"Nyonya..." Sri berjalan mundur, sungguh tidak menyangka jika Sally akan tahu tempat tinggalnya yang baru. Sri meletakkan lidi di sudut teras, tetapi pandangannya tetap tertuju ke wajah Sally yang ingin meledak. "Da-dari mana Nyonya tahu tempat tinggal saya?" Sri sebenarnya ingin menyambut kedatangan Sally dengan baik, tapi melihat sikapnya yang tidak bersahabat Sri tentu harus waspada.
"Bukan perkara sulit bagi saya untuk bisa menemukan pelakor sepertimu" Sally mencak-mencak membuat Sri bingung, kenapa sikap Sally berubah seperti itu.
"Jangan sebut saya pelakor Nyonya, karena yang Anda tuduhkan tidak benar" Sri pun akhirnya terpancing setiap kali Sally menyebutnya pelakor.
"Dasar memang pelakor murahan, kamu bisa kontrak rumah ini pasti karena Widodo" Sally menuduh tanpa alasan. "Kembalikan uang yang Widodo berikan"
"Nyonya salah, saya tinggal di sini tidak ada campurtangan siapapun. Karena selama ini saya bukan pengemis yang suka minta belas kasihan, apa lagi dengan Widodo. Dalam hidup saya sudah tidak ada lagi urusan dengan pria itu. Ambil saja buat Nyonya, saya sama sekali tidak butuh" Sri hendak masuk karena tidak mau ribut mengganggu kenyamanan kontrakan, tetapi tangannya ditarik Sally ke halaman sekuat tenaga.
Rambut Sri dijambak Sally hingga tidak mampu bergerak, tanpa berpikir kaki Sri menendang kaki Sally.
"Auw" Sally hendak menendang balik tapi Sri menjauh.
"Berani sekali kamu Sri" Sally semakin marah dan berhasil menangkap Sri. Tangan Sally ia angkat hendak menampar pipi mulus Sri yang tanpa polesan itu.
"Eeeggg..." tiba-tiba saja Laras datang dan menggigit siku Sally. Laras menghalangi tubuh Sri agar jangan disentuh Sally.
"Dasar anak nakal, selama ini Tante kurang baik apa sama kamu, tapi ini balasan kamu" Sally mendelik gusar.
"Tante yang nakal, Tante sama Ara sudah mengambil Ayah Laras. Laras sudah iklhas kok, tapi Laras tidak terima kalau Tante mengganggu Bunda" Laras berkata lugas walapun berderai air mata.
"Sudah sayang..." Sri merangkul putrinya. Ia tidak menyangka jika Laras akan bicara seperti itu.
"Ada apa ini?" Bu Sudriah berjalan ke arah keributan diikuti mak-mak penghuni kontrakan lain.
"Kenalkan Bu, nama saya Sally" Sally mengenalkan diri. Sikap sangarnya tadi mendadak hilang dan nampak berkelas.
"Oh, saya pemilik kontrakan ini kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik" Sudriah berkata santun.
"Bu, kedatangan saya kesini hanya ingin memberi tahu ibu-ibu. Jaga suami masing-masing karena wanita ini pelakor murahan, dan saya sendiri yang sudah menjadi korbanya" Sally lantas menatap Sri sinis diikuti mata ibu-ibu yang lain.
Semua tidak ada yang menjawab karena tahu apa itu pelakor, wanita yang paling tidak disukai para mak-mak.
"Yang dikatakan Sally tidak benar Bu, saya bukan pelakor" Sri berusaha menjelaskan. Namun, semua ibu-ibu sudah terhasut kemudian kembali ke kontrakan masing-masing. Sementara Sally masuk mobil dalam perjalanan pulang tersenyum puas.
Malam harinya saat makan malam di kediaman momy, suasana keluarga Widodo masih dingin. Semenjak pertengkaran ketika itu mereka belum kembali ke rumah. Yakni Sally belum mau memberi maaf untuk Widodo. Momy yang biasanya berbicara ini itu hendak menyatukan kembali hati anak dan menantunya, malam ini sedang di kamar karena tidak enak badan.
"Sore tadi waktu Papa pulang kerja, Ara pergi sama Mama, kemana sayang?" Tanya Widodo, melirik Sally yang nampak kesal.
"Ikut Mama ke rumah Laras" jujur Ara.
Sally mendelik gusar, padahal putrinya itu sudah dia pesan agar jangan bercerita kepada papanya.
"Rumah Laras?" Widodo panik. Satu sisi ia senang jika Laras masih tinggal di Jakarta, tapi di sisi lain khawatir Sri akan mendapat masalah dari Sally.
"Iya, terus tadi lucu Pa, Mama sama bi Sri jambak-jambakan. Hihihi..." Ara justru tertawa geli ketika ingat pertengkaran sore tadi. Rupanya anak itu menonton dari dalam mobil.
Widodo menahan marah pada Sally, ketika malam hari di dalam kamar kemudian bertanya. "Di mana Laras Sally?"
