Mafia Love Journey

Mafia Love Journey

Crazy Girl

Waktu masih menunjukkan pukul 05:43 am waktu Denmark setempat, tapi aku harus segera bergegas untuk menemui tawanan ku. Aku pastikan kali ini tidak akan kecolongan lagi seperti tiga bulan yang lalu. Aku kalah satu langkah dalam membunuh orang tuanya, aku kalah dengan cecunguk dari negeri sakura itu.

Perjalanan dari apartemen ku ke villa memakan waktu sekitar satu jam empat puluh menit untuk ukuran normal, tapi hanya di tempuh dengan tiga puluh tujuh menit jika yang menyetir seorang G. Gerlard Dark.

Naasnya sebelum sampai villa aku diserang sekawanan bandit kiriman Yamato atau yang pantas ku sebut cecunguk Jepang. Baku hantam tak terlewatkan, aku bahkan harus mengeluarkan tujuh timah panas untuk menembus kepala sampah-sampah ini.

“****.” Umpat Ku, karena terkena cipratan darah orang yang ku tembak. Sialnya lagi dia malah ambruk menimpa tubuhku. Oh ayolah hari ini aku mengenakan kaos putih, pasti menjijikan jika aku melihat diri sendiri saat ini.

Mengalahkan penjahat kelas teri seperti ini amat mudah bagiku. Tapi sialnya lagi, orang yang menimpaku masih memiliki kesadaran 5,9% mungkin. Dengan sisa nyawa itu dia mengoyak bahu kiriku dengan pisau lipatnya. Karena kesal aku menjambak rambutnya dan ku hempaskan tubuhnya ke jalan, tak lupa aku memberi hadiah injakan di kepala menjijikannya dan kuah dari mulutku.

Gerbang terbuka, setelah memasuki villa dan menyerahkan kunci mobil kepada penjaga aku berjalan dengan angkuh. Tidak seperti biasanya Amanda tidak menungguku di depan pintu seperti anak kecil. Aku berjalan santai sembari bersiul riang sebelum kejadian terpeleset tidak elit menimpaku.

Sreett.. Gedebum!!

Dramatis sekali hidupku hari ini, siapa yang menaruh kulit pisang di tengah pintu seperti ini, membuatku terpeleset dan mendarat di lantai dengan sempurna. Akan ku pecat semua pelayan tak becus itu, sungguh memalukan kejadian hari ini.

“Hey Ji kenapa kau malah rebahan di depan pintu, bukannya masuk dan menyapa.” Tanya Amanda calon korban ku selanjutnya.

“Ji ke.. kenapa kau berlumuran darah, diam disitu jangan bergerak.” Titahnya, dilanjutkan dengan langkahnya yang terbilang berlari menghampiriku.

Amanda menarik kepalaku kemudian di letakkan ke pangkuannya. Dari bawah sini nampak matanya berkaca-kaca dan jelas raut khawatir. Aku hanya diam, menikmati kebodohannya.

“Ji katakan sesuatu, kumohon.” Pinta Amanda yang khawatir terhadap calon eksekutor hidupnya.

“Panggilkan semua pelayan disini.” Tak merespon pertanyaannya aku memberinya perintah.

“Semuanya, hello semua tolong berkumpul di pintu utama. Tuan kalian sekarat.” Jeritnya, yang ku akui melengking sekali dan terlalu sok tahu.

Kurasa Amanda belum selesai memulihkan nafas, kulihat pelayanku sudah berkumpul, dengan nafas tersengal. Dapat dipastikan mereka berlari tunggang langgang saat mendengar aku memanggil mereka. Lihatlah bahkan tukang kebun saja dengan jarak tak tertolong sampai disini dengan kondisi terbilang tidak baik.

“Kalian semua, apa kerja kalian hari ini hah?” tanyaku masih di pangkuan Amanda, bukannya aku sekarat aku hanya malas berdiri.

“Kami mengerjakan semua sesuai perintah anda tuan.” Jawab Lesi kepala pelayan disini.

“Mengerjakan semua tapi kau melewatkan kulit pisang di depan pintu, apa itu yang namanya sesuai perintah. Jawab!” Aku kesal bukan karena rasa sakitnya, tapi sedikit rasa malu terhadap Amanda yang memergoki aku terkapar disini.

“Kami minta maaf jika ada yang terlewat tuan.” Lesi menunduk diikuti semua pelayan di vila.

“Kalian ini bisanya hanya minta maaf saja kalau salah, harusnya ka..” Belum sempat selesai bicara Amanda langsung memotong ucapan ku dengan suara yang lebih keras.

