Altar Dandelion
Altar merapikan setelan jas warna silver di depan cermin. Hari ini akan menjadi peristiwa penting dalam hidupnya. Status lajang yang disandang selama 27 tahun akan ia lepaskan. Jantungnya berdegub kencang meski ia berusaha untuk terlihat biasa saja. Altar tak pernah menyangka momen ini akan terjadi begitu cepat. Setelah semua hal yang terjadi memporak-porandakan hatinya tanpa jeda.
“Bang, udah selesai?” tanya seorang lelaki yang lebih muda tujuh tahun darinya. Lelaki muda itu yang kelak akan menjadi saudara iparnya.
Altar tersenyum. Ia melangkah menuju pintu. Menghampiri lelaki yang mengenakan setelan jas warna krem itu.
“Udah. Gimana, aku kelihatan ganteng nggak, Rel?”
Farel, lelaki muda itu menepuk pundak Altar. Katanya,”Abangku kapan sih nggak kelihatan ganteng? Lagian mana mau Mbak Jani sama Abang kalau nggak ganteng.
“Haha... Emang Kakak kamu itu Rel, pemilih banget orangnya.”
“Gitu-gitu Abang juga cinta. Udah yuk, Mbak Jani bentar lagi juga udah siap.”
Didampingi Farel, Altar menuju ruang yang sudah disiapkan untuk akad nikah. Ia berusaha tersenyum, meski yakin hasilnya akan tetap sekaku kanebo kering. Mengingat ia tak bisa mengendalikan degub keras dalam jantungnya.
“Bang, santai aja. Ntar kalau salah tiga kali bakal ngulang di hari lain loh,” goda Farel membuat muka Altar berubah pucat. Jelas Altar tak sanggup menekan rasa gugup.
Saat itu, pandangannya bertemu dengan tatapan perempuan yang duduk di kursi tamu. Perempuan itu tersenyum. Meski raut wajahnya tak bisa menyembunyikan luka.
“Rel, aku ketemu teman dulu ya,” pamit Altar sebelum Farel sempat mencegahnya.
Ia tahu telah melakukan hal bodoh dengan menghampiri perempuan berwajah luka itu. Tapi ia tak sanggup menahan perasaan yang tiba-tiba bergejolak di dadanya. Rasa bersalah, menyesal, juga iba bercampur menjadi satu. Paling tidak jika ia harus menggapai bahagianya, orang lain tak boleh merasakan kesal dan kecawa. Apalagi terluka.
“Terima kasih sudah mau datang, Jani. Kamu apa kabar?” sapa Altar kepada perempuan yang masih saja terlihat tegar meski berparas luka. Perempuan itu hanya mengangguk pelan. Senyum tak lepas dari bibirnya yang berhias warna maroon. Warna yang menjadi ciri khasnya.
“Jangan pernah beranggapan aku akan selamanya berkabung karena kamu tinggal nikah, Bang! Sialan!” Tawanya masih terdengar renyah di telinga Altar. Meyakinkan lelaki itu jika perempuan di depannya sudah mulai membaik dibanding terakhir kali mereka bertemu.
“Makasih, aku lega mendengarnya.”
“Sial, kok aku kesal ya dengarnya. Memangnya cowok di dunia ini cuma sisa kamu doang apa!” Nada bicara yang sewot itu juga menjadi ciri khasnya. Altar tertawa pelan. Membawa serta beban yang menganggu hatinya. “Udah gih sana, nanti yang ada dikira aku lagi calon mempelai perempuannya. Tuh, Jani juga udah keluar.”
Altar menoleh ke arah yang ditunjukkan perempuan itu. Benar saja, dari tempatnya berdiri Altar bisa melihat calon mempelai perempuannya berbalut kebaya dengan warna senada.
“Makasih ya. Aku ke sana dulu,” pamit Altar dibalas tepukan pelan di pundaknya.
“Nanti aku bakal teriak tidak sah paling keras. Tungguin ya, Bang,” goda perempuan itu membuat punggung Altar menegang.
Saat ia menoleh, perempuan itu justru tertawa lebar. Membawa pergi sebagian gundah yang masih tertinggal di hati Altar. Kini ia sepenuhnya merasa lega. Dengan tegap, ia melangkah menuju tempat seorang perempuan yang berdiri menunggunya. Lelaki itu telah siap menyambut lembar kehidupan baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
RAMBE NAJOGI
mampir lagi aku thoorr dkaryamu, ini cerita altar yg pelukis itu kan ya
2022-09-30
0
Erni Fitriana
keremu lagi dikarya ter debessssss mu ...lanjut kak...sydah langsung like n love😘😘😘😘😘
2021-08-22
0
Nacita
oke ka yoru abis maraton baca mas araz dan anya aku penasaran sm s dandelion 😉😉😉
2021-08-09
0