..."Masih saja bertanya pada rembulan bagaimana cara mendapatkan dirimu...
...Namun bulan hanya diam dengan cahayanya semakin terang...
...Kodok berkata......
...Brokk.. brokk.. bodoh.."...
Pagi yang tidak diingin oleh para penggila uang. Udara dingin hinggap di sela pori-pori kulit. Menghambat aktivitas untuk kompor di rumah agar tetap menyala. Air langit terus-menerus membasahi kulit bumi. Sebagian merasa mempersulit langkah untuk menjaga bedak dan alis mata agar tidak luntur dan terjatuh dalam genangan air.
Ada juga yang membenci hujan. Karena menganggap yang jatuh bukanlah butiran air dari langit, akan tetapi yang jatuh adalah jutaan kenangan muram yang jatuh dari pintu dimensi masa lalunya. Menganggap hujan adalah benalu untuk dikonsumsi otak. Semua itu hanyalah belumnya berdamai dengan masa lalu.
Meski aku selalu gagal dalam hubungan asmara, bisa disebut masa lalu yang tidak layak untuk diceritakan pada cucuku. Aku masih menikmati semuanya. Hujan yang dingin membuat diriku lebih tenang. Hening dari setiap air yang mengalir di sudut-sudut daun. Sejuknya hujan aku percaya bahwa dunia masih bernapas, masih memberi harapan dan kesempatan untuk kegagalan dari segala kesalahan.
Secangkir kopi Aceh dan gitar akustik yang menemani pada pagi biru yang buram. "SEMUA KATA RINDUMU SEMAKIN MEMBUATKU.. TAK BERDAYA.. MENAHAN RASA INGIN JUMPAA..." teriak aku menyanyikan lagu Dewa 19 dengan judul 'Kangen'. Aku merasa bebas saat aku bernada tinggi, karena tidak ada yang tau betapa cempreng-nya suaraku. Kalau dibandingkan, masih bagus suara radio jadul punya nenek yang ada di kampung. Intinya tidak layaklah untuk masuk ke dapur rekaman.
Ada rasa sesak di dadaku. Seperti masuk angin, tapi bukan angin yang ini aku keluarkan. Buru-buru mengambil telepon. Rasa yang aku benci pun muncul. Padahal aku telah membunuhnya kemarin-kemarin hari. Namun nyatanya ia memiliki banyak nyawa. Karena rasa rindu mengalahkan rasa takut. Akhirnya, aku memiliki modal nekad untuk meneleponnya.
"Hay Cut?"
"Hey juga Bang..!!"
"Panggil saja Agam biar lebih akrab."
"Oke Agam..."
"Pagi yang dingin, ya?" tanyaku yang sok akrab.
"Iya Agam. Kenapa sedingin ini ya?"
"Ya namanya saja hujan. Kalau tidak dingin, berarti bukan hujan namanya."
"Terus, apa donk?"
"Pastinya kemarau.." jawabku.
"Hahahaha... Benar juga ya"
"Cut tau gak? Kenapa kodok bersuara?"
"Enggak tau"
"Aku juga gak tau kenapa"
"Apaan sih? Hahaha... Udah kasih pertanyaan tapi gak tau jawaban dari pertanyaan sendiri"
"Habis gak tau mau tanya apa"
"Terus, untuk apa nelpon?" Cut bertanya.
"Cuma ingin dengar suara Cut aja."
"Emang aku penyanyi? Hahaha ada aja."
"Ia, dan aku fans pertama kamu."
Aku tidak lihai dalam mencari topik pembicaraan. Aku tetap saja bekerja keras agar tetap mendengar suaranya. Kecanduan, seakan suaranya menjadi kebutuhan telinga.
Semakin terasa. Menarik napas dalam-dalam, sejuk dan tenteram di setiap rongga dada. Aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku. Gejolak-gejolak dalam dada dan otak menyatakan bahwa dia adalah asumsi untuk jiwaku. "Huuuffffsss," lepaslah gumpalan asap yang aku hisap dengan dalam.
"Kapan kita bisa makan malam di luar bersama?"
"Aku tidak makan malam," jawabnya.
"Diet..?"
