana mungkin?" ucap salah satu pria yang ada dibelakang Alina.

"Memangnya apa yang mungkin? Begitu kah cara kalian menyambut dosen kalian?" Alina tersenyum menang melihat wajah mereka yang khawatir sekaligus ketakutan.

"Selama satu semester ini aku tidak akan masuk kelas kalian dan tidak akan memberikan kalian nilai berapa pun." ucap Alina dingin dan membuat mereka bagaikan disambar petir.

"Ambil milikmu ini bodoh!"

Alina lemparkan senjata milik pria tadi yang mematung ditempatnya.

"Oh iya, siapa namamu? Aku akan selalu mengingat sambutanmu yang menarik ini." lanjut Alina menatapnya.

"Harrick Kriel." jawabnya.

Alina mengangguk sebagai balasan lalu berjalan kearah pintu dan meninggalkan mereka yang masih shock.

"Kau mau kemana sayang?"

Langkah Alina terhenti saat seseorang menghadang pintu dan beberapa pria berbadan besar yang ada dibelakangnya.

"Siapa lagi ini? Ya ampun, seperti nya hari ini bukan hari keberuntunganku." batin Alina berdecak kesal.

Terima kasih sudah membaca...

Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini yaa:)

Salam sayang dari author^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!