Bab 2. Tunangan

Raline menarik napas dalam-dalam sebelum kembali ke meja tempat Harry menunggunya. Ia berusaha mengendalikan emosinya setelah percakapan yang membuatnya tegang dengan Calvin. Senyumnya dipaksakan ketika ia duduk kembali di kursinya.

"Maaf ya, aku lama." Raline mencoba bersikap biasa, mengambil kembali garpunya untuk melanjutkan makan malam yang tertunda.

Namun, sebelum ia sempat menyuapkan makanan ke mulutnya, Harry tiba-tiba bangkit dari kursinya. Raline menatapnya bingung. "Harry? Ada apa?"

Harry tidak menjawab. Sebaliknya, pria itu mengambil sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di depan Raline. Mata Raline melebar saat menyadari apa yang sedang terjadi.

"Harry..." bisiknya, suaranya gemetar.

Dengan senyum penuh keyakinan, Harry membuka kotak beludru kecil di tangannya, memperlihatkan sebuah cincin berlian yang berkilauan di bawah cahaya lilin.

"Raline Anindya," Harry memulai, suaranya hangat dan penuh perasaan. "Selama setahun ini, kamu telah menjadi bagian terindah dalam hidupku. Kamu adalah orang yang selalu membuat hariku lebih berwarna, yang mengisi setiap kekosongan dalam hatiku. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu."

Raline merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Tangannya refleks menutupi bibirnya, tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

"Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu," lanjut Harry. "Aku ingin kita membangun masa depan bersama, saling mendukung, dan melewati setiap suka dan duka sebagai pasangan seumur hidup. Raline, maukah kamu menikah denganku?"

Hening.

Waktu seakan berhenti. Raline bisa merasakan seluruh tubuhnya menegang. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Hatinya berkecamuk antara kebahagiaan dan kegelisahan. Di satu sisi, ia sangat mencintai Harry. Namun, di sisi lain, ada rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari pria itu—tentang Calvin, tentang kehidupan lain yang belum pernah ia ceritakan.

Harry masih menatapnya dengan penuh harap. Para pelayan di kapal pesiar yang melihat momen ini juga tampak menahan napas, menunggu jawaban dari Raline.

Raline menelan ludah, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Haruskah ia menerima lamaran ini dan berpura-pura semuanya baik-baik saja? Ataukah ia harus jujur pada Harry tentang apa yang sebenarnya terjadi?

Tangannya sedikit gemetar saat ia menatap cincin berlian itu. Bibirnya terbuka, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

"Raline?" Harry memanggil namanya dengan lembut, masih berlutut dengan ekspresi penuh cinta.

Raline menarik napas panjang. Ia harus memutuskan sesuatu—dan cepat.

Raline menatap cincin berlian yang berkilauan di hadapannya. Hatinya masih berdebar kencang, perasaan bahagia dan gelisah bercampur menjadi satu. Harry, pria yang selama ini begitu mencintainya, kini berlutut di hadapannya, menunggu jawaban dari bibirnya.

Raline menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan cintanya kepada Harry. Pria itu selalu memperlakukannya dengan sangat baik, memberikan kasih sayang yang tulus, dan kini bahkan ingin menghabiskan sisa hidup bersamanya.

Mata mereka bertemu. Harry masih menunggu dengan sabar, senyum kecil terukir di wajahnya meskipun ada sedikit kegugupan di matanya. Raline bisa merasakan betapa besar harapan yang digantungkan Harry padanya.

Akhirnya, setelah menimbang segalanya, Raline mengangguk pelan. "Aku bersedia, Harry. Aku mau menikah denganmu."

Mata Harry langsung berbinar. Senyum lebar merekah di wajah tampannya, seolah jawaban itu adalah satu-satunya hal yang ia inginkan dalam hidupnya. Ia hampir langsung menyematkan cincin itu di jari Raline, tetapi sebelum ia bisa melakukannya, gadis itu menahan tangannya.

"Tapi..." Raline melanjutkan, suaranya sedikit bergetar. "Aku tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Aku masih harus menyelesaikan kuliahku. Aku ingin menyelesaikan semuanya sebelum kita benar-benar menikah."

Harry terdiam sejenak, tapi ia tidak menunjukkan kekecewaan sedikit pun. Sebaliknya, ia mengangguk penuh pengertian. "Aku mengerti, Raline. Aku tidak akan memaksamu untuk buru-buru menikah. Aku rela menunggu, berapa pun lama yang dibutuhkan. Asalkan pada akhirnya, kamu benar-benar akan menjadi istriku."

Raline tersenyum lega. Ia tidak menyangka Harry akan begitu pengertian. Dengan perasaan haru, ia mengulurkan tangannya, memberikan izin kepada Harry untuk menyematkan cincin itu di jari manisnya.

Harry mengambil cincin berlian itu dan dengan hati-hati menyelipkannya di jari Raline. Begitu cincin itu terpasang dengan sempurna, Harry menatap Raline dengan penuh cinta. Ia menggenggam tangan gadis itu, lalu mengecupnya lembut.

