Menertawakan Diri Sendiri
Namaku Helmy Syahputra. Orang biasa memanggilku Agam. Aku adalah manusia yang dilahirkan tidak peka. Seorang lelaki yang bisa disebut lebih sering kurang beruntung untuk mendapatkan kasih sayang seorang wanita yang aku inginkan. "Hahahahaha..." Jika kalian bertanya mengapa? Aku pun tidak tau mengapa. Namun betapa anehnya, aku bisa tertawa meski jalan hidupku seperti ini. Namun aku sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan hatiku penuh rasa syukur.
Inilah sebuah cerita yang biasa-biasa saja, tidak ada faedahnya. Hari ini adalah di mana hatiku telah siap untuk patah dari kesekian kalinya. Ya benar, kali ini hati aku mengemis kepada logika untuk mengundang seorang wanita
agar menetap di relung sukmaku. Namanya adalah Cut Lamkaruna Maula. Seorang wanita yang biasa-biasa saja di mata lelaki lain, namun dimataku ia yang mampu mengendalikan elemen darah sehingga jantungku berdetak
cepat.
Kamar bagiku adalah surga dunia kedua setelah hutan dan pantai. Di mana aku bisa merencanakan sesuatu dengan matang dan berimajinasi dengan jelas ketika ego tidak diberi makan. Buku dan kopi yang menemaniku pagi ini. Hidupku yang datar dan biasa-biasa saja, aku tetap bisa mensyukuri. Aku juga masih bisa tertawa di saat sendiri. Memang sihh seperti orang gila. Inilah aku, tetap bisa tersenyum tawa meski tidak ada wanita yang mendampingi.
Aroma kopi mengingatkanku pada sebatang rokok. Lalu membakar dan menghirup dalam-dalam. "Ssss.. huuufffhh..." Imajinasiku semakin terlihat jelas ketika aku membaca buku karya Fiersa Besari yang berjudul 'Garis Waktu' yang berbunyi 'Menangis tidak membuktikan kau lemah, itu mengindikasikan kau hidup. Apa yang kau lakukan setelah menangislah penentu lemah atau tidaknya dirimu'. Aku pun tersenyum, jiwa bangkit seperti ada dorongan dalam motivasi tersebut. Telepon berdering menandakan aku harus kumpul di taman Bambu Runcing dengan teman-teman. Dan bergegas berangkat dengan sepeda motor kesayanganku.
Aku pun telah sampai di tempat yang telah ditentukan oleh temanku. Siang ini aku dan teman-teman berkumpul dan merencanakan pukul 20:00 wib untuk menghadiri sebuah acara tunangan Abay. Kami berkumpul di kedai kopi.
"Wey, nanti malam kita kumpul di mana?" kata Dery.
"Di lapangan Merdeka aja, gimana?" sahut Angga.
Lalu, Megy yang baru berkumpul menjawab "Udah-udah, jangan ribut lagi, nanti malam kita langsung aja ke rumah Abay. Gimana? cocok?"
Akhirnya kami pun setuju dengan usulan Megy. Setelah kami menyepakati semua, kami pun kembali kediaman masing.
Setiba di rumah. Rumah aku kosong, karena seluruh keluarga keluar kota. Aku pun melangkah ke dapur dan mengambil gelas untuk menyeduh kopi. Setelah selesai, lalu aku mengambil mainan kesukaan yang tergantung di dinding. Lalu memetik melodi dengan frekuensi yang ada di kepala. "PENGUASA... PENGUASAA.. BERILAH HAMBAMU UANG". Berteriak dengan gitar hingga suara parau. Bernyanyi seakan mengutuk keadaan.
Jam menunjukkan pukul 19:30 wib yang menandakan untuk berkumpul di rumah Abay untuk mengantarnya yang akan bertunangan dengan pujaan hatinya. Aku mempersiapkan diri sendiri dan serapi mungkin. Kemudian aku pun berangkat dengan sepeda motor.
Akhirnya tiba di rumah Abay. Dery, Megi, Angga, Yoga, Adi, Acol, dll. Telah menunggu, dan aku pun langsung bergabung dengan perut yang kosong.
