Mereka yang Khawatir, Mereka yang Mencari

Di satu ruangan tertutup. Tampak Rudolf, Ridwan dan Cepi sedang berbincang serius.

“Sekarang sudah hari ke 3 si Panjul lari dari kita. Ini masalah serius,” kata Cepi.

“Coba kamu jelaskan, wanita seperti apa yang mampu membuat si Panjul irasional kayak gini,” tanya Cepi kepada Rudolf.

“Sebenarnya, ini menyangkut masa lalu kelam si Juli. Ini rahasia, cukup kita saja yang tahu. Kalo sudah begini, ini jadi masalah intern kita. Karena kita sudah menjadi satu tim.

“Lanjutkan pintar,” senyum Cepi menunjuk Rudolf.

“Juli sempat terlibat di dunia jalan pintas. Saat dia jadi koordinator artis. Dia mencari bakat-bakat baru, menyortirnya, menyalurkannya. Dan, pada suatu ketika, serigala itu jatuh cinta pada salah satu buruannya.”

“Stop! Saya paham. Jadi hubungan dengan model majalah pria dewasa itu adalah? Dia yang dulu menjerumuskan wanita itu. Sampai akhirnya wanita itu tewas, dan si Panjul sadar. Ada sesuatu yang tidak beres dan harus segera ia bereskan,” tebak Cepi, “atau cewek itu mantannya? Mungkin dia gak percaya dan sekarang dia mau cari tahu penyebab kematian mantannya itu. Atau dia tahu, gak mungkin cewek itu melakukan bunuh diri. Kecuali? Dibunuh!” papar Cepi dengan berbelit-belit. Tapi Ridwan dan Rudolf jadi saling pandang cemas, keduanya mengerti kekhawatiran Cepi. Seolah keduanya menemukan kemungkinan terburuk, apa yang mungkin sekarang Julius rencanakan.

“Ini gawat! Jangan sampai si Panjul terlibat kriminal atau masa lalunya yang kelam itu terekspose media. Kalo sampai itu terjadi, tamatlah reputasi band kalian. Kita harus lakukan sesuatu.”

***

Akhirnya Angela sampai ke tempat tujuan. Didapatinya sebuah rumah sederhana di perkampungan yang asri dengan rerumputan berbunga. Angela, Nani dan Widya turun dari sedan dan menapaki jalanan tanah berbatu dan basah. Widya sungguh berdebar. Kerinduannya siap membuncah.

Hari sudah petang. Tampak beberapa orang tua berkerumun. Duduk-duduk di kursi plastik sewaan. Semua menatap asing ke arah tamu tak diundang itu. Tapi mereka tetap ramah menyambut.

“Assalamualaikum, kami teman Almarhumah. Dari kota. Tinanya ada?” kata Widya pada seseorang yang paling depan menghampiri.

“Wa Alaikum salam warahmatullahi wa barokatu. Iya, iya sebentar. Silakan duduk dulu.” Ramah orang tua itu yang sepertinya ketua RT jika dilihat dari pakaiannya. Batik lengan pendek dan celana dinas warna hijau lumut.

Tidak lama kemudian, sosok yang dimaksud keluar. Tina mengenakan kerudung putih. Kusut. Sedikit menutupi wajahnya yang pucat. Widya bangkit dan terpana menatap Tina.

“Tina?” Widya masih ragu. Maklum 7 tahunan baru bertemu lagi. Tina pun tampak menyerlitkan matanya yang bengkak.

“Kamu? Kamu Widya??” tunjuk Tina. Widya manggut-manggut kecil penuh kegetiran. Rasa rindu, sakit dan haru tak terbendung lagi. Keduanya pun memadu tangis dalam dekapan yang saling erat.

Satu dua kuntum bunga Kamboja putih jatuh di samping tanah kuburan Wini yang masih segar, tanah gembur yang agak basah. Pohon-pohon Kamboja yang besar-besar di area pemakan itu sedang berbunga. Dahan-dahannya berliukan, akar-akar berlilitan tumpang tindih dengan sesamanya.

***

Malam pun kembali terjadi. Setelah suara orang-orang mengaji usai, bunyi-bunyi perabotan sajian dicuci pun usai dan piring-piring, gelas-gelas sudah bersih berjejer.

Satu persatu tetangga beranjak pamit. Sunyi.

Mereka larut, keempat perempuan itu duduk melingkari satu meja di teras belakang. Larut dalam lamunan masing-masing. Derik jangkrik tersembunyi. Mereka Menikmati teh manis dengan teh yang langsung dipetik dari samping rumah. Mereka menikmati udara segar dengan dada yang rawan.

“Kami dijebak atau masuk sendiri ke dalam perangkap. Itu sama saja,” Tina mulai angkat bicara.

“Kami disarankan untuk mengubah gaya hidup kami. Kalo mau dapat job besar, umpannya juga harus besar. Kami setuju menyewa apartemen dan berpakaian dan bergaul dengan kemewahan. Janji kontrak dan kejelasan karier terus dijejalkan sampai kami mual. Sampai kami defisit dan hanya jalan pintas yang disarankan untuk terbebas dari hutang dan melanjutkan karier. Awalnya kak Wini hendak merelakan dirinya. Tapi kak Wini ingat sumpahnya. Ia tidak akan sampai menjual kehormatannya demi karier dan inilah yang ia pilih,” Tina tidak kuasa bercerita lebih. Entah benar atau tidak, Angela bisa menarik benang merah cerita Tina itu. Angela patut bersyukur kariernya mulus dan jalannya lurus didukung oleh ayahnya sendiri yang memang seorang manajer di sebuah production house.

