Slide Slide Scene

Kabut pagi masih mengambang menyelimuti dan dinginnya meresapi pori-pori. Tapi Julius tak peduli, ia melesat dengan kecepatan di atas rata-rata.

***

“Oke! Oke aku ngerti Panjul! Tapi, tapi ini kenapa tiba-tiba banget,” suara Cepi dari ujung handphone Julius.

***

“Pantes aja lo susah dapet cewek. Kurang apalagi si Angela coba??” ucap Rudolf.

“Lo inget cewek yang sering gua ceritain,” suara Julius dari ujung handphone Rudolf.

“Nah itu masalahnya. Lo bahkan gak tahu di mana dia sekarang, bahkan menurut gua. Sorry nih yah, sangat mungkin dia udah gak inget elu. Lu korbanin surga demi mimpi buruk. inget itu Juli!” teriak Rudolf.

***

Angela menjalani hari seperti biasa. Ia seolah coba melupakan Julius yang sepertinya hendak menggantung hubungan. Tapi hidupnya terlalu biasa dan tidak banyak tantangan. Bahkan mencari uang pun dirinya hanya cukup sedikit memutar pinggang di hadapan kamera dan tersenyum palsu, sepalsu-palsunya kepalsuan. Beda ketika masih jalan bareng Julius. Banyak hal-hal baru ia pelajari. Belajar musik, belajar masak, mengunjungi tempat-tempat baru dan kemesraan yang baru seumur jagung. Sebentar hidupnya dihiasi keindahan bersama Julius, sekarang hampa lagi.

Selesai sesi pemotretan di pinggir pantai, Angela coba menghubungi Julius. Ia hendak meminta penjelasan soal perbincangan semalam. Angela mau mencoba membuka hati untuk mengerti. Tapi rupanya nomor handphone Julius tidak aktif. Angela jadi tak enak hati dan ngedumel sendiri.

“Anjrit! Separah ini sikapnya padaku? Ada apa sebenarnya ini?? Apa aku pantas berdiam diri diperlakukan seperti ini???” gerutu Angela dalam hati. Hampir ia banting handphonenya.

“Angel, yuk kita lanjut. Mataharinya ke-buru minggir tuh.”

“Oh iya, tentu.” Angela terkesiap dan kembali menata hati, menata diri lalu melanjutkan sesi pemotretannya.

***

Julius memelankan laju kendaraannya setelah ia sampai ke hadapan bangunan serbaguna berlantai tiga di satu sudut kota yang sudah tak terpakai. Bahkan beberapa atapnya sudah ada yang ambruk dan ditumbuhi belukar. Sejenak Julius terpaku lantas menghisap aroma masa lalu. Mesin kendaraan ia matikan dan seketika itupula. aroma masa lalu datang dari segala penjuru. Di tempat ini ia pernah tinggal dan banyak kenangan yang tidak mungkin ia lupakan. Ia melihat di gerbang itu, Tina bersandar jongkok sambil mendekap kedua lutut. Saat itu hujan gerimis. Tapi cukup membuat baju Julius, Widya dan Tina basah. Ditambah lagi angin yang bertiup kencang. Mereka bergidik dingin.

“Kuncinya mana?” tanya Julius pada Widya waktu itu.

“Aku kasih Tina. Mana kuncinya Tina?” Widya balik bertanya pada Tina.

“Aku titipin ke kak Wini! Aku lupa.”

“Bagus, dan Wini pulangnya entar jam sembilan malam. Sekarang baru jam lima sore,” kata Julius menatap kecewa.

Tina tampak tak nyaman. Perlahan ia bersandar sampai jongkok mendekap kedua lutut.

“Aku harus ganti pembalut,” kata Tina dengan polosnya. Kenangan itu tidak hanya membuat Julius tersenyum. Tapi membangkitkan rindu yang menggulung dalam kalbu.

***

Sementara itu, Angela putuskan untuk mampir ke markas bandnya Julius. Kebetulan Rudolf dan Ridwan ada di situ.

“Hay, apa kabar kalian,” sapa Angela basa-basi sambil menyelonong masuk begitu saja.

“Eh, Angel. Tumben nih. Silakan duduk,” sambut Rudolf. Seolah ia tidak tahu apa-apa dan menampilkan wajah lugu sambil mengelus sofa.