"Jangan pura-pura nggak tahu, bukankah kamu yang membayar kontrakan untuk mereka" Sally melempar tatapan tajam ke arah Widodo.
"Kamu ini curiga terus Sally" Widodo kesal padahal sudah mengatakan pada Sally bahwa Sri menolak pemberianya.
"Sally, jika aku sudah tidak boleh berdekatan dengan mereka, aku ikuti, tapi tolong jangan ganggu mereka" Widodo benar-benar kecewa.
"Diam, saya mau tidur" Sally tidur menghadap tembok.
Widodo menjatuhkan bokongnya di kursi sofa. Ia merasa hancur karena tidak bisa bertemu anak kandungnya lagi.
*************
Tiga hari kemudian di tempat lain, selama tiga hari Sri murung dan sedih. Semenjak kehadiran Sally ke kontrakan, Sri menjadi wanita yang dikucilkan para tetangga kecuali bu Sudriah yang tidak begitu saja menelan mentah-mentah kata-kata Sally. Bahkan sudah tiga hari Sri tidak jualan.
Pagi hari ketika tengah menjemur pakaian mobil mewah berhenti di depanya.
"Assalamualaikum..." ucap pria tersenyum kala turun dari mobil.
"Waalaikumsallam" Sri menjawab.
"Loh, kok nggak jualan lagi Mbak" Prasetyo kecewa karena sudah tiga hari setiap mau kerja ingin sarapan Sri tidak jualan.
"Maaf Mas, saya sedang tidak enak badan" Sri nampak tidak semangat.
"Oh, kalau gitu semoga lekas sembuh dan bisa berjualan lagi" Prasetyo masuk ke mobil lalu pergi.
Sri menarik napas panjang, tetangga kontrakan memang memusuhi tetapi dari tetangga sekeliling setiap hari datang ingin jajan. "Sebaiknya aku segera meluruskan masalah ini" batin Sri. Sri tidak mau diusir tetangga karena masalah yang tidak benar.
"Sayang, Bunda pergi sebentar jangan kemana-mana, ya" Sri menemui Laras yang sedang belajar. Ia mengatakan akan ke rumah bu Sudriah.
"Iya Bunda"
Sri pun keluar dari kamar menemui Sudriah ke warung, karena Sudriah hanya di rumah ketika malam saja.
"Masuk Sri, ada apa?" Sudriah tahu jika Sri datang bukan untuk belanja.
"Maaf Bu, saya mengganggu waktunya sebentar" Sri sebenarnya tidak enak karena datang ke warung.
"Tidak apa-apa, wajahmu itu sepertinya ingin curhat, ceritakan Sri, Ibu akan mendengarkan" Sudriah menangkap ada beban berat yang Sri pikul sendiri.
"Bu, yang dikatakan Sally kemarin itu tidak benar, saya berani bersumpah" Sri meluruskan tuduhan Sally tentang pelakor. Sri terpaksa membuka rahasia rumah tangganya daripada dimusuhi tetangga.
"Ibu mah percaya sama kamu Sri" Sudriah bukan orang yang gampang dihasut. "Jadi... suamimu meninggalkan kamu bertahun-tahun hanya demi menikahi wanita kaya? Astagfirullah... jangan pikirkan lagi pria macam itu Sri" Sudriah greget sendiri. Sri masih muda dan cantik, tentu banyak pria yang serius jika Sri mau. Untuk apa mempertahankan pria seperti Widodo.
"Untuk itulah saya minta bantuan bu Sudriah" Sri minta bu Sudriah membantu meluruskan kepada para tetangga agar mereka tahu yang sebenarnya.
"Tentu saja Sri"
Malam harinya bu Sudriah memanggil para tetangga bahkan di tempat itu ada pak rt. Masalah pun selesai hingga keesokan paginya Sri mulai jualan.
"Mbak Sri sudah jualan lagi" Prasetyo antusias turun dari mobil.
"Iya Mas, mau pesan apa?" Sri merapikan dagangan yang hanya tinggal sedikit
"Biasa Mbak Sri, lontong sayur" Prasetyo minta lontong yang tersisa dibungkus semua.
"Ada tiga porsi lagi Mas" Sri menunjukkan tiga bungkus lontong sayur sembari tersenyum.
Sri tidak tahu jika di mobil Prasetyo ada wanita yang tidak suka dengan senyum Sri.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Rina
Semoga Sri mendapatkan kebahagiaan ya , dan semoga cewe yang bersama Prasetyo gak seperti Sally ya yg gak berpikir dengan jernih dan asap tiduh 🫢🫢🫢
2025-04-08
3
Hana Roichati
Ada apa lagi, semoga wanita yang dng prasetyo tidak main hakim sendiri, seperti sally wanita yang jahat n tidak bermartabat, asal tuduh
2025-04-08
1
Eka ELissa
TK ku sangka kmu jht bgt Sally Sri udh prgi juga msih kmu prmlukan dn kmu fitnah.....jht bgt kmu
2025-04-13
2