"Bukan, tapi memang gak bagus makan malam. Lagian gak ada kegiatan kalau malam, jadi tidak butuh asupan makanan."
"Yasudah kalau gitu. Bagaimana makanan ringan atau hanya sekedar minum di luar?" tanyaku.
"Oke deh... Kapan?"
"Kan aku tadi sudah tanya"
"Hahaha... Oh ya lupa. Malam minggu, gimana? Kamu bisa gak?"
"Aku sih bebas, gimana enak kamu aja."
"Berarti fix, kan?"
Sungguh terpaksa mengajaknya untuk makan malam. Ternyata jiwa membutuhkan lebih dari pada sekedar suara. Aku percaya, takut hanyalah kulit yang di balik tekad. Bila sekuat tenaga dan mampu mengupas kulit itu, maka aku bisa menikmati isinya.
Hujan telah reda, maka pelangi adalah buah dari pada hujan. Begitulah hidup, setelah air mata ada tawa yang menanti. Kita tidak selamanya murung. Tidak perlu bersedih, hanya perlu bersabar menunggu melewati fase sial. Jika tidak bersabar, maka fase sial itu seharusnya tiga atau empat hari telah kamu lewati tapi diperpanjang masa fase itu oleh kamu sendiri.
Dua hari lagi aku menunggu sebuah pertemuan itu. Aku sangat girang bukan main. Pelangi di sebelah timur mendukung suasana hatiku. Kini keadaan sedang berbaik hati padaku. Aku bahagia, ternyata masih ada wanita yang mau diajak makan malam. Aku mengira ia menolak tawarku. Ternyata ia menerimanya. Mungkin pikiran aku saja yang pesimis.
Semalam kami telah sepakat untuk nongkrong di sebuah restoran, yang bisa dikatakan memiliki nama di Kota Langsa. Mereka lebih dulu sudah berada di sana. Seperti biasa, aku terlambat.
Sesampai di sana, ada dua meja yang telah di gabung menjadi satu. Meja yang tidak terlalu besar, mungkin pemiliknya memang men-setting untuk sepasang kekasih. Wajar ini sedang ramai-ramainya. Tampak dari mereka menyambut dengan antusias. Kami berada di lantai dua, dengan makanan berjejer rapi dia atas meja, entah siapa yang baru saja gajian, pikirku. Kebetulan aku mendapatkan kursi di dekat balkon.
Mantan gebetan telah menjatuhkan pelukannya di punggung seorang pria. Mesra di atas sepeda motor seakan dunia milik mereka. Mereka berbelok ke arah restoran yang kami tempati. Aku merasa risih dan tidak nyaman. Namun aku menyembunyikan agar tetap biasa-biasa saja. Sesekali aku melirik mereka yang sedang bersulang. Tersenyum kecil di sudut, karena aku belum beruntung untuk mendapatkannya. Mungkin karena aku masih banyak
kekurangan dan belum mampu menutupi kekurangan-kekurangan ini.
"Gam, itukan pacar kamu, kan?" tanya Deri.
"Bukan..." jawabku.
"Kok bukan? Kan, sempat juga kamu jalan dengannya?"
"Ia sih, tapi gak sempat pacaran"
"Terus apa juga?" tanya Diandra.
"Mantan gebetan," jawabku dengan lesu.
"Kenapa bisa?" tanya Yoga.
"Ya bisalah... namanya aja cewek bisa pilih-pilih timba mana aja yang boleh masuk ke dalam sumur" jawabku sedikit kesal.
"Yahhh apa pula gitu. Di mana-mana timba-lah pilih sumur mana aja yang ia suka" jawab Angga.
"Sumur yang ini beda njir. Sumur ini bisa pilih karena ia merasa cantik dan aku belum bisa seperti apa yang ia mau. Jadi, ia pun memilih yang berkualitas." jawabku.
Sambung Dimas "Berkualitas apaan gila. Aku kenal cowok yang ada di sana. Dia itu mantan teman aku saat di SMA. Itu cowok, cowok nakal. Memang sih tajir, tapi selalu ganti-ganti cewek"
"Hahahaha... Masuk dalam kubangan sapi-lah ya, cewek itu?" sahut Deri.
"Bukan, kubangan kerbau" jawab Yoga.
