The Turth

Aku tidak bodoh untuk menyadari ketertarikan seorang lelaki akan wanita. Rasa itu hadir tanpa dapat ku cegah, dan teramat sial karena harus berlabuh di Amanda. Dua puluh tujuh tahun perjalanan hidup tanpa cinta dari wanita selain keluarga tidak membuatku buta akan cinta. Aku sadar seratus satu persen aku mencintai Amanda, hanya dalam waktu singkat.

Informasi untuk kalian, jujur aku mencintai Amanda dalam tatapan saat ia menangis meminta batuan dalam peristiwa pembantaian orangtuanya. Saat itu aku tidak ada rencana menolong, melainkan membunuhnya. Dengan anggapan tidak dapat orangtuanya maka ku lenyapkan anaknya saja. Niatku musnah saat mata jernih dengan bulu lentiknya memohon pertolonganku. Saat itu aku berubah haluan menembaki pesuruh Yamato, mendekap Amanda erat dan membawanya ke apartemen. Mungkin itu juga yang membuatnya nampak menganggap bodoh pernyataan rencana ku untuk membunuhnya. Karena, mungkin di mata Amanda aku adalah penyelamatnya.

"Ji, kata Danda kau akan pergi lama. Biasanya kau akan pulang paling cepat dua minggu. Apa karena merindukanku. makanya kembali segera?" Antusias Amanda menanyakan kepulangan mendadakku tepat pada sasaran.

"Jangan harap, aku rindu membunuhmu lebih tepatnya." Tentu saja aku selalu berkata kasar dengan nada tak enak di dengar telinga jika berbicara dengannya.

"Ji, ayo berlibur." Perubahan topik tiba-tiba adalah gaya bicara seorang Amanda.

"Ini jam berapa, besok saja." Dan anehnya aku selalu meladeninya apapun topik pembicaraan itu.

"Kalau begitu ayo makan malam di luar bersama." Ajakannya terdengar seperti kencan.

"Boros, makan di villa saja." Mana mau aku terlihat bersamanya, sedang dua cecunguk ada di villa. Bisa habis aku di hujat karena Amanda mungkin adalah satu-satunya wanita yang hampir berhasil mengajakku untuk makan malam bersama.

"Ji kalau begitu kau yang masak ya. Ku mohon." Apa-apaan itu, kenapa dia tampak menggemaskan dengan mata memohonnya. Jika seperti ini bagaimana aku menolaknya.

"Aku letih, masak sendiri saja. Ah tidak-tidak terakhir kau masak dapur apartemen ku hancur. Jangan coba-coba memasak di vila, jika tidak ingin ku pindahkan lagi." Alasan kongkrit kepindahan Amanda yang sebelumnya tinggal disalah satu apartemen ku, karena dia menghanguskan uangku dan semua yang ada di apartemen dengan kecerobohannya.

"Yasudah, aku mogok makan saja." Ancaman anak kecil, tidak akan mempan untukku.

"Mintalah Danda memasak untukmu." Kenapa juga aku harus berkata demikian, jika Amanda setuju dan meminta Danda memasak lalu mereka bersama bukankah aku akan merana.

"Danda tidak ada bedanya denganku, bahkan lebih parah. Ketika kami berlibur, Danda menggorengkan aku telur dengan cangkangnya." Kaya Amanda sembari mengingat kejadian tersebut.

Tunggu dulu, kenapa berlibur harus ada acara masak memasak. Apa mereka berkemah. Sepulangnya aku dari Korea aku tak sempat liburan macam apa yang mereka jalani. Bukannya aku tak ingin, hanya saja aku terlalu gengsi untuk mengetahui kebenarannya.

"Dia meminta maaf, lalu menonton tutorial memasak untuk pemula. Dan kau harus mencoba mie kuah buatan Danda. Aku saja sampai diare dibuatnya, entah perpaduan apa yang digunakan." Lanjut cerita Amanda, dengan ekspresi jijik mungkin mengingat kembali kenapa dia memakan mie tersebut.

"Dan akhirnya aku memesan makanan dari jasa penginapan saja." Jangan katakan si bodoh ini menyewa kamar dengan Danda.

"Apa aku terlihat senang mendengar cerita tak pentingmu. Mengocehlah sesukamu, aku mau istirahat. Gantilah baju jika tidak ingin mati masuk angin." Banyak mengoceh membuat Amanda lupa mengganti bathrobe dengan baju lebih layak pandang.

"Tak penting kau senang apa tidaknya, aku kan hanya cerita. Begitu saja marah, semoga kelak istrimu tabah." Ucapnya dengan bibir menyerupai bebek, familiarnya monyong.

"Bibirmu akan kram jika masih di posisi sama dalam satu menit. Cepatlah ganti baju dan berhenti merajuk, usiamu sudah tidak muda lagi." Bukan apa-apa aku sedikit tak tahan melihatnya semenggemaskan itu.

