Bab 6. Tidak perlu terburu-buru

Sandrina berdiri gelisah di depan gedung kantor, menatap layar ponselnya dengan frustasi. Aplikasi ojek online yang biasanya bisa diandalkan kini malah error, membuatnya kesulitan mendapatkan kendaraan untuk pulang. Ia mendesah pelan, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan wajah kesal. Tak jauh darinya, dua orang satpam yang berjaga di depan gedung memperhatikannya sambil tersenyum tipis.

"Kenapa, Mbak Sandrina? Kok kelihatan marah-marah begitu?" tanya salah satu satpam dengan nada menggoda.

Sandrina menoleh dan tersenyum kecut. "Aplikasi ojek online-ku error, Pak. Mau pulang jadi susah," jawabnya dengan suara sedikit jengkel.

Satpam lainnya tertawa kecil. "Mungkin nasib baik lagi datang buat Mbak. Siapa tahu ada yang nawarin tumpangan gratis."

Sandrina hanya menggelengkan kepala, tak begitu memperdulikan candaan mereka. Namun, sebelum ia sempat berkata apa-apa lagi, suara yang sangat familiar terdengar dari belakangnya.

"Ada masalah apa?"

Sandrina serta dua satpam itu langsung menoleh dan menemukan Harry berdiri di sana. Dengan setelan jasnya yang rapi dan ekspresi berwibawa, bos mereka itu terlihat sangat berkarisma. Kedua satpam segera memberi hormat, sementara Sandrina sedikit membungkukkan badannya dengan sopan.

"Ini, Pak… Saya kesulitan mendapat kendaraan pulang karena aplikasi ojek saya error," jelas Sandrina dengan raut wajah malu-malu.

Harry mengangkat alisnya sedikit, lalu tanpa ragu menawarkan, "Kalau begitu, ikut aku saja. Aku bisa mengantarmu pulang."

Mata Sandrina membelalak kaget. Ia tak menyangka bahwa bosnya yang selama ini tampak dingin dan serius tiba-tiba menawarinya tumpangan. "Eh? Ah… tidak usah, Pak! Saya tidak ingin merepotkan," ucapnya terburu-buru sambil mengibaskan tangan.

"Bukan merepotkan. Aku juga akan pulang, jadi tidak ada salahnya sekalian mengantarmu," kata Harry santai, lalu berjalan menuju mobilnya tanpa memberi kesempatan bagi Sandrina untuk menolak lebih lanjut.

Sandrina menatap punggung pria itu, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengikutinya dengan langkah pelan. Kedua satpam hanya bisa saling pandang, mencoba menahan senyum geli melihat interaksi antara bos mereka dan sekretarisnya.

Namun, mereka tidak menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikan kejadian itu dari kejauhan. Malinda, manajer di perusahaan itu, berdiri di dekat pintu masuk dengan mata yang menyipit tajam. Ia mendengar semua yang terjadi dan jelas tidak senang. Hatinya dipenuhi dengan perasaan cemburu dan emosi yang membara. Bagaimana mungkin Harry menawarkan tumpangan pada Sandrina, sementara selama ini ia selalu bersikap dingin padanya?

Dengan tangan yang mengepal di samping tubuhnya, Malinda menatap tajam ke arah mobil Harry yang mulai bergerak menjauh. Ia menggigit bibirnya, merasakan amarah yang mendidih di dalam dadanya.

"Apa hebatnya Sandrina sampai bisa mendapat perhatian dari Harry?" gumamnya pelan, suaranya dipenuhi dengan rasa iri.

Malinda takkan tinggal diam. Ia bertekad untuk mencari cara agar Sandrina tidak lagi berada di dekat Harry. Jika perlu, ia akan membuat gadis berkacamata itu menyesali keberadaannya di perusahaan ini.

Sementara itu, di dalam mobil, Sandrina duduk dengan canggung di kursi penumpang. Harry mengemudi dengan tenang, sesekali melirik ke arahnya. "Alamat rumahmu di mana?" tanyanya dengan nada santai.

Sandrina menyebutkan alamatnya, lalu kembali terdiam. Ia bisa merasakan jantungnya berdebar kencang karena gugup. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan bosnya.

"Santai saja. Aku tidak akan menggigit," ucap Harry tiba-tiba, membuat Sandrina tersentak dan buru-buru menundukkan kepalanya, wajahnya memerah.

Harry hanya tersenyum kecil. Gadis itu memang terlalu polos. Dan entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang menarik dari kepolosan Sandrina itu.

÷÷÷

Di dalam mobil, Sandrina duduk dengan tenang di kursi penumpang sementara Harry mengemudikan kendaraannya dengan santai. Gadis itu masih tampak sedikit canggung karena tidak menyangka akan diantar langsung oleh bosnya yang terkenal sibuk.

Ia menatap Harry sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya dengan polos, "Apa kekasih Anda tidak akan marah kalau tahu Anda mengantar saya pulang, Pak?"

Harry menoleh sekilas ke arahnya sebelum tersenyum tipis. "Pacarku? Dia sekarang sudah resmi jadi tunanganku," ujarnya bangga, membuat Sandrina sedikit terkejut.

"Oh, selamat ya, Pak!" ucap Sandrina dengan ekspresi tulus, meski ada sedikit perasaan asing yang tidak bisa ia jelaskan dalam hatinya.

"Terima kasih," balas Harry sambil tetap fokus pada jalanan. "Dia gadis yang sangat pengertian, Sandrina. Aku yakin dia tidak akan marah hanya karena aku mengantarmu pulang. Lagipula, aku sudah mengabarinya bahwa setelah ini aku akan langsung ke apartemennya."