“Ada yang tahu Julius ke mana?” Tanya Angela malas bertele-tele sambil melipat tangan seolah menyangga payudara.

“Aku kira dia jalan sama kamu. Dari kemarin dia gak ke sini tuh,” jawab Rudolf.

“Handphone-nya gak aktif. Kalian pasti tahu sesuatu,” tuduh Angela sambil menatap Ridwan dan Rudolf bergantian.

Akhirnya Rudolf dan Ridwan tidak bisa sepenuhnya bungkam. Mereka pun duduk dan tampak serius.

"Masalahnya sulit untuk dijelaskan,” Ridwan mulai angkat bicara.

“Bukannya dia mau jelasin langsung ke kamu?” ujar Rudolf.

“Aku ke-buru emosi,” jawab Angela.

“sepertinya ini pribadi banget deh. Sampai-sampai hp-nya dimatiin, kalian gak diajak.”

“Dia sendiri tidak tahu, ke mana harus mencari perempuan itu,” kata Rudolf langsung menutup mulut dan mata melotot. Rudolf keceplosan.

“Jadi ini hanya soal cewek???” Serobot Angela dengan senyum bete dan merasa dugaannya benar.

“Dia bukan cewek sembarangan,” tutur Rudolf sangat serius. Seperti hendak menceritakan kisah misteri “cewek itu berputar-putar terus di dalam kepala si Juli. Bahkan dalam mimpinya.”

“Maaf Jel, Rudolf hanya bercanda. Maksud kami...” Ridwan menengahi. Walaupun Ridwan jauh lebih muda dari Rudolf, Ridwan tampak lebih dewasa dalam urusan bicara.

“Ke mana Leader kalian itu, dan siapa perempuan yang kalian maksud?” potong Angela.

Tiba-tiba Cepi datang dan menarik perhatian.

“Coba kalian tebak, apa yang saya dapatkan dari rumah si Panjul. Eh Angel, kamu ada di sini,” Cepi menarik ucapannya karena mendapati Angela yang tidak ia duga keberadaannya. Cepi adalah manajer Julius, pria botak berkaca mata yang banyak gaya, walaupun usianya sudah menginjak kepala lima, tapi penampilannya seperti boyband. Cepi pun menyembunyikan sesuatu itu yang hendak ia tunjukkan kepada Rudolf dan Ridwan.

“Apa itu Om,” tanya Ridwan yang selalu menganggap dirinya paling jauh lebih muda dibanding manajernya itu. Ridwan seperti keponakan yang paling kecil.

Cepi mau menunjukkan sesuatu itu. Tapi canggung karena ada Angela.

“Aku juga berhak tahu. Apa itu?” pinta Angela. Sejenak Cepi berpikir. Tapi akhirnya ia tidak punya pilihan lain.

“Ya sudah, ini hanya sebuah koran. Tapi lihat berita utamanya. Si Panjul minggat gara-gara baca berita ini,” tunjuk Cepi pada foto dan halaman berita yang dilingkari spidol.

“Bagaimana Om bisa masuk ke rumah Julius,” tanya Ridwan penuh heran.

“Rumah itu saya yang belikan. Wajar lah kalo saya punya kunci cadangannya.” Angela merebut koran itu dari tangan Cepi dan matanya terbuka lebar. Karena sekilas, foto wanita dan berita yang dilingkari spidol itu adalah berita duka.

“Apa kalian ada yang kenal dengan perempuan naas itu?” tanya Cepi menatap satu persatu. Koran itu sedang dibaca Angela. Sejenak Ridwan menatap Rudolf. Tatapan yang seolah meminta izin atau meminta kesepakatan. Antara terbuka atau mari kita sembunyikan saja. Namun akhirnya, Rudolf putuskan untuk membukanya saja. toh tadi ia sudah keceplosan. Sambil duduk dan coba membawa suasana kembali santai.

“Julius itu, dulu dia pernah masuk manajemen artis dan belajar seni peran. Dulu, dulu sekali,” cerita Rudolf.

“Pantas dia luwes sekali main drama dalam video klipnya,” gumam Angela sambil duduk berhadapan dengan Rudolf. Begitupula dengan Ridwan dan Cepi.

