Kematian yang Tragis

PLARR! PLARR!

Langkah tergesa seseorang di lantai lorong sebuah rumah sakit terdengar menggelepar di kesunyian malam. Itu langkah seorang pria yang menapak dengan pasti. Tampak seorang perempuan berambut panjang mengenakan pakaian kusut sedang menangis di bawah lampu yang temaram di ujung lorong. Perempuan itu tampak lelah dan lesu terduduk sendirian di bangku tunggu di ujung lorong rumah sakit itu. Seperti hantu penunggu lorong.

Seseorang yang berjalan tergesa itu mendekati perempuan itu.

***

Angela menyambut pagi dengan semangat dan musik energik. Ia buka jendela dan menapas aroma pagi dan hangat sang Fajar.

“Sepertinya tujuan kita sekarang sama. Kita cari Julius,” kata Angela dengan semangat menyambut Nani yang baru keluar dari kamar mandi.

“Petunjuk pertama kita ini,” tunjuk Angela pada koran yang dirampasnya dari tangan Cepi. Nani mengangguk tanda setuju.

Angela dan Nani tidak buang-buang waktu. Selesai mandi dan sarapan, Angela segera tancap gas dan sampai ke rumah sakit tempat perempuan naas itu di otopsi.

Angela mengenakan pakaian serba hitam berjuntai plus hijab seperti Nani. Tapi lebih dari itu. Satu ujung hijab ia selipkan menutup mulut serupa ninja plus kacamata hitam besar seperti curi khas Syahrini. Awalnya Nani heran, kenapa Angela berpakaian seperti dirinya. Bahkan lebih tertutup. Nani lupa, ia sedang jalan sama seorang artis. Mungkin masih ada wartawan yang mengerubungi korban atau keluarga korban. Angela tidak mau wartawan atau orang-orang jadi tambah heboh dengan memergoki kedatangannya. Tapi sungguh di luar dugaan. Tidak ada seorang wartawan pun, tidak seorang pengunjung pun yang berlalu lalang. Lorong yang sunyi.

“Apa kita salah lorong atau?” tanya Angela pada Nani. Pelan, hampir seperti bisikan.

“Bener kok, tuh blok Anggek no 22, Ruang Otopsi. seperti yang ditunjukkan suster tadi.” tunjuk Nani pada papan petunjuk yang tertera di dinding luar ruangan itu. Tapi Angela merasa aneh. Ruangan itu begitu sepi. Hanya ada seorang suster atau lebih tepatnya, ia seorang staf di ruangan itu yang sedang merapikan berkas-berkas. Tapi bagi Nani, semua wanita yang bekerja di rumah sakit, adalah suster.

“Mmm, permisi suster,” sapa Nani didampingi Angela.

“Kami keluarga almarhumah Wini. Yang m-”

“Yang meninggal bunuh diri itu,” kata suster itu melanjutkan Perkataan Nani.

“Iya.”

“Sudah dibawa keluarganya. Kalian keluarganya juga?” suster itu berbalik tanya dengan wajah datar.

“Iya, kami keluarganya dari luar kota. Kami perlu tahu, ke mana keluarganya yang lain itu membawanya.” Angela sungguh membuat suster itu bingung. Tapi suster itu tidak mau ambil pusing dan melihat data. Tidak lama kemudian ia pun sampai pada sebuah map dan membacanya dengan cermat.

Tiba-tiba datang seorang perempuan menanyakan hal yang sama. Suster itu jadi tambah bingung. Dua orang dan satu orang dengan tujuan yang sama, tapi tidak saling kenal. Semua perempuan, semua cantik dan muda, semua mengaku keluarga korban. Suster itu menyerahkan saja data seorang perempuan yang menjemput korban itu pada Angela. Setelah Nani, Angela dan seorang perempuan yang datang terlambat itu menjauh, suster itu bergumam sendiri.

“Dasar cewek-cewek ******. Kalian pasti satu jaringan prostitusi dengan korban. Tahu rasa kalo sudah ada yang mati.”

Nani dan Angela segera berlalu membawa sebuah alamat. Perempuan yang datang terlambat itu menyergah.

“Tunggu!” Nani dan Angela pun berhenti dan menoleh.

“Saya teman lama Wini, kalian mau ke pemakaman Wini? Saya mohon, saya ikut ya," Tidak lama Angela menimbang rasa. Ia pun berharap mendapat informasi tentang Wini, terlebih tentang Julius dari perempuan ini.

