Hari ini begitu cerah, dan aku berpikir Amanda harus segera ku lenyapkan. Aku sudah tak bisa menunggu hari esok untuk menghabisi gadis belia itu. Sebaiknya ku kesampingkan rasa muak ini untuk membunuhnya. Aku sudah berbaik hati memberinya makan selama tiga bulan. Jika membunuhnya dengan cara keji tak mempan, maka mari bunuh dengan cara cantik khas pecundang.
"Danda tolong siapkan aku arsenik, dan bawa ke hadapanku sekarang juga." Perintah ku melalui saluran telepon. Tanpa menunggu jawabannya, aku memutuskan sambungan.
Aku harus bergegas, tapi alasanku untuk membunuhnya masih terlalu lemah. Jika aku membunuhnya tak akan menghasilkan uang, untuk apa di bunuh. Kurasa harga arsenik lebih mahal daripada nyawanya. Tapi jika di bunuh dengan cara biasa, selalu gagal, karena dia akan berakting heboh lantas berkata aku suka saat bermain horor seperti ini. Dan menghilangkan hasrat membunuhku karena tak ada sedikitpun rasa takut dari korbanku.
Arghhhhh......
Lelah berkutat dengan isi kepala sendiri, aku memutuskan untuk mengisi lambung terlebih dahulu. Aku butuh energi ekstra untuk menghadapi satu gadis di bandingkan dengan sepuluh bandit. Aneh memang, tapi itu fakta yang harus ku hadapi. Hidup berbulan dengannya walau jarang bertemu tapi tingkah konyolnya selalu bertanya apa senyaman itu dia tinggal di vila ini.
Hampir sampai di meja makan sayup ku dengar suara manusia sedang menangis. Isak tangis itu ku dengar di dekat tangga. Abaikan saja itu sudah pasti si pencari perhatian. Ah sial mulut ku gatal untuk tidak berkata-kata, "Apa menangisi kebodohanmu adalah keharusan setiap harinya?" Dan suara ku memecah konsentrasi otak Amanda dalam mengeluarkan air mata menjadi respon terhadap suara. Yap dia menengok ke arahku.
"Hiks sebenarnya mataku sudah panas menangis, tapi aku tak bisa berhenti." Lihat dari jawabannya saja kita dapat menilai seberapa bodoh dirinya.
"Ingin ku beri saran?" Sedikit memainkan mentalnya terdengar menyenangkan bukan.
"Hmm, apa?" Tanggapnya penuh harap.
"Matilah." Ucapku sarkas.
"Tapi aku lapar." Dimana letak sinkronisasi ucapan ku dengan kondisi lambungnya, tolong beri aku sedikit pencerahan.
Baru kali ini aku menjumpai manusia sebodoh ini, "Kalau lapar makan, bukan menangis, itu akan membuatmu tambah lapar"
"Salah mu Ji, membuatku sedih dan menangis sampai mataku kering." Lihat dia yang menangis dan aku yang tak tahu menahu harus menjadi tersangka.
"Aku berencana membunuhmu kau santai saja, baru ku bentak sedikit sudah menangis, apa dibunuh terdengar lebih baik di gendang telingamu." Sarkasme yang ku keluarkan agar dia kembali ke alam sadarnya, karena kurasa dia sedang mengigau.
"Bodoh sekali kau. Siapa yang menangis karena di bentak. Aku sedih karena kau belum diobati tapi ngambek, kekanakan sekali." Memang selalu melenceng dari topik semua jawaban yang keluar dari mulut kecilnya.
Otak ku mulai merencanakan pembunuhan tersadis yang akan ku lakukan. Untuk permulaan aku dengan santai menendang kaki kursi yang sedang diduduki olehnya. Alhasil, Amanda terjerembab dan meringis nyeri, ekspresinya terlihat lucu. Tapi mari abaikan rengekannya yang seperti kentut kambing. Ayo mengisi perut, sebelum lambungku marah dan menolak untuk makan.
"Kenapa mengikutiku?" Apa semua gadis Indonesia memiliki sikap tak waras seperti dia. Jika iya, aku batal untuk berbisnis disana.
"Katanya suruh makan." Percaya diri sekali jawabnya.
"Tidak harus makan bersamaan dengan ku." Mungkinkah aku yang salah dalam pemilihan kata saat berdialog dengannya.
"Yasudah, aku duluan kalau begitu." Ucapnya seringan angin. Gadis ini seakan lupa siapa tuannya disini.
