Widodo segera melanjutkan makan ketika lamunannya pada masa lalu kepergok Sally. "Ayo kalian juga makan" ujarnya, mengalihkan.
"Iya Mas" Sally pun makan menggunakan tangan karena ikan dan sambal memang cocok dimakan seperti itu.
"Ara kok tidak makan?" Sally menatap makanan Ara di piring tidak disentuh.
"Nggak mau, sayur sampah gitu suruh dimakan" Ara sebal melihat sayur asam tersebut ia anggap sayur sampah. "Terus ini apa? Ikan goreng. Sejak kapan Ara doyan ikan Ma" Ara tambah sewot.
"Ara, sebaiknya kamu belajar makan apa saja yang tersedia, jangan pilih-pilih makanan" Widodo menasehati.
"Benar kata Papa sayang... coba dulu dimakan" Sally menyuapi Ara.
"Nggak mau, Ara mau ayam goreng" Ara mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Tidak ada ayam goreng, tidak mau makan ya sudah, Ma" Widodo tidak mau Sally selalu menuruti kata Ara.
"Papa nakal" Ara meninggalkan mama papanya membanting bokongnya ke sofa.
Saat ini mereka makan di atas karpet ingin santai tetapi justru kacau karena ulah putrinya. Namun demikian, Sally tersenyum melihat suaminya makan dengan lahap. "Sayur asamnya enak ya, Mas?" Tanyanya tersenyum lalu ambil untuknya dalam mangkuk.
"Enak banget Ma" Widodo menjawab tanpa berpaling dari makanan. Mereka makan berdua tanpa Ara, tapi tetap menyisihkan untuk anak itu. Jika sudah kepentok lapar pasti nanti akan makan juga.
"Kalau gitu aku pulang ya Pa" Sally membenahi rantang setelah beristirahat beberapa saat.
"Untuk apa terburu-buru sayang... lihat, Ara tidur tuh" Widodo menoleh anaknya yang sudah pulas di sofa.
"Ya Allah... kasihan Pa" Sally berdiri lalu mengganjal kepala putrinya dengan bantal sofa.
*****************
"Bunda pasti capek, aku pijat ya" kata Laras ketika selesai shalat dzuhur mereka beristirahat di kamar bersama Sri. Tangan kecil itu mulai memijat betis Sri walaupun tidak disuruh anak itu sangat pengertian.
"Sayang... kamu juga capek, sebaiknya tidur saja" ucap Sri kasihan pada Laras. Ia tarik tubuh putrinya itu hingga tidur di sebelahnya.
"Laras kan tadi sudah tidur dua jam Bun" Laras memang sudah tidur dari jam 9 sampai jam 11 pagi.
"Sekarang bunda ingin ngobrol sama kamu" Sri tidur posisi miring memeluk putrinya itu. "Laras... jika Non Ara judes sama kamu lagi, lebih baik kamu menghindar sayang" nasehat Sri, perlakuan Ara tadi pagi rupanya mengganggu pikiran Sri. Ia tidak ingin jika perlakuan kasar Ara berdampak pada psikologis Laras.
"Iya Bun"
"Anak pintar, Laras harus bisa bersabar dulu sampai bunda mendapat uang untuk modal jualan sembako kecil-kecilan, bisa beli seragam untuk Laras masuk SD, terus kita pulang ke kampung" papar Sri panjang lebar. Ia khawatir jika Laras tidak betah, karena jika pindah kerja belum tentu diterima alasan membawa anak.
"Iya Bun, bagi Laras apapun yang terjadi akan tetap senang, yang penting bersama Bunda" pungkas Laras, karena sang bunda segera merangkul tubuhnya.
Anak dan ibu itupun akhirnya tidur siang. Tepat jam dua siang Sri bangun kemudian strika pakaian.
"Ada yang bisa Laras bantu nggak Bun" Laras menyusul bundanya ke ruang setrika.
"Tidak usah sayang" Sri menasehati putrinya jika Laras belum waktunya bekerja.
"Kalau gitu, aku belajar saja ya, Bun" Laras duduk di lantai dan melancarkan membaca.
"Anak Bunda memang hebat" Sri tersenyum menatap putrinya itu belajar tanpa disuruh.
Tanpa kenal lelah Sri strika baju satu persatu hingga selesai, tidak terasa sudah tiba waktu ashar. Seperti biasa, anak dan ibu itu shalat berjama'ah.
Jika Laras lanjut mandi, Sri ke dapur hendak menyiapkan makan malam. Sesuai yang diperintahkan Sally siang tadi, ia menggoreng ayam, sup ayam, tidak ketinggalan sambal.
Hingga masakan matang, Sri segera merapikan dapur kemudian mandi dan ganti pakaian. Adzan magrib berkumandang, Sri segera mengajak putrinya shalat.
Tin tiin tiiin...
Suara klakson pun berbunyi ketika Sri baru saja selesai magrib. "Tolong, mukena bunda dilipat sekalian sayang..." titahnya kepada Laras karena ia segera berlari membuka pintu depan setelah mendapat jawaban dari Laras.
Sri membuka pintu, rupanya Sally yang sedang menuntun Ara sudah menunggu di depan pintu. Begitu pintu terbuka segera masuk lanjut ke kamar sepertinya mereka ingin segera mandi.
Sri berjalan cepat membuka pagar, membiarkan mobil mewah itu masuk ke halaman. Sri menatap sepatu pria berwarna hitam turun dari mobil tidak lama kemudian muncul wajah pria berdasi menutup pintu.
Pria itu menoleh ke arah Sri yang masih berdiri berpegangan pagar. Dada Sri tiba-tiba sesak ketika pria itu adalah suaminya yang selama 5 tahun ini dia tunggu-tunggu. Namun, ia masih menahan diri untuk tidak berkata-kata khawatir salah orang.
"Sri, kamu" lirih Widodo.
Seketika Sri yakin jika pria itu memang suaminya. Dengan langkah berat ia mendekati Widodo yang masih terpaku di pinggir pintu mobil.
"Jadi gini kelakuan kamu Mas? Kamu tega meninggalkan Laras yang masih bayi merah, tapi begitu berhasil menggait wanita kaya lantas lupa dengan asal usul kamu?" Sri berlinang air mata.
"Sri, semua ini tidak seperti yang kamu pikirkan" Widodo hendak menyentuh Sri.
Plak
Tamparan keras Sri layangkan ke pipi Widodo. "Jangan sentuh saya karena secara agama kita bukan suami istri lagi" sinis Sri.
Widodo terkejut menatap wanita yang dulu selalu tersenyum, lembut ketika bertutur kata terutama kepada suami, tapi semua itu telah hilang hanya tinggal kenangan. Kini wajah Sri hanya ada kekecewaan dan kebencian. "Sri, aku akan jelaskan semuanya"
"Tidak perlu kamu jelaskan, karena dunia pun tahu, kamu ternyata pria yang tidak punya belas kasihan. Anak sendiri kamu biarkan kelaparan" Sri memegangi dadanya yang kian sakit mengingat penderitaan putrinya.
"Sri, kamu salah" Widodo lagi-lagi hendak menyentuh pipi Sri tapi wanita itu menjauh.
"Jangan sentuh saya, apa kamu tidak mendengar?" Sri melotot tajam. "Begitu silaunya kamu dengan harta hingga lupa menghitung batas berapa lama kamu meninggalkan istri di depan penghulu. Saya bukan siapa-siapa kamu lagi. Mengerti!" Tegas Sri. Sri hanya akan menuntut surat cerai agar statusnya jelas. Tidak ada ampun lagi bagi Sri karena sakit hati yang dia rasakan begitu mendalam.
"Aku sungguh tidak menyangka jika janji pria sepertimu ternyata hanya sampah" Sri menangis terisak-isak berlari ke luar pagar meninggalkan rumah itu.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Hana Roichati
Ikut sedih membaca ceritanya, lanjut kak 👍👍
2025-04-04
2
Eka ELissa
waduh...sari...laras gimna....ko kmu tinggal kbor....
2025-04-12
2
vj'z tri
eh tuh mulut ya ...kalau gak suka kasih menu itu ke akuh .... favorit ku ituh 🤭🤭🤭🤣🤣🤣🤣
2025-04-03
1