"Aku belum setua itu, kalau gadis berusia sembilan belas tahun tua, maka kau adalah kakek buyut." Sunggut Amanda tak terima ku katai tua.

Lihat betapa menghiburnya wanita ini, bibirnya malah tambah maju beberapa centi setelah protes di katai tua. Aku hapal, sebentar lagi dia akan mewek. Memainkan ujung tali bathrobe yang mengikat pinggangnya. mencebikan bibir, berkedip secepat iya bisa, berujung meneteskan bulir-bulir air mata, dasar cenggeng sekali.

"Ganti baju, atau aku yang gantikan!" Seru ku hanya untuk gertakan semata, aku sedang malas melihat drama air mata murahnya.

"Aku mau ganti baju, kenapa kau malah berbaring di ranjangku. Sana pergi, tidak tahu diri." Dan aku bingung kenapa juga aku harus berbaring disini.

"Oh, perlu di tegaskan kembali. Pemilik villa ini aku wahai gadis muda. Jadi semauku ingin rebahan dimana." Sifat tak mau mengalah selalu melekat padaku, sebenarnya untuk menutupi bahwa aku nyaman berada disini.

"Yasudah, tidur saja sana selamanya." Doa Amanda yang untungnya malaikat tau kalau itu candaan semata.

"Mau kemana kau dengan tampilan seperti itu hah?" Bukannya menurut, malah menghentak-hentakan kaki menuju pintu.

"Mencari tempat lain, yang tidak mengharuskan aku berbagi oksigen dengan monster menyebalkan." Ujar Amanda yang mulai berakting kesal.

"Ganti baju lah, aku pergi memasak." Jika ingin selamat sampai akhirat kau harus mengalah dengan Amanda si kepala batu.

Tanpa melihat ekspresi atau tanggapan Amanda akan kalimat yang baru saja ku lontarkan, aku pergi meninggalkan manusia yang serakah dengan oksigen. Biar dia hirup semua oksigen yang ada di kamar ini, aku harap Amanda tak masuk angin saja.

"Yak, apa yang kau lakukan!" Kaget ku saat melangkah tepat di anak tangga pertama, seseorang menabrakku dari belakang.

Ku lirik tangan yang melingkari area leherku, dari gelang tangan yang dikenakan aku tahu itu Amanda. Mau apa lagi bocah ini sebenarnya. Aku yakin dia belum sempat berganti pakaian dan sudah mengekor aku yang beberapa detik lalu diusirnya.

"Hanya di peluk saja marah lagi, kebiasaan sekali bicara keras-keras." Omel Amanda yang tak terima aku selalu naik satu oktaf setiap bicara dengannya.

"Jika manusia maka dia tahu kapan waktu harus memeluk." Aku rasa Amanda sangat ajaib, pelukannya bisa membuat kecelakaan kami berdua.

"Memeluk saja banyak aturan, dasar payah." Masih tak terima padahal jelas sekali dia yang salah.

"Cobalah memeluk dengan cara normal. Jika aku memiliki reflek yang buruk, aku yakin kita akan tergelincir saat ini." Ayolah siapa yang tau bisa saja lantainya licin, atau aku tak cukup kuat untuk menopang badannya.

"Maaf Ji, aku hanya terlampau senang. Ayo memasak." Anak ini, entah dimana letak otaknya. Tidak berpikir sama sekali.

"Apa seharian kau akan seperti ini. Aku seperti bicara dengan tembok. Cepat ganti baju kalau tidak ingin ku bakar semua bajumu..." Akhirnya aku berteriak karena kesal dengan tingkah bebal Amanda sehingga membuatku terlihat seperti ibu-ibu yang suka mengomeli anaknya.

"Dan berhenti berlarian seenak jidatmu. Aku sedang malas mengurus mayat seseorang." Tambahku untuk memperingati Amanda si ceroboh.

Usai memperoleh peringatan keras dariku Amanda berlari kembali ke kamarnya tanpa membantah. Tapi dia membanting pintu kamarnya cukup keras dibalik pergi tanpa protesnya beberapa saat lalu. Aku tak perduli itu, karena aku yakin pintu di vila ini adalah kualitas terbaik jadi tak perlu khawatir jikalau pintu itu akan rusak karena terlalu sering menjadi pelampiasan kemarahan seseorang.

Aku tiba di dapur dan mulai merencanakan apa yang harus ku sajikan untuk Amanda. Memasak bukan kegiatan sulit bagiku, mengingat aku sering mencicipi banyak makanan demo dari restoranku sekaligus melihat koki-koki terbaikku beraksi. Tapi memasak untuk seseorang, maaf saja itu bukan gayaku.

"Ji....!!!!"