“Ji sebenarnya, aku..” Ucap Amanda yang membuatmu sedikit naik pitam. Tidak ada orang yang berani memotong ucapan ku di vila ini, harusnya Amanda tahu itu.

“Diam kau wanita gila, berani sekali kau memotong ucapanku.” Bentakku pada Amanda tanpa merubah posisi.

“Tapi, Ji aku..” Amanda dengan keras kepalanya masih berusaha membantah.

“Berhenti bicara, atau ku eksekusi sekarang juga?” Kesal dengan tingkah membangkangnya membuatku semakin ingin membunuh Amanda.

Amanda bungkam. Dasar lemah ku ancam sedikit saja sudah gentar pikirku dalam hati. Syukurlah kalau dia sadar harus menurut dengan aku sebagai tuannya. Ingat aku membawanya bukan karena dia istimewa, aku membawa Amanda karena aku tidak sudi kalah saing dengan Yamato dalam hal membunuh.

“Apa gaji yang ku berikan kurang hah, kalian membuat ku terjatuh dengan kulit sialan itu.” Lanjut ku memaki pelayan.

“Ku pecat kalian sem..” Ucapan ku terhenti karena Amanda membekap mulutku dengan tangan kanannya.

“Maaf Ji tapi itu kulit pisang yang aku kelupaan taruh disitu... ” Amanda menjelaskan perkara kulit pisang di lantai itu.

“Emmm,...emmm.” Rontaku namun dia tetap tidak melepaskan bekapannya.

“Diam dulu belum selesai loh Ji, jadi waktu aku menunggu kau, aku makan pisang di depan pintu, lagipula tidak biasanya kau datang telat. Saat aku mau membuangnya aku lupa belum mematikan shower di kamar, jadi aku bergegas kesana. Waktu kembali aku menemukanmu tergeletak disini.” Jelasnya memelan di akhir kalimat, dan melepaskan tangannya dari mulutku.

Aku menghela nafas, “Kalian semua boleh bubar, aku tidak jadi memecat kalian karena kesalahan gadis gila satu ini.” Percuma aku mengeluarkan energi berteriak tadi, jika pelaku utamanya santai seolah tak terjadi apa-apa.

Hening, kemudian aku merasakan Amanda menatapku intens. Tatapannya menyiratkan ketakutan dan rasa khawatir. Aku selalu merasa aneh dengan gadis bodoh ini, bagaimanapun aku calon pembunuhnya dan bagaimana bisa dia mengkhawatirkan diriku.

“Ji, kumohon bertahanlah, jangan mati dalam waktu dekat.” Ucapnya setelah kami bersistatap.

“Bahkan aku sudah menyiapkan mati dari pertama kali menginjakkan kaki di dunia.” Jawabku mengikuti alur drama yang diciptakan Amanda dadakan.

“Tapi kalau kau mati aku harus bagaimana.” Tanya Amanda dengan muka bingungnya. Oh bodohnya manusia ini, justru kalau aku mati harusnya kau bebas.

“Ya hiduplah, mau bagaimana lagi memangnya.” Aku mulai malas beradu akting dengan Amanda si penghancur alur cerita.

“Kalau kau mati sudah tidak ada yang berusaha membunuhku lagi.” Katanya enteng, seolah rencana membunuhnya adalah candaan semata.

“Ya justru bagus jika demikian hidupmu akan tenang.” Aku tak sadar kalimat itu keluar dari mulutku.

“Tidak bisa, aku suka tantangan. Bisa saja nanti hidupku malah jadi hampa.” Gadis gila satu ini, aku bahkan tak bisa menebak jalan pikirnya, mungkin otaknya sudah berlumut karena cukup lama terlantar dan harus menyaksikan pembantaian orangtuanya oleh Yamato.

“Jadi sebenarnya kau berharap aku yang mati atau dirimu?” Tanya ku asal.

“Tidak keduanya, bertahanlah.” Amanda memohon tulus.

“Oh ayolah tolong berpikir, mana ada orang mau mati kuat untuk berdebat dengan wanita bebal sepertimu.” Akhirnya aku kalah beradu cakap dengannya.

“Kau, bahkan kau masih bisa memarahi bawahanmu ketika mau mati.” Tutur Amanda tak terima.

“Yasudah sepertinya malaikat maut sudah nampak, aku pamit ya.” Aku mulai jengah dengan drama ini, jadi mari akhiri.

