Tak terasa seminggu telah berlalu begitu cepat, dan saat ini Alina tengah dijalan menuju kampus tempatnya menjadi dosen.
Saat tiba ia langsung memarkirkan mobil lalu beranjak turun. Tampak banyak sekali mahasiswa yang berkeliaran kesana kemari. Beberapa dari mereka tersenyum menyapa Alina.
Tampak seorang mahasiswa berjalan menghampiri Alina dan berdiri tepat didepannya.
"Selamat pagi nona dosen." sapanya, Dia Lion.
Lion adalah mahasiswa jurusan Arsitek, ia adalah salah satu yang menyukai Alina dan bahkan menunjukkannya secara terang terangan.
Awalnya ia mengira Alina adalah mahasiswa sepertinya karena memang usia mereka hanya terpaut satu tahun lebih tua dari Alina. Tapi setelah dia tau Alina adalah yang mengajar dikampusnya, dia tetap memperlakukan seperti sebelumnya. Dia juga memanggilnya dengan sebutan 'nona dosen' karena menurutnya Alina terlalu muda untuk menjadi dosen, sehingga mahasiswa mengenal Alina dengan julukan itu.
Lion menatap Alina ragu, "Nona, apa kau sibuk? Jika tidak, aku ingin mengajakmu makan siang." ujar Lion sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Alina tersenyum, "Maaf, aku sibuk." tolak Alina dan kembali melangkah melewati Lion yang terperangah dan terdengar suara tawa dari beberapa temannya.
Belum jauh Alina berjalan tiba-tiba terdengar suara heboh dari belakang dan membuatnya reflek mengalihkan pandangan ke belakang.
Disana terlihat ada beberapa mobil mewah masuk ke pintu gerbang kampus. Tampak segerombolan orang berbadan besar dan berotot keluar dari mobil.
"Ah sial!" sungut Alina.
Dia dengan segera berjalan secepat mungkin dan menyembunyikan wajahnya agar tak terlihat, "Bagaimana pun caranya, mereka tidak boleh melihatku atau aku akan celaka!"
Perlu kalian ketahui, selama seminggu ini Alina selalu dikejar oleh beberapa orang yang tak di kenal, dan orang yang di maksud adalah beberapa dari mereka.
Alina tidak lupa wajah mereka, bahkan dia sempat melukai salah satu dari mereka menggunakan pisau kecil miliknya saat berusaha menangkap Alina yang sedang berada ditaman untuk sekedar bersantai.
Entah apa alasannya sampai mereka mengejar hingga ke kampus tempatnya mengajar. Mungkin ini ada kaitannya saat kejadian di club malam waktu itu.
"Ah shit! Aku benar benar kelepasan waktu itu, mungkin dia melihatku saat ingin menyelamatkan laki-laki itu dan karena itu bisa saja mereka menginginkanku untuk suatu alasan." omel Alina frustasi.
Langkah Alina terhenti saat melihat ruangan tempatnya mengajar saat ini, dan segera masuk kedalam ruangan itu.
Mereka yang ada dalam ruangan menatap heran pada Alina yang tiba-tiba masuk secara terburu-buru tanpa permisi, dan langsung duduk dikursi tempat dosen.
"Hey! Apa yang kau lakukan?" teriak salah satu gadis sambil menatap Alina bengis.
Alina mengangkat sebelah alisnya dan menatap mereka yang ada di dalam ruangan satu-persatu, "Apa kau buta? Tentu saja sedang duduk...." ucap Alina dingin.
"Kenapa kau duduk disitu? Cepat kau duduk dibelakang, apa kau tidak takut jika dosen datang dan akan memarahimu?" ungkapnya sambil menunjuk kursi kosong dibelakangnya.
"Apa apaan ini? Apa aku tidak terlihat seperti dosen? Apa begini cara mereka menyambutku?" batin Alina.
Alina beranjak dari tempatnya duduk lalu beralih ke kursi kosong yang ditunjuk gadis tadi. Wajar saja mereka tidak mengenali Alina, sebab mereka mahasiswa baru dan pasti pertama kalinya dia melihat Alina.