"Ji....! Kau masak dimana?" Teriak Amanda mencariku.

Mari menghibur diri dengan mendengar teriakan Tarzan di villa. Aku tau Amanda mencariku ke sekeliling villa. Ku biarkan saja, hitung-hitung memotivasinya untuk berolahraga.

"Letakan bantal sofa itu, aku sedang tidak ingin ada tindakan kekerasan." Aku segera mencegah Amanda yang disinyalir akan melempari ku dengan bantal sofa.

"Apa aku tadi berhalusinasi mendengar kau akan memasak untukku?" Amanda terlihat menyeramkan untuk pertama kali, mungkin urusan perut nomor satu baginya.

"Aku memang akan memasak." Ujarku santai.

"Lantas kenapa malah duduk santai dengan laptop di pangkuanmu. Apa kau memasak dengan keyboard hah?" Laptopku direbut paksa, diletakkan dengan kasar, kemudian Amanda membanting bokongnya di samping kiriku.

"Liar sekali jadi wanita." Aku tidak yakin apakah aku barusan diam saja diperlakukan seperti itu oleh orang yang tak ada ikatan darah denganku, akupun bingung.

"Kau pembohong, cepat masak aku lapar." Titahnya tanpa takut aku memarahinya.

"Memangnya aku titisan jin, mengabulkan semua permintaanmu." Tolakku atas permintaan Amanda.

"Jahat, tukang tipu, titisan setan." Balas Amanda teriak-teriak.

Suara menggema bagai guntur yang di keluarkan dari mulu mungil Amanda mengundang seisi rumah. Mereka bagai hewan yang mengikuti gelombang suara, menghampiri kami dengan berbagai ekspresi.

"Kau apakan lagi Amanda Ge, baru tiba sudah membuat onar saja." Suara Danda si pembela nomer satu Amanda.

"Tidak ada, hanya dia sedang tes vokal saja." Jawabku menimpali pertanyaan Danda.

"Kau mengusiknya. Aku akan membawa Amanda keluar malam ini. Jangan ikut kami, tinggallah sendiri di villa." Perintah tak berbobot milik Danda.

"Ada Jason, untuk apa sendirian. Ah satu lagi, Amanda akan pergi bersamaku bukan dengan seonggok daging yang membuatnya diare." Aku sedikit menyindir Danda berbekal dari cerita Amanda tadi.

"Aku mana sengaja, sedang kau sengaja memberinya arsenik. Kurasa diare lebih patut dimaafkan dari pada racun." Timpal Danda, memulai perdebatan.

Mana tahan aku mengalah," Racun apanya. Kalau aku niat dia akan mati, hanya saja aku masih menikmati kesengsaraannya semata."

"Sejak kapan seorang Gerlard bermain-main dengan mangsanya. Kau tipikal pemangsa yang langsung gigit tanpa ragu. Jadi berhenti membuat alasan untuk menahannya." Aku tahu Danda tidak mungkin percaya alasan aku selalu menunda untuk membunuhnya.

"Kau ingin aku membunuhnya sekarang?" Baik, ambilkan katana ku dan akan ku tebas lehernya di hadapanmu." Tapi egoku terlalu tinggi dan mana mungkin aku mengakui semua tindakanku yang melenceng itu.

"Idiot, bukan itu maksudku. Sulit bicara dengan psikopat sepertimu." Danda terlalu mudah kesal jika menyangkut Amanda, dan dia selalu menjadi pembangkang untuk melindunginya.

"Whatever." Malas sekali berurusan dengan Danda dalam mode ini.

Danda kesal dengan tanggapanku. Lantas dia berbalik arah dari menghampiriku kemudian mencari keberadaan Amanda. Yang akupun tak tahu karena awalnya dia ada duduk manis di sampingku.

"Dimana kau sembunyikan Amanda?" Menghilang no jutsu adalah keahlian Amanda sekarang.

"Jangan bodoh Danda. Kau tau sedari tadi kita bercengkrama mesra mana sadar aku Amanda kemana." Aku berkata jujur kali ini.

Jika jiwa shinobi Amanda muncul biasanya aku takkan resah seperti ini. Tidak mungkin kan alien mengepung bumi hanya untuk menculiknya. Amanda terlalu mudah dirayu untuk ukuran gadis seusianya. Aku seperti punya ikatan batin dengannya jika aku resah berarti telah terjadi sesuatu dengannya seperti waktu itu.

"Dan, sepertinya Amanda di culik Jason. Bukankah kau kemari bersama Jas, lihat sekarang dia ikut menghilang." Perkirakan yang aku pikir cukup nalar, karena tadi aku melihat Danda menghampiri ku disini dengan Jason di belakangnya.

"Kau terlalu banyak bicara Ge. Ikut aku mencari Amanda atau membusuklah disini." Bukannya berterimakasih Danda malah memarahiku, tak jelas sekali.