"Sekarang, kamu resmi menjadi tunanganku," ucap Harry dengan suara penuh kebahagiaan.

Raline tersipu, pipinya merona merah. Perasaan hangat menjalar di hatinya. Ia tahu bahwa Harry benar-benar serius tentang hubungan mereka.

Para pelayan yang menyaksikan momen itu secara diam-diam tersenyum, dan beberapa bahkan bertepuk tangan pelan sebagai tanda kebahagiaan. Malam itu terasa begitu sempurna, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

Setelah momen mengharukan itu, Harry menuntun Raline untuk kembali duduk. Mereka melanjutkan makan malam dengan suasana yang lebih hangat dan romantis. Sesekali, Harry mencuri pandang ke arah Raline yang kini tampak semakin cantik dengan cincin berlian di jarinya.

Namun, di balik kebahagiaan yang menyelimuti malam itu, ada perasaan gelisah yang masih mengganggu hati Raline. Ia tahu bahwa masih ada rahasia yang belum ia ungkapkan pada Harry—tentang Calvin, dan tentang masa lalunya yang tidak sepenuhnya bersih.

Tetapi untuk saat ini, ia memutuskan untuk menikmati momen indah bersama pria yang begitu mencintainya. Malam anniversary mereka harus tetap menjadi kenangan yang indah dan tak terlupakan.

÷÷÷

Setelah makan malam selesai, Harry menatap Raline dengan penuh kelembutan. Ia memberikan isyarat kepada salah satu pelayan untuk segera menyetel musik. Dalam hitungan detik, alunan melodi klasik nan romantis mengisi udara malam yang hangat. Raline menatap Harry dengan rasa penasaran, tetapi sebelum ia sempat bertanya, pria itu sudah bangkit dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan kepadanya.

"Bolehkah aku mengajak tunanganku yang cantik ini berdansa malam ini?" suara Harry terdengar lembut dan penuh pesona.

Raline tersenyum, hatinya berdebar karena sikap romantis pria itu. Dengan senang hati, ia menerima uluran tangan Harry, dan pria itu langsung menuntunnya ke tengah dek kapal pesiar yang telah dihiasi dengan cahaya lilin serta lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip.

Mereka mulai berdansa, mengikuti irama musik yang mengalun dengan indah. Harry melingkarkan satu tangannya di pinggang Raline, sementara tangan satunya menggenggam jemari gadis itu dengan erat. Raline pun menaruh satu tangannya di dada bidang Harry, merasakan detak jantung pria yang dicintainya.

Mata mereka saling bertaut, dan senyuman lembut terus terukir di wajah masing-masing. Harry menatap Raline dengan penuh kekaguman, lalu membisikkan kata-kata manis di telinganya.

"Kamu terlihat sangat cantik malam ini, Raline. Sungguh, aku masih tak percaya bahwa wanita secantik dan sebaik kamu kini menjadi tunanganku."

Raline merona mendengar pujian itu. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku tersipu, Harry. Aku benar-benar beruntung memilikimu."

Harry tersenyum lebar, lalu menatap bibir Raline dengan intens. Dengan gerakan lembut, ia mencondongkan wajahnya mendekat. Raline yang sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pria itu hanya bisa tersenyum kecil dan memejamkan matanya.

Tak butuh waktu lama, bibir Harry akhirnya menyentuh bibir Raline. Ciuman mereka terasa manis dan lembut, penuh dengan perasaan yang tulus. Meski mereka masih terus bergerak mengikuti irama musik, keduanya tenggelam dalam kebersamaan yang begitu mendalam. Sentuhan bibir itu begitu lembut pada awalnya, tetapi perlahan berubah menjadi lebih dalam dan menggelora.

Harry menarik tubuh Raline semakin dekat, membuat gadis itu bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Tangan Raline pun secara refleks melingkar di leher Harry, membalas ciuman pria itu dengan penuh gairah. Musik yang mengalun di sekitar mereka seakan menjadi latar belakang yang sempurna untuk momen romantis ini.

Setelah beberapa saat, mereka akhirnya melepaskan ciuman dengan napas yang sedikit memburu. Raline menatap Harry dengan pipi yang masih merona, sementara pria itu tersenyum penuh kemenangan.

"Kamu tahu, aku bisa terus melakukan ini sepanjang malam," ujar Harry dengan suara sedikit serak.

Raline terkekeh kecil, lalu mencubit lengan Harry pelan. "Jangan nakal, kita masih di sini. Ada banyak orang yang melihat."

Harry hanya tertawa, lalu menarik Raline kembali ke dalam pelukannya. Mereka terus berdansa dengan penuh kebahagiaan, menikmati malam yang begitu sempurna di atas kapal pesiar mewah itu. Namun, di dalam hati Raline, ada satu perasaan gelisah yang kembali muncul. Rahasia tentang Calvin masih menggantung dalam pikirannya, dan ia tahu bahwa cepat atau lambat, semuanya akan terungkap.

Namun untuk malam ini, ia memilih untuk melupakan semuanya dan menikmati kebersamaannya dengan pria yang begitu mencintainya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!