“Mana, di sebelah mana malaikatnya. Aku rela memohon padanya agar memberimu lebih banyak waktu. Cepat katakan.” Paksa Amanda. Mana ada korban memohon keselamatan untuk calon pembunuhnya selain wanita gila ini.

“Aku... aku.. selamat ting..al.” Aku tidak tahu kalau aku akan bertingkah konyol hanya untuk memenuhi imajinasi gadis satu ini, mungkin ini hal baik sebelum kematiannya.

“Tidakkkkkkk. Kumohon jangan, aku tidak punya siapapun selain kau calon pembunuh ku.” Aku pusing mendengar ocehannya yang mengatakan yang terlalu enteng mengatakan aku calon pembunuhnya.

“Kau ini bagaimana sih, hiks aku.. aku.. apa yang harus kulakukan.” Tangisnya pecah, bahkan buliran air matanya menetes jatuh di pipiku.

“Ada apa Manda, kenapa berteriak?” Itu Danda tangan kanan ku, sekaligus sepupu bejatku.

“Danda.. Danda untung kau muncul. Kumohon panggil dokter.” Amada dengan tingkah bodohnya berinisiatif meminta pertolongan Danda untukku.

“Untuk apa?” Tanya Danda santai.

“Jelas untuk menyelamatkan Jiji, dan kenapa kau nampak santai saja sedang saudaramu tak tertolong?” Ucapnya yang entah darimana asal muasal panggilan Jiji yang dia sematkan untukku.

“Kalau mau mati yasudah biarkan saja. Aku pergi.” Danda melewati ku dan bergegas entah kemana, aku tak tahu karena masih memejamkan mata.

“Tidakk, tolong kumohon. Haduh kenapa tidak ada yang peduli denganmu Ji. Kau sih terlalu banyak dosa.”Kesalnya bercampur khawatir, lucu sekali bukan tingkah gadis ajaib ini.

Selesai dengan ocehannya, Amanda dengan kurang warasnya meletakkan kepalaku di lantai dengan beringas. Ku rasakan dadaku di tekan seperti sedang di berikan CPR secara brutal. Aku rasa mungkin jika aku benar-benar terluka bukannya sembuh malah mempercepat bertemu dengan malaikat maut berkat CPR dari tangannya.

“Uhukk.” Aku tidak berdrama saat batuk, Amanda menekan dadaku dengan brutal. Aku yakin jika dia melakukan CPR pada orang lain, bukannya selamat yang ada malah tamat nyawa orang yang di tolongnya.

“Kau kembali Ji?” Tanyanya tak bersalah.

Aku berdiri dan mengabaikannya. Melangkah menuju kamarku di lantai dua. Sebenarnya aku ingin memukul ubun-ubun Amanda agar bertingkah normal, tapi aku malas meladeninya. Bukannya apa, pasti dia mengira aku mengajaknya bermain, mana ada manusia ditakuti dan dilabeli pembunuh kelas kakap sepertiku mengajak gadis seusianya untuk bermain.

“Sini aku papah Ji, pasti kau belum kuat.” Tiba-tiba Amanda merangkul dan memapahku, menaiki tangga. Ingin ku tolak tapi dia bergelayut seperti monyet di bahuku.

Jeduggg

“Shit, apa kau bodoh? Kenapa kau membenturkan kepalaku di pintu Amanda gila!!!” Hampir selamat sampai tujuan, ada saja tingkah sinting Amanda yang membuatku naik pitam.

“Maaf aku tidak sengaja Ji, Jiji tidak apa-apa kan?” Dan kemana otaknya berkata aku tidak apa-apa sedang kepalaku terbentur dahsyat.

“Ji.. Ji.. Ji.. namaku Gerlard jangan sesuka jidatmu mengganti namaku. Dan enyahlah kau dari hadapanku, aku cukup muak untuk membunuhmu hari ini.” Aku benar-benar kesal dan butuh waktu untuk berendam menjernihkan pikiran.

“Tidak mau, aku..” Tolaknya dengan tingkah sok manis.

Brukkk.

Ku tutup pintu dengan sedikit membantingnya di depan muka Amanda. Sial, sial, sial kenapa harus tidka seberuntung itu hari ini. Ah malangnya bokong dan jidatku, mana aku lapar. Sialan kau Amanda, aku bersumpah akan membunuhnya besok.

Terpopuler

Comments

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

aku hadirrr di cerita mu

2024-11-11

0

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

😂😂😂😂

2024-11-11

0

rara

rara

semangat thorr

2023-02-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!