Bab 13. Bertemu Lagi

Akmal meremas ponselnya. Matanya memerah karena amarah yang memuncak. Tanpa berpikir panjang, Akmal segera mengambil kunci motornya dan pergi begitu saja. Hana yang melihat tingkah suaminya, mendegus kesal. Bukannya mencari pekerjaan malah sibuk ngurusin istri pertama.

Akmal tiba di tempat kontrakannya dan Utari. Rumah itu sepi. Akmal membuka pintu, dia tidak mendapati siapapun ada di sana.

Bu Lilis yang kebetulan lewat tersenyum mengejek. "Sekarang aja baru kecarian. Kemarin-kemarin orangnya ada, disia-siakan."

"Ibu tahu kemana Utari pergi?"

"Ga tahu, dia cuma bilang mau jaga Nisa di rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Emang kamu beneran ga tahu, Akmal?"

"Kalau saya tahu, saya tidak akan bertanya sama bu Lilis," ujar Akmal geram.

"Oh." Bu Lilis pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi. Akmal mengepalkan tangannya. Rasanya dia sudah gatal ingin memukul wajah tetangga julidnya itu.

Akmal menggeram marah, dia segera kembali ke rumah Hana. Hana menatap penuh cibiran.

"Dari mana kamu, Mas? Nyariin Utari? Kamu itu harusnya sibuk cari kerja lagi, bukannya malah ngurusin istri kamu itu."

Akmal berjalan masuk ke kamar tanpa mempedulikan ucapan Hana. Ia benar-benar marah karena Utari menceraikan dirinya. Ia merasa Utari menginjak-injak harga dirinya.

Akmal mencoba menghubungi Utari lagi, tapi sayangnya nomor teleponnya sudah diblokir.

"Akh, sial!"

***

Bian dan Utari mengenang masa lalu mereka sambil tertawa. Banyak kenangan lucu dan menyenangkan yang mereka lalui dulu. Bian tidak akan pernah melupakan masa-masa itu, masa dimana ia bisa terus bersama Utari dalam situasi apapun.

"Masuk, yuk. Bentar lagi waktunya kita makan malam."

Utari mengangguk. Keduanya berjalan bersama dan tampak sangat serasi.

"Kak Dewa, besok juga pulang sama papa dan mama?" tanya Utari saat mereka ada di meja makan.

"Iya, Tari. Aku juga harus mengurus beberapa hal," kata Dewa.

"Tari, kalau Nisa kita ajak dulu ke sana gimana?" tanya Mama Sukma.

"Nanti di sana kalau rewel gimana, Mah?"

"Nisa, sayang, Nisa mau ga ikut pindah ke rumah Oma? Nanti di sana banyak mainan, ada perosotan, ada ayunan. Nisa mau?"

"Sama ibu juga?" tanya Nisa ragu. Dia mau, tapi jika tanpa ibunya dia merasa cemas.

"Nanti ibu nyusul kalau urusannya di sini sudah selesai. Gimana?" Kali ini papa Tama ikut membujuk. Bagaimana pun juga dia merasa memiliki kedekatan dengan Nisa dan merasa sedikit tidak rela jika terpisah dengan gadis kecil itu.

"Urusannya lama?" tanya Nisa lagi.

"Ibu akan usahakan secepatnya selesai dan nanti ibu akan susul Nisa." Utari menjawab dengan lembut. Dia juga sebenarnya tidak yakin berpisah dengan Nisa. Tapi demi apapun, dia merasa ini yang terbaik untuk saat ini.

Mereka semua diam sambil memperhatikan Nisa, gadis kecil itu tampaknya sedang menimang keputusannya. Mereka semua merasa meski usia Nisa masih sangat muda, tetapi gadis itu cukup mandiri dan dewasa.

"Kalau ibu janji mau nyusul, Nisa mau."

Semua yang ada diruang makan tersenyum. Mereka sangat bahagia melihat Nisa kembali ceria.

Beberapa hari kemudian, petugas pos mengirimkan sebuah surat di rumah Hana. Surat beramplop coklat bertuliskan pengadilan agama, membuat Hana tersenyum.

Hana membawa masuk surat itu, dia masuk ke kamarnya dan melihat Akmal masih tidur mendengkur bertel*njang dada. Hana menghela napas panjang.

"Mas, bangun. Ada surat dari pengadilan agama."