“Permisi,” ucap seorang perempuan di balik kaca pintu kantor manajemen Cepi itu. Sayup-sayup Cepi mendengarnya dan memusatkan perhatian ke pintu kaca itu, Cepi pun bangkit dan sejenak membetulkan posisi kacamata lalu beranjak menghampiri pintu. Didapatinya seorang perempuan berhijab sederhana menggendong sebuah ransel sedang clingak-clinguk di balik pintu. Pintu kayu itu di bagian tengahnya diberi kaca yang berfungsi melihat keluar. Jadi orang yang di dalam atau di luar bisa saling lihat tanpa membuka pintu terlebih dahulu.

“Siapa Om?” tanya Ridwan.

“Cewek lo kali,” jawab Cepi sambil membuka pintu dan mendekati perempuan itu.

“Ada apa yah,” sambut Cepi ramah.

“Saya teman sekolahnya Julius. Mm... Dulu waktu SMA,” jawab perempuan itu dengan kikuk. Tubuhnya yang mungil tampak ciut karena malu dan tidak tahu apalagi yang harus diutarakan selain alasan itu ia datang mencari Julius. “Saya mau ketemu dia Om, ini kantor manajemennya kan?”

“Betul sekali. Saya sendiri adalah manajernya. Tapi tolong, jangan panggil saya Om. Panggil saya? Kakak, kak Cepi. Silakan masuk, kebetulan Juli sedang tidak ada di sini.”

“Siapa Om?” tanya Ridwan.

“Saya masih muda!” teriak Cepi merasa risih dipanggil Om terus, ”tanya sendiri nih sama orangnya. Kali aja dia bisa ngasih petunjuk di mana si Panjul sekarang,” lanjut Cepi lantas keluar mencari sekuriti gedung. Setelah ketemu Cepi langsung menegurnya dengan pelan namun tegas.

“Harus berapa kali saya bilang, jangan biarkan orang yang gak jelas macam itu mengganggu saya.”

“Tapi saya kasihan pak, dari kemarin dia mohon-mohon pengen ketemu artis bapak,” kilah sekuriti itu.

“Lain kali jangan kasihan sama orang gak jelas. Ngerti kamu?”

“Siap pak.”

“Perempuan yang mana lagi ini?” Gumam Angela.

“Mampus si Panjul! Dan sepertinya gue kenal nih cewek?” bisik Rudolf pada Ridwan.

“Huss!” Ridwan mendepak Rudolf. Keduanya pun sepaham untuk bungkam.

Angela bangkit dan mendekati perempuan itu dan mengajaknya duduk.

“Santai lah, silakan duduk.” Perempuan itu pun duduk dikelilingi orang-orang bertampang penasaran. Persis seperti maling yang datang menyerahkan diri dan siap dimintai keterangan. Tiba-tiba dalam kebekuan suasana. Perut perempuan itu berbunyi,

KRUCUK! KRUCUK!

“Kebetulan saya juga belum makan,” ujar Angela coba cairkan suasana dan mengulurkan tangan. Tampak perempuan itu malu bukan kepalang. Wajahnya yang lusuh pun tertunduk.

“Banyak yang mau saya tanya soal Julius. Sambil makan yuk, saya yang traktir.” Mendengar kata traktir Cepi yang baru masuk lagi langsung unjuk diri.

“Kakak juga belum makan Jel.”

“Sorry, ini urusan cewek,” jawab Angela sembari berlalu membawa perempuan itu.

“Kakak, kakak? Kakek Kali,” gerutu Rudolf sambil cuek baca koran.

“Sialan luh!” Cepi pun mendepak Rudolf. Mereka lantas ribut masalah usia dan penampilan. Sebaiknya kita ikuti Angela dan Nani, daripada ngurusin si Rudolf dan managernya yang lantas ngeributin pepesan kosong.

Sesampainya di dalam sebuah restoran sambil menunggu pesanan datang, Angela tampak sudah tidak sabar untuk mengorek informasi tentang Julius.

“Boleh saya tahu namamu.”

“Nama saya Nani, teman Julius.”

“Temen apa temen?” goda Angela dengan senyuman.

