Utari mengeluarkan ponselnya, Kemarin dia mendapat notifikasi kuota masuk ke ponselnya, rupanya Bian yang melakukannya, dia beralasan, supaya Utari bisa menghubungi dirinya lewat aplikasi chat WA.
Utari memutuskan untuk membuka aplikasi F. Dia menghapus semua fotonya dengan Akmal. Dulu saat pertama menikah, Utari masih sering memposting fotonya dan Akmal, tapi Sekarang saat melihat foto itu, Utari merasa muak.
Jika ditanya apakah Utari sakit hati karena Akmal selingkuh? Jawabannya mungkin tidak. Apa yang dia rasakan sekarang lebih ke arah kecewa dan marah, karena ia merasa ditipu olehnya. Utari justru lebih merasa sakit hati saat putri kandungnya tidak pernah dianggap oleh suaminya. Itu benar-benar menyakiti hati Utari.
Setelah menghapus semua fotonya, Utari mengambil foto Nisa yang sedang tidur di ranjang dan memposting-nya. Dia menuliskan my beautifull angel. Banyak teman lama Utari yang memberikan like pada foto Nisa. Bahkan beberapa memberikan komen. Namun, ada satu komentar yang menggelitik rasa penasaran Utari. Komentar itu menanyakan tentang kabar Utari sekarang, Apakah dia tahu kalau Akmal berselingkuh dengan Hana.
Utari segera mengiriminya pesan pribadi. Ia menanyakan dari mana temannya itu tahu kalau Akmal berselingkuh. Untungnya dia sedang online dan langsung menjawab pertanyaannya. Ternyata di grup pabrik ada yang menyebarkan percakapan antara Hana dan Akmal. Bahkan kabar tentang Akmal dan Hana yang dikeluarkan dari pabrik pun di sampaikan oleh orang itu pada Tari.
"Kamu lihat, Mas. Karma telah mendatangimu satu per satu. Kedzoliman kamu ke aku dan Nisa, pasti sedang mendapatkan balasannya," gumam Utari.
Keesokan harinya, Nisa dijaga oleh tiga pria beda generasi, sedangkan Utari dan mama Sukma sekarang sedang dalam perjalanan menuju ke pusat perbelanjaan. Rencananya mama Sukma akan mengajak Utari berbelanja dan ke salon.
Mama Sukma sudah sangat gemas dengan penampilan Utari yang menurutnya amat sangat biasa saja. Dia ingin mengubah penampilan Utari menjadi seperti perempuan sosialita.
Utari memegangi lututnya. Dia sudah tidak tahan dengan kegilaan mama Sukma dalam berbelanja. "Mah, Tari capek. Kita jadi ke salon, ga?"
"Ah, iya. Ayo kita ke salon saja. Mama sudah melakukan reservasi sebelumnya. Pokoknya hari ini kamu dan mama harus tampil cantik."
Saat memasuki salon, Utari dan mama Sukma disambut oleh pegawainya. Mama Sukma segera mengkonfirmasi kedatangannya agar ia dan Utari bisa segera ditanganni.
Utari mendapatkan perawatan komplit, dari facial, massage hingga manicure pedicure.
Memerlukan waktu berjam-jam untuk mendapat hasil yang maksimal. Utari bahkan meminta pegawai salon untuk memotong rambutnya agar tampilannya terlihat lebih fresh.
Saat Utari keluar dengan penampilan barunya, mama Sukma sampai menutup mulutnya tak percaya.
"Ya Tuhan, ini beneran kamu, Tari? Kamu luar biasa."
Utari tersenyum malu, bahkan wajahnya tampak memerah. "Gimana, Mah? Bagus ga?"
"Bagus banget. Kamu kelihatan beda."
Setelah membayar biaya perawatan, Utari dan mama Sukma meninggalkan pusat perbelanjaan. Hari ini sudah cukup kegiatannya. Mama Sukma juga tidak tega meninggalkan Nisa lama-lama. Apalagi besok dirinya sudah harus pulang kembali ke kotanya.
Tiba di rumah, semua orang dibuat takjub dengan penampilan Utari yang baru. Dia terlihat modis dan semakin cantik. Bian sampai tidak berkedip menatapnya.
"Gimana, Pah? Anak papa sudah cantik 'kan?"
"Iya, kamu beda banget, Tari."
Nisa segera memeluk kaki Utari, wajahnya terlihat lebih ceria dari sebelumnya.
"Ibu cantik banget. Nisa juga mau cantik kaya ibu."
Papa Tama mengangkat, Nisa. "Nanti kalau kita sudah pindah, opa akan belikan Nisa banyak gaun yang bagus bagus."