Sandrina mengangguk paham. Namun, jauh di lubuk hatinya, entah mengapa ia merasa sedikit cemburu. Ia menegur dirinya sendiri karena perasaan itu tidak seharusnya ada. Harry adalah bosnya, pria yang berada jauh di luar jangkauannya. Ia menghembuskan napas perlahan dan mencoba untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya.

Mobil melaju dengan lancar hingga akhirnya mereka tiba di depan apartemen Sandrina. Gadis itu segera melepas sabuk pengaman dan tersenyum ke arah Harry. "Terima kasih sudah mengantar saya, Pak. Maaf merepotkan."

Harry menggeleng kecil. "Tidak merepotkan sama sekali. Hati-hati di dalam, Sandrina."

Sandrina mengangguk, lalu turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk apartemennya. Harry menunggu hingga ia benar-benar masuk sebelum kembali melajukan mobilnya. Tanpa ia sadari, dari kejauhan, seseorang sedang mengamati mereka dengan tatapan penuh amarah. Malinda, yang sejak tadi mengikuti mereka, mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Apa istimewanya gadis berkacamata itu?" gumamnya dengan nada iri. Ia tahu Harry adalah pria tampan dan sukses, dan sejak pertama kali bekerja di perusahaan itu, ia sudah menaruh hati padanya. Namun, Harry selalu bersikap profesional dan tak pernah menanggapi godaannya. Kini, melihat Harry tampak begitu baik pada Sandrina, hatinya terasa panas. Ia tidak akan tinggal diam.

Sementara itu, Harry tiba di apartemen Raline beberapa saat kemudian. Setelah memarkir mobilnya, ia berjalan masuk ke dalam gedung dan naik ke lantai tempat tunangannya tinggal. Sesampainya di depan pintu, ia mengetuk beberapa kali. Tidak butuh waktu lama, Raline membukakan pintu dengan senyum manis.

"Hei, kamu sudah datang," ucapnya lembut.

Harry tersenyum dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan. "Aku sudah janji, kan?"

Raline tertawa kecil sebelum menarik Harry masuk ke dalam. Namun, ia tidak menyadari bahwa ponselnya di atas meja baru saja menerima sebuah pesan dari Calvin.

"Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Kalau kamu berani menolak, aku bisa saja melakukan sesuatu yang tidak kamu inginkan."

Ancaman itu tertulis jelas di layar, tetapi Raline masih tenggelam dalam kebahagiaan karena tunangannya kini berada di sisinya. Ia tidak menyadari bahwa masalah besar sedang menunggunya di depan mata.

÷÷÷

Setibanya di dalam apartemen, Harry segera menutup pintu dengan kakinya sambil tetap mencium Raline dengan penuh gairah. Ia langsung melepas jasnya dan melemparkannya ke sembarang tempat, lalu meraih pinggang Raline dan memangkunya di atas sofa dengan tidak sabaran. Raline yang merasa geli dengan sikap Harry pun terkekeh pelan, lalu meletakkan kedua tangannya di dada pria itu, menahannya agar tidak terlalu terburu-buru.

"Harry, pelan-pelan, dong!" bisik Raline seraya tersenyum manja.

Harry menatapnya dengan napas yang sudah mulai berat. "Aku kangen sama kamu, sayang. Seharian ini rasanya lama sekali. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya.

Raline mengelus pipi Harry dengan lembut, lalu mencium bibirnya sekali lagi, kali ini lebih perlahan. Ia tahu betapa besar keinginan Harry, tapi ia juga ingin menikmati setiap momen bersama tunangannya ini tanpa terburu-buru. Ia tersenyum saat melihat tatapan penuh hasrat Harry yang tetap menunggunya dengan sabar.

"Sabar, ya. Kita kan baru sampai," kata Raline menggoda, membuat Harry terkekeh kecil.

Harry menarik napas panjang lalu memeluk tubuh gadis itu erat-erat. "Oke, oke. Aku akan mencoba lebih sabar. Tapi, aku tetap nggak akan melepaskanmu malam ini," ujarnya sambil mengusap punggung Raline.

Raline tersenyum lembut dan mengangguk. Ia lalu bangkit dari pangkuan Harry dan meraih tangan pria itu, menuntunnya menuju kamar. Harry mengikuti dengan langkah ringan, matanya tidak lepas dari sosok tunangannya yang tampak begitu cantik malam ini.

Begitu masuk ke kamar, Raline menyalakan lampu tidur dan berbalik menghadap Harry. "Aku mau ganti pakaian dulu, kamu tunggu di sini, ya?" katanya sambil tersenyum.

Harry menghela napas panjang, pura-pura kesal. "Harus nunggu lagi? Ah, kamu suka menyiksaku, ya?" godanya.

Raline tertawa kecil, lalu berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian tidur. Namun, sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, Harry dengan cepat menarik pinggangnya dan membuat tubuh mereka begitu dekat. Raline terkejut, tapi kemudian tersenyum saat merasakan kehangatan dari tubuh tunangannya.

"Oke, aku nggak akan buru-buru," kata Harry lembut, "Tapi izinkan aku memelukmu lebih lama."

Raline tidak menolak. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Harry dan membiarkan pria itu mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. Mereka berdiri dalam diam selama beberapa saat, menikmati kebersamaan yang begitu hangat.

"Aku senang kamu ada di sini," bisik Raline.

"Aku juga," balas Harry, mengecup puncak kepala gadis itu. "Aku akan selalu ada untukmu."

Malam itu, mereka menghabiskan waktu bersama dengan penuh cinta dan kehangatan, tanpa harus terburu-buru seperti sebelumnya. Bagi mereka, yang terpenting adalah menikmati setiap detik yang mereka miliki, karena mereka tahu bahwa cinta sejati tidak perlu terburu-buru—cinta sejati hanya perlu dirasakan dan dijaga selamanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!