“Jangan malu, terbuka saja. Lagian saya juga sudah putus kok sama dia. Tidak mungkinkan kalo cuma temen sampai-sampai kamu cari dia sejauh ini.” Perempuan yang mengaku bernama Nani itu benar-benar tersudut. Entah alasan apalagi yang hendak ia utarakan. Ia sama sekali tidak berharap untuk bertemu dengan Angela. Tapi apa mau dikata, ia sudah terlanjur masuk dan mau diajak makan.

“Bodoh sekali kamu Nani”

Akhirnya mau tidak mau Nani pun mulai angkat cerita.

***

Nani mulai mengenal Julius dengan baik ketika keduanya tergabung dalam eskul karawitan di kelas dua SMA. Keduanya selalu datang lebih awal dan pulang lebih lambat. Pada satu kesempatan Nani mendapati Julius sedang membunyikan bonang dalam sepi dengan ketukan yang teratur. Teman-teman yang lain sudah pulang semua. Begitu pula dengan guru karawitannya. Entah ke mana perginya sang Guru itu. Ketukan Bonang yang Julius timbulkan seperti membangkitkan kesunyian. Sepi. Nani terpancing untuk maju dan tanpa aba-aba Nani perlahan menari. Nani begitu cuek. Seperti penari yang sudah pro. Julius tetap serius memainkan bonang-bonangnya tidak peduli dengan Nani, ia tetap serius dengan ketukan perlahan seperti sedang menghafal sesuai dengan apa yang ia pelajari dan Nani makin hanyut dalam gerakannya. Entah benar atau salah Nani tak peduli. Ia terus menikmati sepi dalam bunyi sedenting demi sedenting dalam redup yang kian larut.

Keduanya baru sadar setelah datang segerombolan teman-temannya Julius.

“Woy! Kalian ini lagi pada ngapain sih?” teriak Firman. Spontan Nani dan Julius seperti orang yang sadar dari mimpi. Firman datang bersama Gugun dan Dodi.

“Kamu lupa Jul? Kita kan punya jadwal baru,” lanjut Firman.

“Katanya selesai kamu eskul karawitan,” kata Gugun menggenapi kekecewaan Firman.

“Eh, malah asik ngelenong ama si Abal-abal,” Firman lanjut meledek Nani. Sontak Nani mengacungkan tinju.

“Udah-udah,” Julius melerai Firman dan Nani yang hendak meninju Firman, “sorry lupa. Yuk,” ajak Julius pada teman-temannya. Terakhir ia menatap Nani yang jadi melongo sendirian. “Kamu mau ikut?”

“Ke mana?”

“Udah ikut aja,” paksa Julius menarik tangan mungil Nani, “kamu pasti suka.”

Sampai akhirnya di satu ruangan kedap suara dan ber-AC. Nani tampak menutup kuping di samping box speaker kala Gugun ngetes gitar dengan sound efek yang melengking. Tubuhnya yang mungil kalah besar oleh box speaker di sampingnya.

“Oke? Semuanya siap?!” seru Julius kemudian setelah selesai cek vokal dan cek sound.

Mereka memainkan sebuah lagu. Tidak terlalu keras, justru nge-beat dan nge-pop. Perlahan Nani membuka telinga.

“Enak juga,” pikir Nani lantas manggut-manggut dan tersenyum. Dilihatnya teman-temannya satu persatu. Nani tidak menyangka, ternyata selain bolos atau kesiangan teman-temannya ini pandai juga memainkan alat musik. Nani kian hanyut dalam irama nyanyian yang kebanyakan syairnya tentang puja-puji untuk perempuan. Kebetulan ia perempuan satu-satunya di ruangan itu dan merasa tersanjung sendiri. Tanpa sadar ia pun joget-joget. Tapi bukan gerakan tari tradisional seperti tadi di ruang karawitan. Lebih ke tarian modern yang tidak sinkron sama seragam putih abu-abu dan hijabnya. Nani orangnya cuek. Mungkin karena sikap cueknya itu ia sampai hati di panggil Abal-abal sama teman-temannya.

Satu jam berlalu, dua jam berlalu. Akhirnya mereka keluar dan melangkah pulang.

“Heaaah! Kalian hebat juga,” kata Nani.