Di taman belakang aku melihat sosok Jason berdiri dengan raut khawatir. Jadi ku putuskan menghampirinya." Apa yang kau lakukan disini Jas."

"Aku membuat anak manusia hilang." Ucap Jason kalut.

"Maksudmu Amanda? Dimana otakmu Jason!" Wow Danda bisa memarahi Jason, langka sekali. Padahal Jason adalah adik kesayangannya.

"Kenapa kak Danda membentakku, aku tidak sengaja. Dia saja bodoh mengikuti kelinci melompat kemana-mana." Dengar, Jason memang lebih sayang Danda, ditilik dari cara memanggil dengan tambahan kata kak di depan nama Danda.

"Maaf, kakak terbawa emosi usai berdekatan dengan Gerlard." Mengkambinghitamkan ku sembari mengelus pipi kiri Jason, kelakuannya memang menakjubkan.

"Bisa tidak jangan menebarkan bromance di hadapan pria normal. Euh, kalian menjijikan." Kataku mencoba menyembunyikan rasa khawatirku tentang keberadaan Amanda sekarang.

"Ini namanya kasih sayang kakak beradik Ge, kau mana paham." Adik durhaka memang seperti itu bentukannya.

"Katakan dimana hilangnya Amanda." Biarkan aku mencari Amanda, sedang mereka masih bermesraan.

"Kalau Jason tau, namanya bukan hilang Ge." Timpal Danda mewakili Jason, seperti tak punya mulut saja.

"Kasus kali ini Jason tau kak. Maaf bukan mengkhianati kak Danda, tapi gadis ah maksudnya Am..em.." Jason kesulitan menyebutkan nama Amanda.

"Amanda." Danda membantu ingatan Jason yang buruk.

"Nah iya itu, Amanda masuk ke labirin. Masuk labirin pasti tersesat, dan pasti hilang. Lagipula Gerlard membangun labirin seperti penjara saja, sulit untuk membebaskan diri." Labirin di vila memang aku desain untuk mengerjai tamu-tamu yang tidak aku sukai.

"Itu kau saja yang bodoh Jas." Ujarku sebenarnya ingin berkata Jason bodoh membawa Amanda kemari.

Aku mulai mencari Amanda. Mudah bagiku menemukannya karena aku mengenal seluk beluk labirin ini. Ah tapi merepotkan juga jika mencari ke setiap sudut. Jadi aku memantau melalui CCTV tersembunyi yang aku pasang dan tersambung dengan telepon seluler milikku.

Setelah masuk di dalam labirin aku mulai mengamati setiap sudutnya untuk menemukan keberadaan Amanda. Disana rupanya Amanda, sedang bahagia dengan seekor kelinci sementara tiga pria dewasa saling berdebat mencemaskan keberadaanya.

"Hey apa yang kau lakukan?" Sapa ku, karena lelah menunggunya menyadari keberadaan ku yang sedari tadi mengamatinya dari jarak lima meter.

"Jiji, kemari-kemari aku memberi makan kelinci. Dia menggemaskan, aku akan bawa tidur bersama nanti malam." Usulnya yang luar biasa aneh jika dipikir secara nalar manusia.

"Okey, tidurlah di kandang kelinci malam ini." Aku berkata demikian karena jika tidak Amanda akan benar-benar membawanya tidur sekamar.

"Bukan..bukan begitu, aku maunya dia yang menginap di kamarku, bukan sebaliknya Ji." Benar bukan dugaan ku.

"Masih ingin disini atau keluar dengan ku, lantas makan bersama." Titahku dengan sedikit penawaran jebakkan.

"Ayo makan." Urusan makan cepat menyambar seperti bahan bakar.

"Ji tunggu." Amanda memberikan wadah pangan kelinci kepadaku tanpa persetujuan. Menggendong kelinci dengan tangan kiri, sedang tangan kanan mulat melingkan di lengan kiriku bagai lintah.

Keluar dari taman labirin aku tidak tau jika akan sebahagia ini melihat mulut menganga kakak beradik gila itu. Semakin terbuka lebar saat aku bersama Amanda melewati mereka tanpa sapaan. Ini kejutan, ku pikir setidaknya Amanda akan menyapa Jason atau minimal Danda ternyata tidak. Aku Gerlard memang selalu menjadi pemenang dalam segala hal, dan itu mutlak.

Terpopuler

Comments

𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆 Ney Maniez ❤

𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆 Ney Maniez ❤

narsissssss😂😂😂😂

2024-11-12

0

Cloudy

Cloudy

gengsi ngaku rindu

2023-03-01

1

@Risa Virgo Always Beautiful

@Risa Virgo Always Beautiful

Danda kamu kakak yang harus memberi contoh yang benar ke Jason

2023-02-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!