Akmal membuka matanya, ia langsung duduk dan menggaruk rambutnya sambil menguap.

"Surat apa?"

"Surat dari pengadilan agama. Istri pertamamu itu sepertinya sudah mengajukan gugatan cerai," kata Hana. Tanpa ijin Akmal, Hana membuka amplop itu dan membaca setiap tulisan didalamnya.

"Ini panggilan untuk mediasi. Sebaiknya kamu ga usah datang, Mas. Biar cepet selesai ketok palunya."

"Aku harus datang, Hana. Aku harus memastikan jika Utari tidak lagi menjadi ancaman untuk hubungan kita."

Hana tampak berpikir sejenak, kemudian dia mengangguk. Mediasi dari pengadilan Agama akan dilakukan lusa. Hana sebenarnya ingin ikut, tapi Akmal melarangnya.

Utari sudah siap untuk bertemu dengan Akmal. Penampilannya sudah berubah jauh, jika dulu dia terlihat kusam, kurus dan menyedihkan, tapi dalam beberapa hari saja kini dia terlihat cantik, kulitnya mulus dan tubuhnya mulai berisi.

Hari ini Utari memakai celana panjang berwarna putih dan blouse berwarna abu-abu. Meski penampilannya terlihat sederhana. Namun, dia terlihat anggun.

"Hari ini kamu diantar supir ga apa-apa?"

"Ga apa-apa, Bi. Aku justru ga enak kalau kamu yang nganter aku."

"Ya dienakin aja, Tari."

Utari tertawa sambil memukul lengan Bian. Sebagai seorang wanita yang pernah menikah, kalimat yang barusan diucapkan Bian memiliki konotasi yang ambigu.

Tiba di pengadilan, Utari turun dari mobil, Dia mengucapkan terima kasih pada supir keluarga Adiatama. Utari berjalan dengan santai. Waktu menunjukkan pukul delapan, masih ada setengah jam lagi sebelum mediasi.

Awalnya Utari ingin berdiskusi dengan pengacaranya. Namun, tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Utari menoleh dan mendapati Akmal menatapnya dengan marah.

Utari menghentakkan tangannya, Pegangan Akmal terlepas.

"Jangan sembarangan menyentuhku."

"Aku masih suamimu, Utari."

"Aku ga peduli. Bagiku kamu orang asing."

Akmal menatap Utari dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia baru menyadari jika istrinya tampaknya telah banyak berubah.

"Kamu tunggu saja, Tari aku akan mempersulit proses ini."

"Silahkan, tapi kamu harus ingat. Aku punya semua bukti untuk menjebloskan kamu dan Hana ke penjara," kata Utari. Dia tersenyum miring sembari menatap Akmal dengan tatapan provokasi.

"Bu Utari." Seorang pria berpenampilan rapi dan tampan menghampiri Utari.

"Ya, Pak Alex. Apa kita bisa masuk sekarang?"

"Ya, Bu. Sebentar lagi sidangnya akan dimulai."

Utari meninggalkan Akmal. Dia berjalan bersisihan dengan pengacaranya. Mereka memasuki ruang mediasi.

Pihak Utari memiliki bukti visum dan foto-fori Akmal saat bermesraan dengan Hana. Utari hanya meminta perceraian ini segera diputuskan. Dia sudah tidak ingin melanjutkan pernikahannya dengan Akmal.

Utari pergi setelah selesai mediasi. Dia ingin segera pergi dari pengadilan itu. Akmal berusaha mengejarnya, tapi dia kehilangan jejaknya. Akmal mengumpat marah.

Di dalam mobil, Utari memperhatikan Akmal dengan tatapan jijik yang nampak jelas. Entah apa yang dulu merasukinya sehingga dia bisa jatuh cinta pada pria itu.

Setelah Akmal pergi, barulah mobil yang membawa Utari juga meninggalkan pelataran pengadilan agama. Utari tiba di kediaman Bian dengan wajah kelelahan. Dia segera naik ke kamarnya dan berbaring diatas kasur. Utari menatap langit langit kamarnya dengan serius.

Ketukkan pintu membuyarkan lamunan Utari. Dia segera beranjak dan membuka pintu kamarnya.

"Ya, Bik ada apa?"

"Ada tamu, Non."

"Tamu siapa?" tanya Utari bingung.

Terpopuler

Comments

kaila

kaila

lanjut kak

2025-03-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!