Nani jadi sering ikut ke studio musik. Bahkan ngambek kalo ketinggalan. Setelah beberapa kali ikut. Nani pun sadar, lagu-lagu yang Julius cs mainkan adalah lagu-lagu yang belum pernah ia dengar dari radio atau TV.

“ngomong-ngomong, lagu-lagu yang suka kalian mainin itu lagu band siapa sih?” tanya Nani saat di kantin bersama Julius dan Gugun. Julius tersenyum sebelum menjawabnya.

“lagunya Dream Projects Band.”

“Apa? Band baru yah, kok aku belum pernah denger tuh,”

“Ya emang belum keluar albumnya,” ujar Gugun lantas menyeruput es teh manis. Nani jadi bingung.

“Trus, kalo albumnya belum keluar? Kok kalian tau lagu itu, heran deh, puyeng aku.” Gugun jadi tertawa geli.

“Pemain bass-nya keren loh. Cute abis.”

“Itu lagu ciptaan kita-kita Nan,” ucap Julius. Nani jadi bengong. Matanya hampir meloncat keluar.

“Benaran kamu!”

“iya, suwer,” jawab Gugun.

“Wah?” Nani jadi melotot sambil mangap.

“Jelek lo, jadi cewek mangap jangan gede-gede,” protes Gugun sambil menyumbat mulut Nani dengan kerupuk. Nani pun ribut sama Gugun. Nani memang terkesan nyaman bergaul sama cowok. Meski penampilannya tidak tomboi.

Lama-kelaman Nani percaya dan bangga. Bahkan ia menawarkan diri untuk terlibat. Awalnya Gugun keberatan “Gak, ah. Ngapain pake manajer segala.” Tapi setelah diberi pengarahan sedemikian rupa oleh Julius. Akhirnya mereka setuju dan menjadikan Nani sebagai manajer. Mulai dari menentukan jadwal latihan, membuat tabungan, menentukan aliran musik, memilih lagu bahkan sampai memperdebatkan style seperti apa yang akan mereka gunakan nantinya.

“Karena dewasa ini, musik sudah bukan sekedar musik. Tapi juga tentang gaya hidup, style.” Gaya bicara Nani sudah seperti profesional saat mereka tengah berkumpul di satu sudut taman sekolah.

“Emang kita mau ke mana? Pake ngurusin gaya segala? Gaya berpakaian? Gaya rambut, mau bikin video klip?” tanya Firman.

“Siapa tau? Kalo kita ada dana mencukupi. Kita bikin video klip. Kita udah buka rekening kan?”

“Iya, tapi isinya mandek seratus mulu dari bulan kemaren,” jawab Gugun. Memancing tawa Firman dan Dodi. Mereka menertawakan diri mereka sendiri.

“Lihat, di hadapan kalian berdiri seorang Nani yang sudi ngedengerin musik kalian berulang-ulang,” tukas Nani seketika berdiri sambil mengibaskan kerudung lalu berkacak pinggang “seorang Nani yang mau melihat konser kalian. Sekarang lihat di luar sana,” lanjut Nani sambil menunjuk hamparan lapang basket kosong. “Ada berapa puluh Nani, berapa ratus, berapa juta Nani yang nunggu kalian rekaman, nunggu kalian konser. Terutama kamu Juli, syair lagu-lagu kamu. Uh, mantap. Ayo kita latihan lagi. Target awal kita sudah dekat.” Target awal yang dimaksud Nani adalah perayaan kenaikan kelas. Mereka makin giat latihan dan mempersiapkan segala sesuatunya.

Tiba waktu yang mereka tunggu. Semua berjalan sesuai rencana dan dengan bangganya Nani bercerita pada teman-teman dan guru kesenian yang memuji penampilan Julius dan kawan-kawan.

“Siapa dulu dong manajernya.”

Terpopuler

Comments

ariasa sinta

ariasa sinta

bacanya mesti konsentrasi penuh, low bnr2 mau ngerti alurnya neh,
otor nya bikin pembaca mikir 😂

2021-12-21

1

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

semangat kk💪💪

2021-10-22

1

💜Bening🍆

💜Bening🍆

semangat berkarya kak

2021-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!