Cheerleader

Cheerleader

1

Tuhan menciptakanmu dengan paras yang begitu sempurna bak malaikat, namun hati yang begitu dingin bagaikan zamharir.

***

“I’m so lonely broken angel, I’m so lonely listen to my heart, one and only- ganteng banget!” suara pekikan Estelle yang cukup keras berhasil membuat Adam menoleh. Pria itu mengangkat sebelah alisnya saat melihat seragam Estelle yang berbeda dengan seragam yang sedang ia kenakan saat ini.

Tak ingin ambil pusing, Adam melanjutkan langkahnya meninggalkan Estelle yang masih terpaku dengan mulut yang terbuka sedikit.

“Njir malaikat,” gumam Estelle yang tatapan matanya masih saja tertuju pada punggung Adam yang semakin menjauh.

“Iya, malaikat maut,” ujar seseorang tepat di telinga Estelle hingga membuat gadis itu terperanjat.

“ANJ*NG! AAHH KAKAK MAH!” Estelle langsung merengek setelah tak sengaja mengumpat kasar. Ia memukul kakak laki-lakinya itu dengan sepenuh hati.

Axelle menyentil dahi Estelle pelan. “Heh, kasar! Gua aduin abang, mampus lo!”

“Ya abis … Kakak ngapain coba bisik-bisik di kuping gitu? Kan geli.” Estelle menggerutu pelan, mulutnya sudah maju beberapa senti mirip seperti bebek. Axelle yang gemas pun meraup mulut adiknya yang maju itu hingga si empunya berteriak kesal.

“Ya, lo sendiri ngapain di sini? Gua kira lo diculik sama gerandong karna tiba-tiba ilang gitu aja.”

Estelle semakin cemberut mendengar ledekan sang kakak. “Enak aja! Lagian orang mah dipegangin adeknya, digandeng gitu. Punya kakak gak peka banget!” protes gadis itu seraya mengulurkan sebelah tangannya dan memperagakan cara memegang tangannya.

Tak lagi membalas ocehan adiknya, Axelle langsung merangkul bahu Estelle dan menggiring gadis itu ke ruang tata usaha.

*

*

*

To, Kak Axelle: Kak … dimana?

From, Kak Axelle: Otw kantin.

Estelle celingak-celinguk kebingungan karena tidak tahu arah menuju kantin. Entah ini kebetulan atau memang keberuntungan gadis itu, dia melihat Axelle yang sedang bersama dengan temannya. Dengan berlari kecil Estelle menghampiri Axelle dan memeluk pinggang laki-laki itu.

Estelle tidak tahu jika tindakannya barusan bisa membuatnya terjebak dalam masalah, dia juga tidak menyadari puluhan pasang mata yang saat ini sedang memandangnya dengan tidak suka. Menghiraukan sekitarnya, Axelle pun dengan santainya ikut merangkul sang adik.

Mereka berjalan beriringan menuju kantin dengan tangan yang tertaut satu sama lain. Sampai akhirnya tatapan mata Estelle bertemu dengan gadis yang duduk satu meja dengannya di kelas. Dia tersenyum hangat dan menganggukkan kepalanya sopan namun gadis itu langsung saja pergi dengan ekspresi datarnya.

“Mau makan apa?” Suara Axelle berhasil menyadarkannya. Sadar jika adiknya tidak mendengarnya tadi, Axelle kembali mengulang tawarannya.

Estelle menoleh dengan mata berbinar mendengar tawaran Axelle. “Kecuali es.” Pupus sudah semangat gadis itu, dia menggeleng lesu dan beralih memperhatikan penampilan temannya Axelle.

“Kakak temennya kak Axelle?”

Laki-laki yang kini duduk di seberang Axelle mengulurkan tangannya dan disambut dengan hangat oleh Estelle.

“Gio,” ujar laki-laki itu memperkenalkan diri seraya tersenyum manis.

“Estelle …,” balas Estelle. Dia mengedipkan matanya lucu karena terpesona oleh kedua lesung pipi laki-laki itu.

“Kak Gio manis …,” lirih Estelle tanpa sadar dan Axelle yang mendengar itu pun melotot galak ke arah sang adik. Tatapan mata Axelle kini tertuju pada tautan tangan keduanya yang sampai sekarang tidak lepas juga, Estelle bahkan masih terpaku pada Gio yang terus saja menunjukkan senyum manisnya.

“Dateng juga lo, kemana aja?” Suara Axelle berhasil mengalihkan perhatian keduanya, Estelle sedikit terkejut saat melihat laki-laki yang tadi pagi.

“Eoh! Malaikat yang pagi tadi!” seru Estelle semangat.

“Malaikat?” ujar Gio bertanya-tanya.

Estelle mengangguk antusias seraya tersenyum lebar sampai kedua matanya menyipit. “Abis ganteng banget kaya malaikat.” Axelle meringis mendengar pernyataan sang adik.

“Adam, kaya malaikat? Pfft!” Gio tak bisa menahan tawanya mendengar komentar Estelle mengenai temannya itu. Ia bahkan sampai memukul-mukul meja karena di telinganya perkataan Estelle terdengar sangat konyol.