"Arrgghh" suara cacing perutku. Cenger kuda.
"Yahh, perutmu paduan suara Gam, hahahaha..." kata Yogi.
"Gam, ini acara tunangan, bukan acara pesta. Bukan waktu nya kita berburu rendang," sahut Diandra, dan kami pun tertawa pecah. "Hahahahahaha...."
Abay pun datang menghampiri kami. "Ada apa nih ribut amat, kayaknya lucu?" kata Abay.
"Bay, Agam datang kemari cuma mau makan doank..!!" Yoga pun sahut.
"Kok gitu?"
"Habis, cacingnya Agam paduan suaranya," Yogi jawab.
"Hahahaha... Selow, di sana ada makanan. Nanti kita makan sana...!!" kata Abay.
Sungguh malam yang menyenangkan. Didukung bulan purnama yang dikelilingi oleh taburan bintang. Senyum dan tawa hampir sekitar rumah. Mobil-mobil memenuhi halaman rumah yang hendak akan menghantarkan temanku ke sebuah upacara memasangkan logam mulia di jari manis kekasihnya.
Setelah semua telah siap untuk menuju kediaman pihak mempelai wanita, kami pun berangkat bersama. Dalam perjalanan, aku sangat senang. Melihat teman-temanku yang berangkat dengan sepeda motor yang bergandengan tertawa riang. Kami semua sangat senang, karena salah satu teman kami akan menjadi pemimpin rumah tangga yang bahagia. Namun jauh di sudut hatiku, ada rasa iri. "Kapan ya? Aku seperti Abay. Jangankan untuk menikah, untuk mendapatkan pacar aja sangat sulit," keluh dalam hatiku. Aku pun tersenyum sendiri, betapa lucu dunia ini.
Kami para rombongan pihak mempelai pria pun telah tiba di rumah mempelai wanita. Saat kami tiba, perutku bersuara.
"Gam... Cacing kamu tuh, tolong dikondisikan. Suruh diam dulu, sebentar lagi kita akan makan," kata Acol dengan bahasa cadelnya.
"Kamu sih enak bicara, tapi gak ngerti perasaan cacing perutku," aku pun jawab.
"Yahh.. Keluar deh kata-kata puitis jomblo. Hahahaha..." Abay pun sahut.
"Iya memang aku akui kalau Agam berkalimat, amazing-lah. Tapi sayangnya, ditolak terus," sambung Acol. Yang lain pun ikut tertawa.
Kami pun mengangkat barang serahan ke dalam rumah mempelai wanita. Setelah selesai, kami kembali pun keluar menuju rombongan mempelai pria. Saat melangkah keluar aku ditegur oleh istri temanku. "Agam..!!" Aku hanya menjawab dengan melambaikan tangan sambil langsung bergegas menuju kumpulan rombongan mempelai pria. Karena aku merasa malu di sana banyak teman-teman ceweknya yang sedang duduk santai.
Ada lelaki berusia paruh baya datang menghampiri kami. "Pak..!! Hidangan telah kami siapkan, mari..!!"
"Akhirnya makan juga," gumanku.
"Makan mulu dalam pikiranmu, gemuknya kapan?" Sahut Yoga.
"Nanti, kalau sudah ada yang tiap paginya menghidangkan makanan," jawabku dengan sedikit kesal.
"Makanya, cepat-cepat cari pacar, biar ada yang terus memperhatikan pola makanmu."
"Iya deh iya, nanti aku coba. Doain saja di antara mereka-mereka ada yang tertarik denganku" jawabku sambil menunjukan tangan ke arah kumpulan gadis yang sedang duduk santai.
Kami pun langsung ke meja prasmanan. Setelah mengambil makanan, kami duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk para tamu.
Setelah makan, kuambil satu kretek dari saku bajuku. Kuhisap dalam-dalam dengan mata terpejam. Ada warna cerah bercahaya menghampiri dalam imajinasiku. Bukan cahaya bintang maupun cahaya bulan. Benar, ini warna kesukaanku. Warna biru langit dan cahaya yang biaskan oleh embun pagi. Entahlah, aku pun tidak tau maksud dari imajinasi tadi.
