Bab 18

"Laraaass... kamu kemana sayang..." Sri berteriak histeris. Dia menjatuhkan lututnya di atas conblock. Selama ini ia menjaga anaknya dengan baik, kemana-mana selalu diajak. Sri menyesal seandainya tadi mengajak Laras ke resto tentu putrinya itu masih bersamanya.

Teriakan Sri pun mengundang penghuni kontrakan dan berlari keluar termasuk bu Sudriah.

"Ada apa Sri?" Sudriah membantu Yani membangunkan Sri. Namun, Sri menenggelamkan wajahnya di atas lutut yang dia peluk erat.

"Saya yang salah Bu" Yani pun ikut menangis menceritakan jika ia percaya begitu saja ketika ada pria yang mengajak Laras pergi.

"Pria itu pergi ke arah mana? Membawa mobil tidak?" Cecar Sudriah seketika panik, ia ikut bertanggung jawab ketika terjadi ketidaknyamanan di kontrakan miliknya.

"Mobil hitam Bu, tapi saya tidak memperhatikan nomernya, lalu pergi ke arah sana" Yani menceritakan jika mobil tersebut lewat depan warung bu Sudriah.

"Bangun Sri, kita cek cctv" Sudriah hendak membantu Sri berdiri. Namun, Sri secepatnya bangun dengan cepat. Dalam langkahnya ia berdoa, semoga penculik Laras segera bisa diketahui.

"Saya takut Laras diculik Bu" ucap Sri sambil terisak-isak.

"Yang sabar ya, kita lihat cctv dulu" Sudriah mengusap-usap pundak Sri. Tiba di warung, Sudriah mengajak Sri menemui suaminya yang saat ini sedang menjaga toko.

"Beh, coba cek cctv, anaknya Sri ada yang menculik" kata Sudriah pada sang suami tanpa basa basi.

"Masa ada penculik Mak, biasanya di kontrakan kita aman-aman saja" Bang Sarif nampak tenang tetapi cepat-cepat melihat rekaman cctv. "Kira-kira kamu mengenal nomor mobil ini tidak Sri?" lanjut Bang Sarif minta Sri untuk mendekat.

Dengan perasaan tidak karuan Sri meneliti nomor mobil yang sempat tertangkap oleh camera cctv. "Mas Widodo? Berani sekali pria itu membawa anakku" Sri geram, Widodo sudah berani mengajak Laras dengan cara yang tidak benar, itu artinya mantan suaminya itu sudah berani menantangnya.

"Widodo? Siapa itu Sri?" Sudriah kaget ternyata Sri mengenalnya.

"Dia mantan suami saya Bu" Sri menatap Sudriah dengan tatapan kosong. Kemana ia harus mencari Laras? Lagi-lagi Sri sesegukan.

"Suami?" Sudriah melongo tidak melanjutkan berkata-kata karena ternyata suami Sri orang kaya. Dua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Kalau Laras bersama Ayahnya sih, jangan khawatir Sri" Bang Sarif membuka percakapan. Ia yakin jika Laras aman bersama ayahnya. "Apa mungkin selama ini kamu tidak mengizinkan mantan suami kamu bertemu Laras?" Sarif berspekulasi.

"Ceritanya panjang Pak" Sri tidak mau cerita, setelah mengucapkan terimakasih kemudian keluar dari warung handak mencari Laras.

"Saya harus mencari Laras Yan" Sri menemui Yani ke kontrakan dulu.

"Aku temani Mbak" Yani mengunci pintu lalu mengikuti Sri.

Sri berjalan kaki menyusuri sekitar sebelum akhirnya ke jalan raya. Ia berharap Widodo hanya mengajak Laras jalan-jalan tidak jauh dari wilayah itu. Ketika melewati minimarket dan supermarket terdekat. Sri berpikir Widodo mengajak Laras ke sana dan membelikan sesuatu. Namun, hingga kakinya lelah tidak juga menemukan yang mereka cari.

"Ya Allah... lindungilah Laras" Sri berdoa dalam tangis, entah ke mana lagi ia akan mencari.

"Kalau kita berjalan lurus, tidak jauh dari tempat itu ada mall Mbak, sebaiknya kita cari kesana" usul Yani langsung saja disetujui Sri.

Sri tidak peduli menjadi perhatian orang-orang karena wajahnya memerah, mata sembab, sambli terus menangis.

Dua lantai mall Sri cari hingga tidak ada yang terlewati, tapi usahanya hanya sia-sia. Ia mengajak Yani duduk sejenak di kursi plastik sambil berpikir ke mana ia harus mencari Widodo. Ke rumah Widodo jelas tidak mungkin karena Sally tidak akan menerima Laras.

