Ombak pernah menghempasku, namun tidak sejauh dan sekeras yang kau lakukan padaku.
***
Mom pulang? batin Estelle saat mendengar suara percakapan sang mommy dengan Axelle di ruang keluarga.
“Mommy mau jodohin Estelle sama Adam? Yang bener aja dong, Mom?!” Estelle langsung bersembunyi di balik dinding setelah mendengar Axelle menyebut namanya, dia sedikit mengintip untuk melihat keduanya.
“Kamu kan bilangnya capek jagain adek kamu.”
Jleb!
Mendengar jawaban dari sang mommy entah kenapa membuat dada Estelle terasa sesak, kakinya lemas seketika. Axelle dan Agatha serentak menoleh ke arah ruang tamu kala mendengar suara benda jatuh yang cukup kencang. Mata Axelle membola ketika mendapati kondisi adiknya yang jatuh terduduk dengan kepala tertunduk dalam hingga seluruh wajahnya tertutupi rambut. Dengan cepat dia langsung menghampiri Estelle dan berniat untuk membantunya berdiri.
Plak!
Estelle menepis tangan Axelle dengan kencang, dia berusaha kembali ke kamarnya dengan merayap, enggan menerima bantuan sang kakak. Sekuat tenaga gadis itu pergi dari sana dengan merayap karena tidak kuat berdiri.
“Kamu ngapain begitu? Bangun!” Deep voice itu membuat semua orang yang ada di ruangan ini tegang. Bahkan Axelle sampai menelan ludahnya gugup. Bang Jacob pulang? batinnya.
Jacob mendirikan tubuh Estelle dengan mudah. “Kamu kenapa?” tanyanya dengan suara lembut.
Namun Estelle langsung pingsan saat dipaksa berdiri oleh Jacob. Dengan sigap Jacob langsung saja membawa adiknya itu ke dalam kamarnya yang sekarang ditempati oleh Estelle. Axelle membantu Jacob menyingkirkan barang-barang yang ada di kasur sang adik.
“Keluar … gue juga mau istirahat di sini.” Axelle mengangguk ragu, dia melihat Estelle sebentar lalu keluar dari kamar.
“I’m sorry, I’m late …,” lirih Jacob seraya mengusap dahi Estelle yang penuh keringat.
Tadinya hari ini dia akan memberi kejutan untuk semuanya dengan pulang tanpa memberitahu sebelumnya, namun ketika masuk ke dalam rumahnya dia malah dikejutkan dengan pemandangan adiknya yang sedang merayap menuju kamarnya.
Ini salahnya, harusnya dia tidak mempercayakan Estelle pada Axelle ataupun pada sang mommy, harusnya dia tidak meninggalkan adiknya itu di sini hanya untuk belajar, harusnya ia pulang lebih cepat dan menolak permintaan sang kakek.
Harusnya seperti itu, pikir Jacob sangat menyesal.
Keesokannya ….
Hari ini Estelle sengaja berangkat subuh-subuh untuk menghindari Axelle, dia masih tidak sanggup jika harus bertatap muka dengan Axelle mengingat percakapan laki-laki itu dengan sang mommy.
Estelle menghembuskan napas panjang, akhirnya dia sampai di sekolah.
“Estelle?” Estelle menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Dia tersenyum lebar saat melihat Joyceline; teman sebangkunya. Joyceline duduk di sebelah Estelle tanpa mengatakan apa pun lalu memberikannya sebungkus roti.
“Makasih.” Estelle berterima kasih seraya tersenyum hangat dan hanya dibalas oleh Joyceline dengan anggukan kepala saja.
“Tumben.”
“Hmm?” Dahi Estelle berkerut dalam karena tidak mengerti arah pembicaraan Joyceline.
“Tumben udah dateng.” Estelle tersenyum kecil mendengarnya, gadis itu menengadahkan kepalanya, entah kenapa matanya saat ini terasa panas.
Joyceline hanya diam, dia tahu gadis di sebelahnya ini sedang menahan tangis. “Aku lagi ada sedikit masalah sama kak Axelle …,” lirih Estelle.
“Ouhh iya, kak Axelle itu kakak aku. Jadi jangan salah paham ya,” lanjutnya. Dia tak ingin teman barunya itu salah paham seperti murid-murid lain hingga menjauhinya. Estelle tidak bodoh dan dia cukup peka jika semua siswi membenci kedekatannya dengan Axelle.
Joyceline hanya mengangguk kaku. Setelah itu keduanya terdiam cukup lama.
“Mau bolos?” Mata Estelle membola mendengar ajakan Joyceline.
“Mumpung sekolah masih sepi,” lanjut Joyceline yang sudah bangun dari duduknya. Gadis itu bahkan sudah menggendong kembali tasnya di pundak.
Estelle terdiam sebentar, lalu dia mengangguk setuju. “Boleh deh, mau kemana?”
Joyceline menarik tangan Estelle dengan lembut, dia membawa gadis itu melewati gerbang belakang sekolah. “Tunggu di sini sebentar,” perintahnya yang diangguki patuh oleh Estelle.
Joyceline pergi sebentar lalu kembali muncul dengan mengendarai mobil sport.
“Nae ap-e wajuseyo,” refleks Estelle ikut bernyanyi ketika mendengar lantunan salah satu lagu kesukaannya.