Mendengar perkataannya, kaki ku reflek menjegalnya, dan ya mohon maaf Amanda harus rela terjerembab dua kali pagi ini. Tak ku buang kesempatan, segera aku berlari ke meja makan.
Mulailah makan dengan minum segelas air putih itu yang sedang ku lakukan dan harus terhenti karena tingkah tak beradab Amanda," uhukk.. Kenapa memukul gelasnya ?"
"Pembalasan." Tukasnya ketus.
Bosan mendengar suara sumbang Amanda, aku memutuskan untuk menyantap sajian tanpa berucap. Sampai tibalah pengganggu kedua yang membuatku ingin cepat-cepat meninggalkan vila ini.
"Woahh woah woah, romantisnya kalian berdua, sarapan bersama seperti pengantin baru saja." Danda baru datang dan malah gencar menggoda kami yang sedang sarapan dengan jarak kursi lumayan dekat.
"Danda ayo makan juga, sini duduk disini." Amanda menepuk kursi di samping kirinya, apa maksudnya, mungkin Amanda ingin duduk diapit oleh kita.
"Baiklah kalau memaksa." Ujar Danda menimpali Amanda.
"Mana pesanan ku?" Aku bertanya sambil tetap fokus dengan satap pagi.
Danda berjalan ke arah ku yang duduk di sebelah kanan Amanda, kemudian memberikan barang pesananku. Setelahnya dia sibuk bercengkrama dengan Amanda. Aku menyeringai, saat Amanda lengah dan terus menambahkan lauk di piring Danda, aku meneteskan arsenik di air minumnya, dan mari mulai berhitung.
Aku mulai menghitung dengan ketukan sendok disisi piringku, hitungan ke sembilan Amanda mulai terbatuk, dan nampak dehidrasi. Terbukti dengan tandasnya air minum dalam sekali teguk. Dalam diam ku bersorak, semakin habis minuman itu semakin bagus reaksi yang ditimbulkan.
"Apa yang terjadi Manda, apa kau makan sambal?" Cemas Danda, yang kurasa mulai tertular kebodohan akut Amanda.
"Tidak perut ku sakit, aku mual dan rasanya haus sekali." Rinci Amanda tentang kondisinya sekarang.
"Biar ku bunuh pelayan yang menyajikan hidangan pagi ini. Kau bertahan, aku akan menelpon dokter." Kata Danda yang mungkin memang bodoh kuadrat entah sejak kapan.
Rasa makanan yang ku sesap bertambah nikmat ribuan kali lipat. Aku suka raut khawatir Danda, aku suka mimik kesakitan Amanda. Dari mereka berdua aku bisa mempelajari ekspresi manusia dalam jarak pandang dekat. Bukankah ini seperti praktik kondisi gawat darurat dan cara penangananya.
"Gerlard stop makan dan bantu aku membawa Manda ke kamar." Kesenanganku terganggu karena Danda mulai khawatir berlebihan, dan mulai berani memerintahku.
"Aku belum kenyang, dan stop membuang-buang makanan. Mubazir." Komentar ku tak yakin.
"Persetan dengan makananmu. Setidaknya bantulah aku." Ujar Danda dengan nada lumayan tinggi bagi seorang bawahan bicara dengan tuannya. Tapi ku abaikan mengingat ada darah keluarga mengalir di tubuhnya.
"Uhukk, Danda aku ingin berbaring." Amanda yang mulai terkulai lemas meminta pertolongan Danda dengan lirih.
Selesai Amanda berucap, Danda membopong tubuh mungil Amanda ke kamar terdekat. Aku menghentikan acara mari menikmati sarapan pagi dengan kesenangan hati. Aku menyempatkan diri mengikuti mereka ke kamar, rugi rasanya melewatkan setiap momen menyakitkan gadis ini.
"Kalau sampai terjadi hal buruk terhadap Manda, akan ku penggal semua pelayanmu." Ucap Danda mulai seenaknya, aku yang membayar mahal mereka dan dia yang mengambil kuasa bukankah itu tidak adil.
"Hey, itu bukan salah mereka. Nyatanya aku dan kau baik-baik saja. Dan sejak kapan kau dekat dengan korbanmu." Tuntut ku tidak sabar.
"Berhenti mengoceh Ge, kau tidak tau malangnya hidup gadis ini. Mana tega aku melihatnya kesakitan." Jelas Danda, sambil mengelus kening Amanda yang mulai mengeluarkan keringat.