“Tadinya saya pikir, setelah kepergian kak Wini saya kira saya akan benar-benar sendiri. Tapi dia datang. Kakak kita datang Widya,” ucap Tina menoleh ke samping di mana Widya duduk. Widya menyentuh bahu Tina. Seolah Widya menyalurkan kekuatan supaya Tina tegar.

“Kak Julius datang. Dia sama sekali tidak berubah, dia tidak melupakan kita Widya. Bahkan dia hendak mendatangi anak itu.” Sampai di sini, Angela tampak mencermati. Widya juga jadi tak mengerti. Angela hendak bertanya. Tapi Widya mendahului.

“Anak itu? Siapa maksudmu?” Widya tidak mengerti siapa yang Tina maksud.

Sebelum melanjutkan ceritanya. Tina sedikit mendelik ke arah Angela. Tina merasa canggung karena kehadiran Angela, sungguh di luar dugaan.

“Saya mengerti. Sepertinya, saya tidak seharusnya ada di sini,” kata Angela sembari bangkit hendak berlalu.

“Maaf Kak! Tidak begitu Kak, maaf. Saya akan cerita dan tidak akan menutupi apa pun.” Angela berhenti dan tetap berdiri melipat kedua tangannya seolah menyangga payudara.

“Dia perempuan, Kak Angel perempuan, kita di sini semua perempuan dan saya akan menceritakan tentang seorang lelaki yang luar biasa.” Angela berbalik dan kembali menyimak.

“Kak Juli pernah menolong seorang perempuan yang sedang dalam kesusahan. Tapi lantas menjerumuskannya. Maksudnya kak Juli membantu. Tapi perempuan itu kecewa berat dan menganggap kak Juli hendak menjerumuskannya.”

“Apa kamu tahu alamat perempuan itu?” potong Angela merasa menemukan titik terang. Tapi terpatahkan.

“Sayang, dia hanya bergabung selama satu minggu. Kami tidak sempat akrab. Kak Juli hanya pernah menyebut sebuah kota kecil di batas provinsi.”

Dalam hati, Angela jadi merasa ada yang aneh.

“Dia ninggalin gue demi cewek yang di kenalnya selama satu minggu di masa 7 tahun yang lalu???” Pikir Angela, porak-poranda sudah hatinya.

Pagi kemudian. Setelah Menemani Widya menabur bunga di atas kubur, Angela dan Nani undur pamit. Widya tidak turut serta, Widya putuskan untuk tinggal beberapa hari lagi di rumah Tina.

“Sekarang kita ke mana?” Tanya Nani.

“Entahlah,” jawab Angela pelan. Keduanya lantas bungkam menelan ketidakpuasan. Pencariannya menemui jalan buntu.

“Saya benar-benar merasa asing. Berarti selama ini saya baru mengenalnya seujung kuku,” gumam Angela. “Sialan kamu Julius.”

“Angel? Kamu baik-baik saja kan,”

“Iya, saya baik-baik saja,” jawab Angela. Tapi setetes air meluncur dari balik kacamata hitamnya dan segera ia hapus. Perjalanan jauh. Hati-hati yang melenguh.

Siang kemudian Nani dan Angela sudah sampai kembali ke apartemen Angela. Nani berkemas.

“Kamu mau langsung pulang?” tanya Angela.

“Baru juga sampai, istirahat dulu.”

“Saya tidak mau merepotkan,” kata Nani. Angela bangkit, menyentuh bahu Nani dan perlahan membalikkan Nani. Diangkatnya dagu Nani dengan ujung jemari.

“Kamu berbeda Nani. Terima kasih yah.”

“Seharusnya saya yang berterima kasih.”

“Sudahlah, kamu yakin mau pulang sekarang?” Angela meyakinkan. Tapi tanpa dijawab Angela sudah tahu jawabannya. Nani sepertinya bukan tipe cewek yang bertele-tele dan cengeng.

Mereka pun berpisah dengan pelukan persahabatan. Nani pulang kembali ke kota kecilnya dengan bus. Seperti kedatangannya ke ibukota ini. Mungkin bus yang sama, mungkin penumpang-penumpang yang sama. Tapi yang jelas berbeda adalah perasaan dihatinya. Kalo waktu berangkat ia sangat bersemangat, sekarang ia meringkuk terbungkus kekecewaan. Perjalanan yang bakal terasa jauh pun mulai ia tempuh. Hatinya rapuh.

Ternyata, tanpa sepengetahuannya, setelah keluar dari hidupnya, Julius telah menjadi Julius yang lain. Waktu pasti telah membentuk Julius yang baru. Bahkan selama ini, sejak ia tahu Julius telah menjadi musisi yang sibuk sekali. Julius tidak pernah menghubunginya, apalagi mampir ke rumahnya. Seperti dulu saat meracik lagu. Julius dan teman teman yang lain sering ke rumahnya. Julius memang tidak mungkin lupa dirinya pernah menjadi bagian dari perjalanan hidup Julius. Tapi Kini Nani baru benar-benar sadar, mungkin dirinya sudah tidak berarti apa-apa bagi Julius. Seberkas perih terasa menggurat di hati Nani. Julius sudah punya kisah yang lain. Manajemen artis, Angela, Apartment.

"Cukup Nani, cukup!"

Terpopuler

Comments

ariasa sinta

ariasa sinta

61

2021-12-21

1

Ipah Cakep

Ipah Cakep

Dalamnya

2021-05-14

3

Rose

Rose

bagus!

2021-04-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!