"Baiklah, aku akan memberi kalian sedikit kejutan." ucap Alina pelan.
Sudah cukup lama Alina hanya diam terduduk tak memperdulikan sekitar, sedangkan beberapa mahasiswa mulai risih karena dosen yang mereka tunggu belum juga datang tanpa memberi keterangan.
Kebanyakan dari mahasiswa pasti sangat menyukai situasi atau jam kosong seperti yang mereka alami. Tetapi mereka berbeda, mereka adalah mahasiswa Fakultas kedokteran yang terkenal sebagai jurusan tergengsi dan terfavorite.
"Jamnya sudah hampir habis, tapi mengapa dosennya belum juga datang?" ucap gadis berambut hitam dengan wajah memelas.
"Apa kita membayar biaya kuliah hanya untuk seperti ini?"
"Dosen biadab!"
Dengan reflek Alina menggebrak meja yang ada dihadapannya dengan keras saat mendengar hinaan laki-laki tadi dan membuat mereka semua tersentak lalu melihat ke arahnya.
"Apa yang kau lakukan bodoh?!" teriak laki-laki yang duduk dipojok menatap Alina tajam.
Alina balik menatapnya tajam bahkan lebih tajam dan mematikan, "Apa yang kau katakan tadi? coba ulangi." ucap Alina dingin.
"Bukankah tadi mereka yang memintaku pindah dari kursi dosen? dan malah menghinaku seperti itu. Aku akui mereka tidak mengenaliku, tetapi apa mereka tidak punya sopan santun? setidaknya mereka menanyakan aku siapa." gerutu Alina kesal.
"Bodoh! Kau bodoh!"
"Kau yang bodoh! Kata sebelumnya brengsek!" saut Alina membentak.
Wajah pria itu memerah, dia mengepalkan tangannya menahan emosi, "Dosen biadab!" ulangnya yang membuat Alina ingin sekali menggoroknya sekarang.
Alina berjalan mendekatinya tanpa berhenti menatapnya tajam dan menendang salah satu kursi kearahnya.
Bruuaakkkhh!!
"Ahk sial!" pekik pria itu sambil berusaha berdiri.
Dia memegangi lengannya yang sakit, "Berani nya kau!" ucapnya lalu mengarahkan pistol kearah Alina yang diambil dari saku celananya.
Hening, semua diam dengan raut wajah tegang. Alina menatap salah satu lengan pria yang memegang pistol dan diarahkan padanya, disana terdapat tato bergambar kalejengking merah.
Alina tersenyum, pria itu bahkan tertegun saat melihat senyuman Alina.
"Pffftt..." Alina menutup mulutnya berusaha menahan tawa, "Kau mengancamku dengan benda kecil ini?"
"Seorang ketua dari kelompok besar mengancam gadis sepertiku dengan benda kecil seperti ini?"
"Lucu sekali hahaha, perut ku sampai sakit karena tertawa."
Dia membulatkan matanya saat mendengar semua perkataan Alina barusan, "Diam kau! atau kubunuh kau!" ancamnya.
"Dan bagaimana kau bisa tau?" tambahnya seraya menautkan alis bingung.
Alina meraih kursi yang ditendangnya tadi dan duduk di depan pria tersebut yang masih mengacungkan pistol kearahnya
Dia itu menatap Alina heran. Pasalnya Alina bersikap sangat santai saat nyawanya sedang terancam.
"Kau, jawab pertanyaanku. Bagaimana kau bisa tau?" tanyanya mengulangi pertanyaan.
Alina terdiam, ia cukup mengetahui tentang beberapa kelompok besar yang bermain di dunia gelap atau melakukan bisnis ilegal yang salah satunya adalah pria tersebut, dan Alina mengetahui dia sebagai ketua karena tato kalajengking merah yang ada di lengan kirinya.
"Hey! Kenapa kau diam saja?!" bentak pria itu kesal karena sedaritadi Alina tidak menjawab pertanyaannya.