“Ayo,” ajak Angela dengan semangat.

Dalam sedan Angela yang mulai melaju. Perempuan asing itu coba mencairkan suasana.

“Boleh saya tahu, kalian kenal di mana sama Almarhumah Wini.”

“Baru kenal, kemarin dari koran,” jawab Angela sekenanya. Perempuan itu jadi bingung. Angela tampak gerah dan membuka kerudung hitam dan kacamatanya yang juga hitam. Dari belakang perempuan itu tampak memperhatikan Angela. Tidak perlu waktu lama, perempuan itu pun mengenal Angela.

“Oh, jadi?” Wanita itu jadi berpikir dan mengerti sesuatu.

“Angela pacar Julius, Julius mengenal Almarhumah Wini,” kata Nani.

“Saya juga teman Julius,” jawab perempuan itu. Angela jadi tertarik.

“Kalian satu manajemen artis?” tebak Angela.

“Iya, dulu. Sekitar 7 tahun yang lalu.”

“Maaf, siapa namamu?” tanya Angela.

“Widya.”

Mereka menuju luar kota. Tepatnya ke daerah Bandung lewat jalan tol yang lengang.

“Kamu tahu, sedekat apa Julius dengan Almarhumah,” tanya Angela.

“Sangat dekat. Maksudnya, seperti saudara,” jawab Widya takut Angela salah paham.

“Menurutmu, apa mungkin sekarang Julius sedang memburu pelaku, atau seseorang yang menyebabkan Wini nekat seperti itu?” lanjut Angela.

“Entahlah,” jawab Widya lantas menghela napas. Dadanya tiba-tiba bergejolak. Simpati dan kerinduannya terusik bangkit. Tapi ia tahu cara untuk meredamnya dan membuang kerinduannya ke balik kaca. Berharap jarak yang jauh ini mampu mengurainya. Jalan tol yang sepi, laju sedan yang nyaman dan AC yang dingin. Widya memeluk diri sendiri.

“Maaf, kami tidak bermaksud apa-apa. Kami hanya khawatir akan apa yang mungkin Julius lakukan, kami turut berduka cita atas kematian temanmu,” kata Nani.

“ Iya, terima kasih. Tapi maksudnya, memangnya, apa selama ini Julius ada kontak dengan Wini?” tanya wanita itu penuh heran.

“Entahlah. Yang pasti, Julius menghilang setelah melingkari berita ini,” jawab Nani. Mengerti itu, Widya tertunduk haru dan berpaling. Seolah tidak mau melihat foto Wini dalam koran yang diacungkan oleh Nani. Sejenak sepi menawan setiap hati. Sampai akhirnya wanita yang mengaku bernama Widya itu berucap.

“Wini dan adiknya, Tina. Awalnya hanya pendatang baru yang lugu dan tidak ada apa-apanya. Tapi belakangan, Wini menjadi sosok yang sangat ambisius. Sampai detik ini saya sangat tidak percaya. Ia mengakhiri hidupnya dengan cara konyol seperti itu,” kenang Widya.

"Yah, saya juga sempat mengenalnya lewat sebuah sinetron klasik. Wajahnya natural sekali. Cantik kan?" ucap Angela berlanjut jadi tanya.

"Iya, wajahnya, khas sekali," kenang Widya. Matanya kembali tergenang.

“Ia pernah bilang, ia tidak akan pulang kalo belum meraih impiannya. Tapi sekarang? Bukan hanya impiannya yang hancur, tubuhnya pun hancur.” Widya tidak dapat lagi menyembunyikan keharuan. Terbayang sudah, tubuh Wini dalam koran itu. Meringkuk bergelimang darah. Air mata Widya pantas jatuh. Nani pun menyentuh bahu Widya.

Masih banyak pertanyaan yang hendak Angela ajukan. Tapi waktunya dirasa tidak tepat. Angela pun bungkam dan menikmati perjalanan. Sesekali terdengar Widya masih sesenggukan.

Mereka mulai keluar kota dan melewati tegalan yang luas di kiri kanan jalan. Itu juga artinya mereka segera sampai.

Terpopuler

Comments

ariasa sinta

ariasa sinta

63

2021-12-21

1

Rose

Rose

semangat ya

2021-04-05

1

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

semangat 👍🏻

2020-12-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!