"Bukan juga, tapi masuk kubangan cinta," jawab Diandra.
"MAKAN TUHH CINTAAA.... HAHAHAHAHAHA......" jawab kami kompak seraya tertawa pecah bersamaan.
Memang benar seperti orang-orang bilang. Bahagia itu tidak mesti dengan pacar. Kita bisa menemukan kebahagiaan di mana saja. Yang menentukan kita bahagia atau tidak, adalah kita sendiri. Mana kala kita baru saja ditinggalkan. Kita tidak perlu sedih, kita hanya perlu bangkit.
Namun yang sedang aku lamun adalah bukan mantan gebetan yang sedang bermesraan dengan kekasih barunya. Akan tetapi membayangkan; seharusnya yang ada di sana adalah aku dan Cut yang sedang bersulang minum.
Bukan ingin diriku membayangkan Cut, tapi memang harus dikatakan sebenarnya rindu. Aku tersenyum sendiri, karena aku berpikir terlalu jauh. Satu sisi aku tidak pernah menyangka, karena apa yang diharapkan telah tercapai.
"Woy... Bengong aja. Galau ya, karna di tikung?" Deri mengagetkan aku.
"Bukan, tapi lucu aja apa yang telah terlewati," jawabku.
"Lucu apaan?"
"Lucu aja membayangkan planet bumi ini. Di mana para penghuninya sibuk mengejar kesempurnaan."
"Maksudnya gimana?" tanya Diandra.
"Contoh nih ya. Setiap kita mencari gadget. Maunya RAM besar, kamera dengan megapixel tinggi, memori internal yang besar, CPU yang tinggi. Kira-kira ada gak, gadget yang seperti itu?" aku bertanya. mereka hanya
menggelengkan kepala.
"Ya gak ada-lah bossku. Mau itu gadget yang harganya selangit, tetap ada sisi kurangnya" tegasku.
"Begitu juga, semua orang menginginkan sempurna. Setia, tajir, tampan, dan baik? Benar gak?" sambungku. Mereka hanya mengangguk. "Ya pasti enggak ada" tambahku.
"Kalau pun ada pasti biaya pembuatannya mahal, benar gak?" sahut Diandra.
"Kau kira robot anjirr..." tegas Yoga.
"Kan secara gitu. Pria itu lebih sedikit dari pada wanita di muka bumi. Mana tau stock cowok jomblo sudah habis. Jadi, ceweknya kawin dengan robot-lah," jawab Diandra dengan tampang sok keren.
"Jadi apa ya kira-kira kalau kawinnya dengan robot?" tanyaku.
"Nanti anaknya Terminator, njirr," jawab Dimas.
'Seandainya kau berada di sini pasti aku menang banyak. Bagaimana tidak? Aku bisa setiap saat melihat kau tersenyum. Aku bisa setiap saat melihatmu tertawa. Suara dan senyummu adalah kebutuhan jiwaku. Tapi, jangan terlalu sering kau tersenyum. Itu sama saja membuat aku tidak bisa tidur.'
'Seandainya kau berada di sini. Terimaksih kau telah menyembuhkann penyakit rinduku. Terimakasih telah memberi makan telingaku dengan suaramu. Terimaksih telah memberi minum mataku dengan senyummu. Terima kasih...'
'Seandainya kau berada di sini. Kau akan paham makna kopi. Bahwa manis itu adalah kamu, dan Pahit itu adalah aku. Kita saling melengkapi. Dengan begitu, kopi akan terasa nikmat. Begitu pula hidup. Akan terasa nikamt dan indah jika saling melengkapi.
'Seandainyaa... Ahh terlalu banyak seandainya...'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope
i ❤️ 'makan tuh cinta' 😹😹😹 😘😘😘❤️👍
2021-04-15
1
Vani
pagi yg tidak diingin oleh para penggila uang. Udara dingin hinggap di sela pori-pori kulit.Menghambat aktivitas untuk kompor dirumah tetap menyala. Rebahan gitu gam 🙂
bilangnya terpaksa ngajak makan malam pas udah waktunya jadi riang gitu gam....
gam dipanggil Agam (Cakradonya) tuh disuruh belajar bareng sesama Fakultas Teknik.....
2021-03-24
1