“Lain kali jangan kaya gini, bisa?” tegur Adam tegas pada Estelle yang masih menatapnya dengan tatapan kagum. Gadis itu langsung menundukkan kepalanya setelah diberi peringatan oleh Adam.

Axelle menatap temannya itu dengan tajam. “Lo juga bisa biasa aja gak? Adek gua kan cuma muji lo doang, harus banget sampe segitunya?” Estelle mengangkat kepalanya dan menggeleng panik saat suara sang kakak terdengar marah. Demi apa pun ia tidak ingin menyebabkan masalah di hari pertamanya sekolah di sini.

“Kak, gapapa kok. Lagian ini salah Estelle juga karena udah bikin kak Adam gak nyaman,” cicit Estelle sambil sesekali mencuri pandang ke arah Adam.

“See. Kalau gitu gua pergi-”

Estelle panik, dia langsung berdiri hingga Adam menghentikan perkataannya. “Jangan! Biar Estelle aja yang pergi, Kak Adam lanjut aja di sini. Kak Axelle, aku balik ke kelas ya ….” Setelah mengecup pipi Axelle, Estelle langsung pergi dari sana mengabaikan tatapan tajam Axelle yang menyuruhnya untuk tetap diam di tempatnya.

“Lo keterlaluan, Dam,” ujar Gio yang sedikit merasa bersalah pada Estelle. Kalau saja ia tidak tertawa tadi, Adam pasti tidak akan melampiaskan kekesalannya pada gadis itu.

“Salah gua gitu? Dia sendiri aja ngaku kok kalau dia salah,” balas Adam tidak terima.

“Gua sebagai kakaknya aja gak pernah kaya gitu ke dia. Lo siapanya sampe kaya gitu ke dia, hah?” Meskipun Axelle tidak meninggikan suaranya, namun Gio bisa menangkap kemarahan Axelle pada Adam lewat perkataannya.

“Gua salah karena ngingetin adek lo buat gak ganjen?”

Axelle menatap Adam tidak menyangka, begitu juga dengan Gio. Ia benar-benar tidak menyangka Adam akan berkata seperti itu tentang Estelle di hadapan Axelle langsung.

“Lo!” Axelle bangun dari tempat duduknya dan hendak memukul Adam, namun sayangnya Gio dengan cepat menahan Axelle.

“Anjing, awas aja kalau lo sampe nyakitin Estelle! Gua tebas pala lo!” Setelah membuat satu kantin terdiam karena perkataannya, Axelle langsung pergi dari sana untuk menyusul sang adik.

Di sisi lain ….

Karena bingung harus kemana, Estelle akhirnya memutuskan untuk duduk di depan kelasnya sambil melihat beberapa laki-laki bermain sepak bola.

Estelle menepuk-nepuk dadanya pelan, entah karena apa dadanya sedikit sesak. “Duh, aku kenapa sih?” tanya Estelle pada dirinya sendiri.

Segerombolan gadis menghampiri Estelle yang masih sibuk menepuk-nepuk dadanya. “Lo siapanya Kak Axelle?” tanya salah satu dari mereka. Estelle yang bingung karena tiba-tiba ditanya seperti itu pun hanya bisa diam dengan dahi berkerut.

“Heh, jawab!” bentakan itu berhasil membuat Estelle tersentak dan cegukan.

Estelle menatap gadis yang membentaknya dengan tajam. “Bisa hik biasa aja hik gak?! Jadi cegukan nih!” teriaknya kesal.

Bibir Estelle mengerucut sebal dan berusaha mengatur napasnya agar cegukannya hilang. Namun sepertinya gerombolan gadis tadi enggan menunggu. “Woi!” Salah satu dari mereka yang membentak Estelle tadi kembali berteriak dan mendorong Estelle sampai terjatuh dari duduknya.

“Kalian hik kalau mau hik ribut jangan hik curi start hik duluan dong! Hik gak aci!” teriak Estelle merengek.

“Kalian ngapain?” Axelle datang dengan wajah yang tidak bersahabat. Ia menatap satu-persatu gadis yang ada di hadapannya saat ini dengan tatapan tajam sebelum perhatiannya teralihkan pada Estelle yang terduduk di lantai.

“Lo kenapa duduk di bawah? Diapain sama mereka?” tanya Axelle seraya membantu Estelle untuk bangun dan mendudukan gadis itu di bangku.

Estelle menggeleng. “Gak kok hik. Ahh cegukannya gak hik mau berhentiii,” rengeknya. Kesempatan ini langsung dimanfaatkan oleh segerombolan gadis tadi untuk pergi dari sana.

“Heh, kalian!”

Estelle langsung menahan tangan Axelle dan menggeleng pelan. Axelle menatap wajah sang adik cukup lama dan menghembuskan napas panjang setelahnya. “Kalau ada masalah apa-apa ngomong, jangan diem aja. Kalau dihina, hina balik. Kalau dipukul, pukul balik. Jangan jadi kaya orang bego yang diem aja diperlakukan semena-mena sementara lo sendiri gak salah apa-apa.”

“Iya,” balas Estelle seadanya.

“Jangan iya-iya aja tapi dilakuin juga.” Axelle mengusak-usak rambut Estelle gemas.

Estelle merengut sebal. “Iya ih!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!