Acara telah selesai. Aku yakin, Abay sangat senang dengan selesainya tahap ini. Seorang wanita yang didamba-dambanya, mengakhiri perjalananya di hati yang ia puja. Aku bisa melihat jelas warna-warna yang ada di hatinya. Seperti Christopher Columbus yang senang bukan kepalang menemukan Benua Amerika.
Kemudian aku pun pamit kepada Abay, Mahaela dan teman-temanku. Saat aku hendak menuju motor, Meida menegurku.
"Woy, Agam..!!"
"Eh, ternyata ada bini orang yang memanggilku. Hehehe..." jawabku sambil cengar-cengir.
"Dasar!! Oh ya... kenalkan ini temanku, namanya Cut," kata Meida.
Woww... Langit mana yang meledak melihat mata sayunya berpadu dengan senyuman bibir tipis berwarna merah muda. Rona merah alami yang mengalahkan putih pipinya. Gunung vukanis di relung sukmaku seakan ingin mengeluarkan seisinya. Apakah ini gempa? Bukan, ternyata tubuhku bergetar. Apakah hujan telah turun? Bukan, ternyata keringat dingin bercucuran. Di menit itu juga, aku seakan sudah siap meledakan tubuhkan layaknya bom bunuh diri *******. "Tuhan, Aku tak tahan nikmat yang Engkau beri" guman hatiku.
"Hallo Agam...?" kata Meida. Aku pun tersentak dari lamunan.
"Da, aku balek dulu, ya?" jawabku.
"Hey... kenalan dulu, main pulang-pulang aja."
"Lain kali aja. Lagian aku buru-buru, kalau jodoh gak ke mana," jawabku sambil melambaikan tangan. Aku langsung menancapkan motor menuju arah pulang.
Setiba di rumah, aku hempaskan tubuhku di kasur. Erat-erat kupeluk bantal guling. Memang setiap ucapan adalah doa, dan ucapanku di rumah Abay benar-benar terjadi. Mimpi apa aku semalam? bahwa malam ini lidahku pahit.
Antara senang dan bodoh. Siapa yang tidak senang? setengah jam lalu aku melihat malaikat yang dikirim oleh Tuhan melalui temanku. Aku merasa beruntung. Seperti halnya aku sedang berjalan dan melihat uang Rp. 100.000 tercecer di saat bulan tua. Aku rasa kalian juga bisa merasakan seperti halnya yang aku rasakan. Aku girang bukan main. Hanya saja yang tidak aku lakukan ialah aku gigit dan ******* bantal guling yang aku peluk. Seperti itulah rasa senang, hampir mendekati gila.
Namun bodohnya aku adalah tidak sempat menjabat tangannya, dan belum lagi sempat membiarkan dirinya menanyakan namaku. Kalian tau karena apa? Ya benar, grogi. Serius, tubuh yang bergetar yang sempat di sangka gempa. Keringat dingin yang kukira hujan. Seandainya aku memiliki daya untuk sedikit saja menahan hal bodoh itu, mungkin tercapailah sesuatu yang diharapkan. Begitulah kira-kira betapa idiotnya Hemy Syahputra ini.
Malam semakin larut. Aku pun semakin larut dalam imajinasiku. Lalu memutar lagu Rhoma Irama di layar ponsel yang berjudul Judi. Tanpa sadar aku pun hilang ingatan memasuki alam gendeng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Vieneze
semangat selalu Thor.
2021-04-17
0
Nndya_kun
saoloh kak,aku baru baca...dan tulisannya tu puitis bgt,kek nyesek aja dihatieeee...uhuk..(batuk gw sorry)
dah lah,gw paporit in dlu ye,mksih dah bikin cerita ini,kek sedikit melambangkan tentang jiwaku,huaaaa😭😭😭,sayangnya gw cewek 😭
2021-04-15
0
Fu Jingsi
semangat kk
2021-03-24
4