"Pindah itu apa, Opa?"
Papa Tama tersenyum, "Pindah itu, kita dari rumah sini nanti ganti rumah yang lebih besar lagi, tapi di tempat yang jauh, gimana? Nisa mau, kan?"
"Sama ibu juga? Om Bian, sama om Dewa diajak?"
"Kita semuanya, Sayang."
"Mau, Opa."
Utari menatap putrinya. Entah mengapa dia merasa ada yang aneh dengan Nisa. Sejak kesadaran Nisa kembali, dia sama sekali tidak menyebutkan Akmal. Ia tidak tahu harus bersyukur atau bersedih.
Ponsel Utari bergetar di dalam tas barunya. Tas itu harganya bisa untuk membeli satu unit sepeda listrik. Bagi Utari yang sudah terbiasa hidup kekurangan, merasa terbebani dengan pemberian mama Sukma ini. Namun, dia juga tidak kuasa untuk menolak.
"Siapa, Tari?"
"I_ini Akmal."
"Jangan diangkat," kata papa Tama. Utari mengangguk. Namun, tak lama HPnya kembali bergetar.
Alis Utari berkerut dalam, "Aku harus menjawab panggilan ini, Pah. Bagaimana pun juga aku harus menyelesaikan masalahku sama dia.
Utari berjalan menjauh. Nisa menatap ibunya kosong. "Opa, Akmal itu siapa?"
Bian dan yang lainnya menatap Nisa dengan penuh perhatian. Mereka tidak berani menebak, tapi kemungkinan besar mereka memiliki pemikiran yang sama. Apakah Nisa melupakan bapaknya?
Utari duduk di taman. Ponselnya sudah berkali-kali bergetar, tapi dia masih tidak punya niatan untuk mengangkatnya. Biarlah untuk kali ini Akmal yang frustasi.
Saat untuk kesekian kalinya ponselnya kembali bergetar, Utari menghela napas panjang dan lalu mengangkat panggilan dari Akmal itu.
"Ada apa?"
("Kamu kemana aja, sih? Ga budek kan? Dari tadi diteleponin ga diangkat.")
"Langsung aja, ga usah kebanyakan tanya. Mau kamu apa?"
("Tari kamu sekarang berani ya ngelawan aku.")
"Aku ga peduli, Mas. Sejak aku tahu kamu main belakang sama pel*cur itu dan punya anak sama dia, aku udah ga peduli sama kamu lagi, Mas. Oh ... aku lupa bilang kalau aku juga udah mengajukan gugatan cerai. Mungkin dalam minggu ini, surat dari pengadilan akan sampai ke rumah kalian."
("Tari, jangan berani beraninya kamu. Aku akan mendatangimu, sekarang.")
"Silahkan kamu cari. Aku pastikan kamu ga akan bisa menemukanku dan Nisa. Bukankah ini yang kamu mau, Mas? Aku sudah tidak akan lagi menjadi beban hidup kamu."
Utari memutus panggilan Akmal. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengan pria itu. Setelahnya Utari memblokir nomor Akmal. Utari duduk cukup lama diluar. Bian keluar membawa selimut tipis. Dia menyampirkan selimut itu di bahu Utari.
"Cuacanya semakin dingin."
"Terima kasih, Bian."
"Sama-sama, Tari." Bian duduk di samping Utari, keduanya menatap ke langit dan melihat bintang-bintang.
"Tari, kamu inget ga waktu kamu nolongin aku pas aku dibully?" tanya Bian, tatapannya menerawang penuh nostalgia.
Dulu Bian memiliki wajah yang kusam penuh jerawat dan memakai kaca mata, saat itu keluarga Bian baru saja mengalami musibah. Keluarganya bangkrut karena ditipu oleh kenalan lama papa Tama. Bian yang baru pindah, sering diolok olok dan dibully, hanya Utari yang baik hati mau duduk di sebelahnya dan mengajaknya bicara.
"Yang mana?" tanya Utari sambil menoleh menatap Bian.
"Masa kamu lupa, itu yang waktu aku dikunciin di gudang."
"Oh, yang kamu sampai sesak napas itu?" Utari tiba-tiba mengingat kenangan waktu itu.
"Iya, waktu kamu sampai kesleo gara-gara nendang pintu. Di situ aku bersumpah akan menjagamu dan tidak akan membiarkan kamu terluka," kata Bian.
"Kamu ada-ada aja, Bi."
"Aku serius Tari."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Widia Sari
lanjut lagi dong kk
2025-03-29
0
kaila
lanjut kak
2025-03-28
0