Joyceline tersenyum, mereka berdua akhirnya bernyanyi sepanjang jalan.
Estelle mengernyit saat Joyceline memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. “Kok berhenti?”
Joyceline tidak menjawab, gadis itu justru melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil. “Sebentar.”
Tak lama gadis itu kembali dengan ransel di tangannya. “Ganti,” perintah Joyceline seraya menyodorkan beberapa potong pakaian pada Estelle.
“Hah?” tanya Estelle tak mengerti.
“Biar leluasa tanpa ketahuan,” jelas Joyceline yang diangguki paham oleh Estelle.
Setelah berganti pakaian, Joyceline kembali menjalankan mobilnya menuju ke salah satu pusat perbelanjaan di kota ini. Mereka menonton film di bioskop, bermain, dan juga mengelilingi mall dengan memasuki toko satu persatu.
“Kamu gak jadi beli sepatu yang tadi?” Estelle menggeleng.
“Uang cash aku cuma ada tiga ratus ribu, kalau pake kartu kredit … nanti ketauan bolos,” ucap Estelle seraya melihat ponselnya yang dari tadi ia matikan, tanpa sadar dia kembali menyalakan ponselnya.
“Lagi niat banget sih, gak mungkin lah kak Axelle sampe segitunya.”
Estelle menggeleng frustrasi. “Kak Axelle emang gak sampe segitunya, tapi bang Jacob.” Dia mengaduk-aduk minumannya tanpa minat. Mendengar nama sang kakak ia jadi kembali teringat masalah semalam.
“Kamu punya kakak laki-laki dua?” Estelle mengangguk malas mendengar nada bicara Joyceline yang begitu antusias.
“Enak ya,” ucap Joyceline.
Estelle menghembuskan napas panjang. “Gak enak tau, mereka itu over protective tapi kalau udah sibuk, kita gak bakal dianggap.”
“Stelle, lo ke toilet gih,” perintah Joyceline yang tatapan matanya fokus ke luar tempat makan.
“Kenapa?” tanya Estelle yang tidak mendapat tanggapan apa pun. Ia pun mengikuti arah pandang gadis itu, matanya membola saat melihat Axelle dan Gio sudah ada di mall ini.
Joyceline menepuk-nepuk tangan Estelle panik. “Cepet! Nanti kalau udah aman gue samperin.” Estelle mengangguk patuh. Dengan tergesa-gesa dia membawa ponsel dan dompetnya ikut ke toilet. Padahal kan aku gak nyalain HP kenapa kak Axelle bisa ada di sini? pikirnya.
Duk!
Karena melamun, gadis itu tak sadar sudah menabrak seorang laki-laki saat hendak masuk ke toilet.
“Lo!” bentak orang yang ia tabrak.
Estelle memejamkan matanya takut sambil meminta maaf, dia berniat langsung masuk ke toilet tapi kaos yang dipakainya malah ditarik ke belakang hingga dia pun ikut tertarik ke belakang. Estelle membuka sebelah matanya dan langsung membelalak kaget saat melihat Adam di depannya.
“Abang lo telepon Axelle, bilang kalau lo lagi ada di sini. Axelle nyariin lo tuh kaya orang gila!” Nada bicara Adam sudah naik, bahkan beberapa pengunjung sampai melihat ke arah mereka.
Estelle menggigit bibirnya khawatir, dia menangkup kedua tangannya memohon dan menggosokkannya panik. “Anggap aja Kak Adam gak liat aku ya. Please please … kali iniii aja.” Estelle terdiam menunggu jawaban dari mulut laki-laki itu, tapi melihat ekspresi wajah Adam yang datar membuat gadis itu pesimis.
“Misi dong mba mas, kalau berantem jangan di depan toilet!” tegur seorang laki-laki yang sepertinya sedang terburu-buru.
Bruk!
Estelle terhuyung ke depan karena ditubruk oleh laki-laki tadi dan untungnya Adam menangkap tubuh gadis itu. “Maaf mba saya kebelet.”
Estelle buru-buru melepaskan diri dari Adam dan pergi menjauh.
“Temuin Axelle sekali.”
Langkah gadis itu terhenti mendengarnya, namun kembali melangkah saat melihat Joyceline yang hendak menghampirinya. “Itu kak Adam?” Estelle mengangguk, mereka pun bergegas untuk pergi dari sana.
“Kita mau kemana sekarang? Terus yakin lo- kamu bisa bawa mobil ini?” tanya Joyceline tidak yakin. Saat ini mereka berdua sudah ada di dalam mobil Joyceline dengan Estelle yang duduk di kursi pengemudi.
Estelle menyeringai tipis namun dalam persekian detik gadis itu tersenyum manis sampai kedua matanya menyipit. “Bisa kok, kamu tenang aja.” Meski begitu tetap saja Joyceline merasa khawatir. Bukan hanya karena ia tidak tahu bagaimana kemampuan Estelle dalam mengemudi, ia juga khawatir dengan keadaan mobil kesayangannya ini nanti kalau semisal terjadi sesuatu pada mereka berdua nanti.
“Seat belt, Celine.” Estelle mengingatkan gadis di sampingnya begitu mobil yang dikendarainya sudah keluar dari area pusat perbelanjaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments