Sang Purnama

Sang Purnama

Titik Balik (opening act)

“Aku sudah belajar dari kesuksesan dan kehancuran para idola yang tidak peka akan hal ini. Dan aku hanya ingin kamu ngerti.”

***

Angela mantap melangkahkan kakinya menuju ke sebuah cafe. cafe yang sederhana dengan lampu-lampu kecil serupa belukar. Tapi kata Julius, cafe itu telah menjadi bagian sejarah penting dan saksi perjalanan karier musiknya. Angela setuju cafe itu menjadi cafe bersejarah. Secara pribadi di cafe itu juga ia pertama kali bertemu langsung dengan Julius, pujaannya hatinya. Setelah sekian lama ia menikmati suara keren, penampilan keren dan syair-syair lagu keren yang meresap jauh ke dalam hatinya. Lewat televisi, streaming media sosial dan koleksi DVD dan sebagainya. Di cafe itu akhirnya ia bertemu langsung, mendengarkan langsung si dia bernyanyi, duduk bersama bahkan mulai mengenal aroma tubuhnya yang kalem. Meski sama-sama publik figur, Angela baru berkenalan secara langsung dengan Julius di cafe itu.

Julius menatap Angela. Bila ditanya apa yang paling menarik dari kekasihnya itu, Angela pasti menjawab mata. Yah, mata yang bening dan jernih dan tatapan yang fokus itu seolah memancarkan sinar laser yang selalu mampu membuat Angela meleleh.

Tapi malam ini, seperti yang sudah dijanjikan dengan tergesa-gesa dan tanpa alasan pasti, Julius mengajaknya bertemu di sini. Di tempat pertama kali mereka berkenalan. Angela datang dan duduk memenuhi janji.

Dari dekat, kini Angela leluasa memperhatikan kekasihnya itu. Rambutnya yang panjang dan agak kekuningan seperti mahasiswa urakan yang rambutnya kuning karena sering demo dan panas-panasan. Tapi sumpah! Angela sampai kaget, ketika ia pertama kali membelai rambut Julius itu. Lembut sekali. Seperti bulu kucing Persia. Tipuan yang sempurna.

Perhatian Angela kini menyusuri wajah Julius dan air muka Julius. kulitnya yang putih tampak begitu putih atau pucat. Angela pun membandingkan dengan intensitas cahaya di tempat itu. Redup. Jadi Angela putuskan, Julius memang pucat. Kelopak matanya pun agak kemerahan, seperti orang yang kurang tidur.

Yang paling menarik perhatian Angela adalah gerak-gerik Julius yang tampak kagok dan serba salah. Angela jadi makin tajam menatap Julius.

“Ada apa sih, muka kamu pucat gitu,” kata Angela, “kayak habis dikejar hantu aja,” ucap Angela sekenanya.

“Di sini kita pertama kenalan," kata Julius datar dengan wajah muram. Otomatis Angela terpancing jadi makin serius. Seolah itu pra kata untuk kata putus. Seperti, di sini kita pertama kenalan, di sini juga kita putus.

"Ah, tidak-tidak! Tidak mungkin," batin Angela.

“Kamu kenapa sih? Sakit??” tanya Angela sambil kembali ia sematkan tatapan ke mata kekasihnya itu. Angela mencoba masuk. Tapi Julius seolah menghalaunya dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Angela menyerah, mata itu kini tampak terlalu pekat dan gelap. Seperti lorong yang penuh misteri.

“Engga,” jawab Julius datar, “Aku baik-baik aja, cuma kelelahan," jawab Julius. Tapi Angela tetap merasa ada yang aneh dan Julius sembunyikan. Mungkinkah, sesuatu yang aneh itu yang hendak ia ungkapkan malam ini?

“Mau pesan sesuatu,” kata Julius mengalihkan perhatian Angela.

“Nanti saja,” jawab Angela. Ia tidak mau di ganggu, ia sedang konsentrasi atas apa yang hendak Julius perbincangkan malam ini. Sejenak Julius terpaku. Seperti sulit memulai sesuatu.

“Apa kamu percaya hantu, nasib dan takdir,” tanya Julius tiba-tiba serius menyematkan tatapan pada Angela. Tatapan yang penuh keseriusan jelas tidak seperti biasanya.

“Astaga, kamu beneran habis melihat hantu?” ucap Angela. Seolah ia mengerti ke mana arah pembicaraan Julius. Julius sedikit menggelengkan kepala.

“Please deh Julius, kamu ngundang aku ketemuan di sini buat ngomongin apaan sih?” Angela jadi tidak sabar.

“Aku mau ngomongin sesuatu yang terasa mengganjal di hati. Aku, aku merasa sudah membuat suatu kesalahan dalam hidupku. Memang hidup untuk masa depan. Tapi masa lalu yang telah membangunnya. Aku mau kembali ke masa lalu dan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan waktu itu,” kata Julius lancar dan mengalir begitu saja. Perkataan yang lancar, tapi kaku seperti sebuah hafalan. Lantang dan jelas ada sebuah keyakinan coba Julius tekankan, “baru sekarang aku yakin, aku merasa telah mengabaikan sesuatu dan sebelum semuanya terlambat.” Sejenak Julius menelan ludah. Seperti mencari ujung kata-kata hafalan yang hilang. Wajah Julius mendadak suram dengan dada redup redam.

"Ada apa ini?" batin Angela pongah dibuatnya.

“Aku mau pergi jauh untuk sementara waktu dan...” Sampai di situ Julius memandang Angela dengan lekat. Seperti menilai, sejauh mana Angela mengerti ucapannya.

“Dan sendirian?” tebak Angela dan Julius membenarkan dengan anggukan kecil.

Keputusan sendiri dari Julius itu hampir tak ada beda dengan kata putus atau sendiri dulu.

“Aku takut mengecewakanmu,” ucap Julius sambil perlahan menangkap jemari Angela, “aku tidak sebaik yang kamu kira.” Genggaman tangan Julius itu seolah menggenggam hati Angela agar tidak hancur berserakan. Tapi hati Angela telah retak dan siap-siap untuk hancur saat itu juga.

“Kamu tidak perlu memberitahu aku segala masa lalu kamu. Bagiku, aku mendapatkan kamu yang sekarang ini sudah menjelaskan siapa dirimu di masa lalu,” kata Angela ringan. Namun tatapannya kian tajam menatap Julius. Seolah tatapan itu berkata, aku yang terbaik untukmu Julius, lupakan masa lalu.

“Intinya, seburuk apa pun kamu di masa lalu, biarkan berlalu.” Sejenak Julius termenung. Sunyi kemudian Julius coba mencairkan suasana.

“Kamu cantik sekali malam ini-”

“Tidak usah memuji kalau ujung-ujungnya gak enak,” tepis Angela dengan senyuman sinis sambil menarik jemari dari sentuhan Julius. Angela menterjemahkan masa lalu dengan serampangan dan gampang sekali. Masa lalu yang Julius maksud pasti juga tentang orang-orang di masa lalu tersebut.

“Aku mau terbuka, aku mau menjelaskan supaya kamu ngerti dan kita sudah dewasa,” ujar Julius coba memulai menjelaskan. Tapi sayang, Angela punya pemahaman tersendiri akan ke mana arah pembicaraan Julius. Julius hendak ke masa lalu, mungkin yang terpenting adalah tentang seseorang di masa lalu. Terbukti dirinya tidak diajak. Angela bangkit.

“Aku belum selesai Jel.”

“Kamu tidak akan pernah selesai,” kata Angela. Nada ucapannya begitu berat. Seperti beratnya langkah meninggalkan Julius. Sedikit harap dihatinya. Julius akan mengejar dan menariknya dan meminta maaf. Seperti adegan dalam sinetron yang pernah diperankannya. Tapi kenyataannya, Julius tetap diam dan ini bukan sinetron.

Garis di wajah Julius begitu keras. Ia punya keyakinan dan segera menunaikannya.

***

Slideshow konser satu hari sebelumnya

***

Seorang penonton bersorak, memandu ratusan sorak penonton lainnya, ratusan teriakan memandu teriakan ribuan penonton lainnya. Ini konser tunggal paling fenomenal di penghujung tahun. Persembahan terbaik dari band terbaik. Venue kembali terang, sinar-sinar laser kembali berpendar, menyala menyilaukan. Dimulai dengan dentuman drum yang memompa ribuan gelora penonton, disusul lengkingan gitar yang merobek-robek kebosanan.

Kemeriahan seolah tidak ingin mereka akhiri. Ridwan semakin liar menabuh drum dengan keringat bercucuran, begitu pula Rudolf dengan betotan bassnya yang mantap mengiringi gitar dan teriakan Julius yang lantang.

Di balik panggung, dua orang kru tampak kewalahan mengamankan seorang gadis yang berhasil meloncati pagar pembatas setinggi dada orang dewasa. Gadis mungil itu tampak mengenakan hijab.

Musik dan riuh rendah penonton yang seperti semut itu pun akhirnya usai. Menyisakan letih dan puas setelah menjadi satu lautan manusia. Mereka berteriak bersama, menyanyikan lagu yang memang disukai. Jelas itu kepuasan tersendiri dalam dunia yang kebanyakan formal dan mengharuskan diam, bahkan bungkam.

***

Angela melayang sendiri dengan sedannya. Menembus hiruk-pikuk kota. Bayangan cahaya gedung-gedung yang membias di kaca sedannya seperti slide show kenangannya bersama Julius yang berputar dalam benaknya.

***

Malam belum terlalu malam ketika Julius melangkah pulang dan masuk ke dalam rumahnya. Tapi sepi menawan hati. Dielusnya pilar rumah. Kokoh. Tapi hatinya semakin rapuh. Mempunyai rumah yang mewah memang menjadi impian setiap orang. Tapi sekarang, rumah itu seperti kastil terkutuk yang mengurungnya. Sepi. Ngeri. Julius tinggal sendiri di rumah itu.

Sesampainya di dalam rumah. Segenggam koran yang dari tadi Julius bawa dan hendak ia tunjukkan pada Angela kini ia jatuhkan ke atas meja. Koran dengan berita utama tentang seorang gadis model majalah pria dewasa yang tewas bunuh diri, loncat dari lantai enam apartemen.

***

“Aku sangat bersyukur dengan keadaanku yang sekarang. Tapi, aku bisa sampai seperti ini karena mereka. Mereka yang aku lupakan, mereka yang aku sakiti, mereka yang banyak berjasa, mereka yang seharusnya aku hampiri dan aku bantu. Mungkin mereka tidak seberuntung aku. Semakin aku sukses, semakin aku punya banyak uang. Perasaan bersalah ini semakin besar.”

Terpopuler

Comments

LILI SUPARLI

LILI SUPARLI

prolog yg mengundang

2022-01-31

1

ariasa sinta

ariasa sinta

107

2021-12-21

1

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

mampir kk

2021-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!