"Ikut aku Yan" Sri seketika berdiri ketika ingat bengkel. Bisa saja Widodo mengajak Laras ke sana. Sri ingat ketika bareng satu mobil dengan Sally hendak ke pasar, Sally memberi tahu Sri posisi bengkelnya.

Yani hanya ikut saja ketika Sri menyetop angkutan ke arah bengkel. Jalan berhenti-jalan berherti, angkutan yang Sri tumpangi karena harus naik dan turunkan penumpang. Sri pun akhirnya tiba di bengkel mewah tepatnya di pinggir jalan.

"Pak Widodo ada?" Tanya Sri percaya diri ketika bertanya kepada satpam.

"Anda siapa?" Tanya satpam menatap Sri curiga.

"Saya art Nyonya Sally Pak, disuruh mengantar sesuatu ke ruangan Pak Widodo" Sri terpaksa berbohong, semua itu ia lalukan demi Laras.

"Mari saya antar" Satpam pun dengan mudahnya memberi izin, bahkan mengantar Sri tanpa curiga. Yani yang mengikuti hanya diam saja walaupun dihatinya banyak pertanyaan.

Satpam hanya mengantar sampai pintu lalu membiarkan Sri masuk. Tiba di dalam, dada Sri sesak ketika mendengar isak tangis Laras yang merengek minta pulang.

"Mana Bunda Ayah, katanya mau menjemput Bunda. Bunda pasti sedih mencari Laras nggak ada di rumah. Hu hu huuuu..."

"Laras..." Sri berlari ke dalam.

Widodo yang berusaha mengajak Laras jalan-jalan seketika diam begitu Sri datang.

"Bundaaaa..." Laras pun meninggalkan Widodo merangkul perut Sri dengan tangis penuh penyesalan. Wajah bundanya yang sembab itu sudah menjadi bukti jika sedang sedih mencari dirinya.

"Sayang... Laras menunggu sama Mbak Yani di luar pintu ya, Nak" bisik Sri lalu mengusap air mata Laras dengan jari.

"Iya Bun" Laras pun digandeng Yani keluar ruangan.

Plak! Plak! Plak.

Tiga tamparan Sri ke pipi Widodo tanpa ampun, mewakili perasaan dongkol yang Sri rasakan. "Lancang sekali Anda, berani membawa Laras tanpa permisi" Sri melempar tatapan tajam.

"Aku hanya kangen Laras Sri, apa salah jika aku ayahnya sekali-kali ingin mengajaknya jalan-jalan" Widodo membela diri. Padahal Widodo sudah merencanakan ini ketika tahu alamat Sri dari Prasetyo.

"Basi kata-kata Anda, kemana selama 5 tahun, hah? Setelah Anda gagal mendidik Ara, seenaknya mengaku-ngaku Laras sebagai anakmu!" Bentak Sri tidak peduli lagi saat ini di mana.

"Sri, aku datang ke kontrakan kamu sebenarnya ingin memenuhi permintaan kamu, agar kamu menandatangani surat cerai ini" Widodo rupanya ketakutan dengan emosi Sri yang meledak-ledak, kemudian ambil kertas di laci memberikan kepada Sri.

Dengan cepat, Sri menarik kertas tersebut membacanya seksama. Ketika sudah sesuai dengan apa yang ia pikirkan, tanpa ragu lagi kemudian mencoret kertas tersebut dengan perasaan lega.

"Sri, aku menceraikan kamu bukan berarti sudah tidak mencintaimu lagi, tapi aku lakukan ini karena separuh hatiku masih terisi dengan kamu" jujur Widodo.

"Hahaha... saya tahu, karena dengan Sally kamu hanya mencintai hartanya saja, benar bukan?" Sri tertawa meledek. "Tapi jika kamu tidak mau membuat dosa lagi, perbaiki kesalahan kamu dengan Sally" Sri pun akhirnya pergi meninggalkan Widodo.

"Kita pulang sayang..." Sri merangkul putrinya dari belakang yang tengah duduk menunggu dirinya.

Mereka berjalan bertiga Laras di tengah, tiba di lobby langkahnya berhenti karena dihadang dua orang.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Rina

Rina

Haduh siapa lagi sih itu , semoga Sriyono’s cepat mendapatkan kebahagiaan dan terbebas dari widodo Sally dan yg lainnya , semangat Sri kamu dan Laras berhak bahagia 🙏🏻

2025-04-10

4

Hana Roichati

Hana Roichati

Sri hati kamu baik, membela sally agar widodo intropeksi, tapi sally manusia lucknut

2025-04-10

1

Eka ELissa

Eka ELissa

huuu.....basi mkn tu cinta....dodol...

2025-04-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!