Bodoh, kalau mau menyalahkan seseorang, harusnya dia memenggal kepala sendiri. Danda kontributor terbesar dalam kasus murahan ini. Banyak bergaul dengan Amanda membuat Danda selalu berusaha membujukku agar tidak mengeksekusi Amanda. Entah mantra apa yang diucap Amanda sehingga membuat luluh hati Danda si keji yang ku kenal.
"Danda jariku kesemutan, dan jantungku seperti akan meledak." Keluh Amanda.
"Bersabar Manda, dokter akan segera sampai. Ingat kau masih banyak hutang padaku jangan mati." Motivasi paling membangun yang pernah ku dengar.
Selang delapan menit dokter datang dengan perlengkapan di tangan kanannya. Setalah cukup mengambil nafas dokter siap untuk melakukan tugasnya.
"Tuan, bisa menyingkir sebentar saya akan memeriksa keadaan nona ini." Titah dokter, agar Danda beranjak dari posisinya, yang masih betah bersimpuh di samping Amanda.
Proses pemeriksaan selesai. Kurasa dokter telah menyuntikan anti racun bersamaan dengan terlelapnya Amanda. Aku tak berharap banyak arsenik bisa membunuhnya mengingat dosis yang ku berikan cukup kecil. Aku hanya sedikit bermain dengannya, karena aku merasa cukup bosan hari ini.
"Apa yang salah dok?" Tanya Danda yang masih tidak tahu dengan apa yang telah terjadi dengan Amanda.
"Nona ini keracunan zat arsenik tuan. Untung segera di tangani, lagipula dosisnya tidak tinggi makanya bisa tertolong tuan." Jelas dokter keluarga kami.
"Ah, anda yakin dokter?" Danda tampak tak yakin, dan memastikan sekali lagi.
"Tentu tuan. Dan saya mohon diri, jika ada gejala buruk lainnya silahkan hubungi saya kembali." Pamit sang dokter karena tidak ada keperluan lagi.
Tuk tuk tuk
Entah mengapa gesekan antara sepatu sang dokter dengan lantai terdengar jelas di telingaku. Apa karena suasana kamar begitu hening sehingga setiap momennya begitu terasa. Aku tidak sadar kapan Danda berjalan menghampiriku hingga aku merasakan tangganya mendarat di tubuhku.
Bug...
"Aishh, ada apa denganmu bodoh. Kenapa meninjuku?" Bisakah Danda mencari titik lain selain sudut bibir, karena sungguh ini masih nyeri.
"Bajing*n kau Ge, hina sekali tindakanmu. Kenapa kau seberengsek ini, apa kau sudah tidak tau norma membunuh yang kau pegang? Ku ingatkan kau tidak pernah serendah ini." Sebagai pembunuh aku memang memiliki ciri khas dan alasan kuat dalam membunuh.
"Tidak ada satu pun yang salah dari ucapanmu Danda. Apa salahnya mencoba metode baru." Bela ku tak mau kalah.
"Selamat dengan metode baru bodohmu. Di mata ku kau nampak konyol sekarang." Sirat kecewa tampak jelas diraut wajah Danda.
"Berhenti merendahkan ku D." Aku sedikit kesal karena dia membantahku demi seorang gadis tak jelas asal usulnya.
Bed*bah, Danda nampak tak mendengar ucapan ku. Dia sibuk membopong Amanda, lantas melewati ku, seolah aku tak tampak dalam penglihatannya.
"Letakan kembali, atau kau ku pulangkan ke Eropa." Aku jengah dengan ikut campur Danda dalan kesenanganku hari ini.
"Sound good, aku akan membawa Manda bersamaku." Bukannya tahu tempat, Danda bertindak semakin melawanku.
"Bawa saja, maka kepala Eliza akan sampai di hadapanmu nanti malam." Ancam ku bersungguh-sungguh, untuk informasi Eliza nama mantan yang disematkan di anjing kesayangan Danda.
Kini balik aku yang meninggalkan Danda bersama Amanda, karena aku yakin dia tau tindakan apa yang harus di ambil. Aku hanya heran, Danda tidak pernah menentang ku sekalipun aku menginginkan jari tangannya. Apa Amanda melakukan guna-guna. Karena terdengar mengerikan jika alasannya salah Danda telah jatuh hati pada Amanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Ney Maniez
waduhhh jgn jahat jj nnt bucin
2024-11-12
0
@Kristin
Hahaha mungkin dia bingung mau makan apa 🤭
2023-02-10
2
Pink Blossom
dr sini faham satu hal, kalau mantan = (terjemahkan sendiri ae lah)🤣🤣
2023-02-03
3