Alina tersenyum sinis menatap pria itu, "Berhenti berteriak padaku, dan singkirkan senjata itu." saut Alina.
"Mengapa? Apa kau takut?" sautnya tersenyum menang.
Alina berdiri dari posisinya dan mendekat pada pria itu, "Yang benar saja, apa kau pikir aku tidak mempunyainya?"
Dengan segera Alina mengeluarkan pistol kecil dari balik baju yang dihadiahkan Ayah waktu itu, dan digerakkan-gerakkan di jari-jari layaknya sebuah mainan.
Dia membalikkan badan berjalan membelakangi pria itu, dan menatap sekeliling lalu mendapati mereka yang masih ada dalam ruangan menatapnya kaget sekaligus ketakutan.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau gemetar seperti itu?" tanya Alina pada gadis berambut ikal.
"Apa karena ini?" lanjut Alina mengacungkan pistol kearahnya dan reflek membuat gadis itu mengangkat tangannya.
"To..tolong, ja jangan membunuhku..." ucap gadis itu gemeteran.
Alina terkekeh, "Memang siapa yang ingin membunuhmu..."
Alina menurunkan senjatanya Kemudian melirik pria tadi dari ujung mata. Dia tampak menurunkan senjatanya lalu dengan secepat kilat Alina berbalik lalu meloncat ke atas salah satu meja dan menendang kepalanya dengan sangat keras.
"Awww!" pekiknya sambil memegangi kepalanya.
Dia jatuh tersungkur kebelakang dan Alina dengan santainya meraih pistol yang terjatuh dilantai.
"Haaaaaa!!" beberapa dari mereka yang masih berada di ruangan berteriak histeris.
Alina sedikit kagum melihat pria itu yang masih berusaha berdiri setelah tendangan keras tadi.
"Siapa kau?" tanyanya.
"Sepertinya tendanganku tidak seberapa baginya, padahal aku menendangnya cukup keras. Seharusnya sekarang dia sudah tidak sadarkan diri tapi hasilnya tidak." gumam Alina.
"Aku dosen yang kau katakan biadab itu bodoh!" teriak Alina dan membuat semua yang ada disana menatapnya tak percaya.
Mereka tercengang tak percaya, "Bagaimana mungkin?" ucap salah satu pria yang ada dibelakang Alina.
"Memangnya apa yang mungkin? Begitu kah cara kalian menyambut dosen kalian?" Alina tersenyum menang melihat wajah mereka yang khawatir sekaligus ketakutan.
"Selama satu semester ini aku tidak akan masuk kelas kalian dan tidak akan memberikan kalian nilai berapa pun." ucap Alina dingin dan membuat mereka bagaikan disambar petir.
"Ambil milikmu ini bodoh!"
Alina lemparkan senjata milik pria tadi yang mematung ditempatnya.
"Oh iya, siapa namamu? Aku akan selalu mengingat sambutanmu yang menarik ini." lanjut Alina menatapnya.
"Harrick Kriel." jawabnya.
Alina mengangguk sebagai balasan lalu berjalan kearah pintu dan meninggalkan mereka yang masih shock.
"Kau mau kemana sayang?"
Langkah Alina terhenti saat seseorang menghadang pintu dan beberapa pria berbadan besar yang ada dibelakangnya.
"Siapa lagi ini? Ya ampun, seperti nya hari ini bukan hari keberuntunganku." batin Alina berdecak kesal.
Terima kasih sudah membaca...
Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini yaa:)
Salam sayang dari author^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Noree
dosen & mahasiswa sama2 bwa senjata ke kmpus ??? mau jadi apa kampusnya
2021-06-30
0
Lie
harusnya kalo lagi ngajar agak kalem dong.. kan Alina engga ngasih tau kalo dia itu dosen.. ngapain nyalahin mahasiswi nya.. terus juga ngeluarin pistol lagi .. engga pantes aja kalo jadi dosen.
tapi engga apa-apa sihh,yang penting semangat selalu bikin alur cerita nya
2021-03-16
1